Font size:
Dikirim oleh Dadan Resmana
Di usia berapa seorang pelatih/manajer sebaiknya pensiun? Apakah 55-60 tahun layaknya PNS di Indonesia atau 65 tahun seperti para dosen dan profesor? Tidak ada jawaban yang pasti, tentu saja. Seseorang bisa tetap menjadi pelatih selama ia masih masih merasa kuat berdiri di pinggir lapangan, masih sanggup memberikan intruksi kepada para pemainnya, masih tahan mendapatkan tekanan media dan suporter atau manajemen. Selama masih sanggup melakukan hal-hal di atas, meskipun usianya sudah menginjak 60an atau 70an tahun, ia boleh-boleh saja tetap menjadi pelatih. Siapa pula yang hendak dan bisa melarangnya? Usia 60 ke atas, yang biasa kita sebut lanjut usia, biasanya ditandai oleh -- menurut Contsantinides -- menghilangnya “kemampuan” atau jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya. Perlahan tapi pasti, tubuh kehilangan kemampuan mereparasi dirinya sendiri sehingga menjadi lebih rentan terhadap infeksi dan kerusakan. Tapi sepertinya hal itu belum tampak kepada sosok-sosok tertentu yang hingga lanjut usia masih sanggup memacu adrenaline-nya dengan menjadi pelatih. Tidak ada tanda-tanda berkurang atau menghilangnya “kemampuan” Arsene Wenger, Louis Van Gaal, Vicente Del Bosque, Manuel Pallegrini, Mircea Lucescu, Fabio Capello, Sir Alex dan para pelatih berumur lainnya. Mereka masih begitu semangat dan berdiri tegap memberi intruksi kepada anak asuhnya di pinggir lapangan. Mengapa para pelatih yang telah memasuki masa senja masih begitu prima di dalam maupun di luar lapangan hijau? Bayangkan lansia semacam Wenger, Pellegrini atau dahulu Sir Alex yang harus tetap berpikir setiap harinya, memikirkan strategi apa yang digunakan untuk menghadapi lawan selanjutnya di akhir pekan, ataupun kadang di tengah pekan mereka harus berpergian ribuan kilometer menggunakan pesawat terbang guna melakoni partai Liga Champions. Bisa dibayangkan bagaimana fisik dan mental mereka harus tetap terjaga setiap harinya. Akan tetapi, usut punya usut. Ternyata primanya mereka tidak muncul begitu saja. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Rush University disebutkan bahwa banyak membaca dan sering menulis adalah kunci utama mencegah daya ingat atau pikun. Ya, para pelatih itu setiap harinya pasti berkutat dengan data dan informasi. Mereka harus membaca berbagai laporan dari para staf terkait kondisi para pemainnya, hingga membaca berlembar-lembar statistik pertandingan, baik statistik pemain sendiri mau pun para rival. Mereka dengan sendirinya harus membuat coretan-coretan yang diperlukan untuk merancang strategi di laga selanjutnya dan tentu saja menyiapkan program latihan. Menulis dan membaca, pendeknya berpikir dan berpikir, merupakan pekerjaan utama para pelatih. Otak mereka terus bekerja sehingga kepikunan bisa ditunda sekian lama. Kemudian ditambah fisik yang mumpuni karena setiap harinya, selama bertahun-tahun, mereka tetap berolahraga. Tidak seperti manajer Inggris era 1950an yang sehari-harinya hanya di kantor, sedangkan sesi latihan dipimpin para stafnya, manajer sekarang tiap hari ikut terjun memantau, menyiapkan dan mengevaluasi sesi latihan. Mereka juga diterpa panas matahari yang sama dengan para pemainnya, dan berkeringat juga di sesi yang sama. Seperti yang dilakukan oleh Arsene Wenger di Arsenal. Pria kelahiran Strasbourg, Prancis, 65 tahun silam, tersebut mempunyai peran yang besar bagi perkembangan Arsenal selama hampir DUA dekade trakhir. Dari segi raihan gelar The Profesors berhasil mempersembahkan 3 gelar EPL, 6 Piala Fa dan 5 Comunity Shield bagi Arsenal. Meskipun sempat merasakan seret gelar dalam kurun waktu 2005-2014, toh pemilik gelar master dalam bidang Ekonomi ini masih terus dipertahankan oleh manajemen Arsenal walau tekanan tidak juga sedikit. Lain halnya dengan Vicente Del Bosque. Di usianya yang sudah menginjak 64 tahun, tidak ada tanda-tanda pensiun dari mantan pelatih Real Madrid tersebut. Meski Spanyol gagal total dengan tidak lolos babak penyisihan grup pada perhelatan Piala Dunia 2014 di Brazil, RFEF masih tetap mempertahankannya. Mantan pemain Real Madrid era 70-80an tersebut tetap dipercaya karena peran vitalnya kala meraih Piala Dunia 2010 dan Eropa 2012. [caption id="attachment_181948" align="alignnone" width="470"]![via: eurosport.co.uk](http://panditfootball.com/wp-content/uploads/2015/07/delbosque-470x264.jpg)
Penulis merupakan seorang Sarjana Kimia yang berhasrat menjadi pelatih sepakbola. Dapat dihubungi melalui akun twitter: @dadanresmanafoto: dailytelegraph.com