Luapan Energi Pep Guardiola

Luapan Energi Pep Guardiola
Font size:

Karya: Renalto Setiawan Sebuah bunyi  sirene yang  dinantikan para penonton akhirnya terdengar. Bukan, bukan sirene tanda adanya sebuah mobil ambulans atau mobil pemadam kebakaran yang mereka nantikan. Sirene yang mereka nantikan adalah sirene tanda kehadiran Rage Against The Machine, band rock asal Amerika. Ketika Rage Against The Machine kemudian "menyapa" mereka dengan lagu Testify, mereka menerimanya dengan lompatan, nyaris tanpa henti. Menurut Iga Massardi, vokalis sekaligus gitaris Barasuara, dalam sebuah musik, rhythm yang kuat memang mampu menggerakkan penonton secara fisik, misalnya, membuat mereka terus melompat tanpa sadar. Dan masih menurutnya, Rage Against The Machine adalah salah band yang memiliki rhythm dengan daya ledak luar biasa. Kejadian di atas (pada SWU Festival di Brasil tahun 2010 lalu) adalah salah satu contohnya. Ketukan drum Brad Wilk, bunyi bass Tim Commerford, suara distorsi gitar Tom Morello, dan "umpatan" Zack de la Rocha, memang merupakan sumber energi yang luar biasa. Siapa pun yang menyaksikan penampilan mereka secara langsung akan merasa berdosa jika hanya berdiri terdiam. Sementara itu, saat ini di Jerman, ada seorang pelatih sepakbola yang mampu memberikan energi luar biasa dalam permainan timnya. Dan setiap luapan energi yang diberikannya, rasanya seperti apa yang dilakukan oleh Rage Against The Machine terhadap para penggemarnya. *** Josep Guardola, lahir dan besar di daerah Catalunya, Spanyol. Sebuah daerah yang sebagian besar masyarakatnya "bahagia" dengan rasa belas kasihan karena hampir selalu merasa tertindas. Menariknya, Pep, sapaan akrab Josep Guardiola, adalah kontradiksi dari orang-orang Catalunya kebanyakan. Dia ingin selalu menjadi yang terbaik; ingin selalu menjadi seorang inventor –  seperti tidak sudi menerima belas kasihan orang lain. "Saya duduk dan menonton video (pertandingan sepakbola). Saya mencatat. Saat itulah inspirasi datang – saat yang masuk akal dalam profesi saya. Secara instan saya tahu saya harus memiliki itu. Saya harus tahu bagaimana caranya untuk menang. Momen seperti ini membuat pekerjaan saya betul-betul bermakna," kata Guardiola dalam biografinya mengenai salah satu caranya dalam memperoleh sumber energi untuk menjadi seorang inventor dan memperoleh kemenangan. Jauh hari sebelum berada di Jerman, Pep berhasil memahami tiki-taka, sebuah gaya permainan sepakbola dengan mengandalkan kombinasi umpan-umpan pendek cepat dan variatif, bersama Barcelona. Penuh kekaguman, mata para penggemar sepakbola seperti enggan berkedip ketika menyaksikan gaya permainan tersebut.  Sedangkan lawan-lawannya berhasil dibuat linglung penuh kebencian. Hampir setiap bola yang mengalir dalam permainan tiki-taka mempunyai pesan yang harus diterima dan diterjemahkan dengan baik oleh pemain-pemain Barcelona. Mereka harus selalu berpikir dan memiliki energi untuk membuatnya menjadi sempurna. Saat bola berhasil direbut oleh lawan, seperti anjing pelacak yang mencium bau janggal, mereka akan terus menekan lawan untuk segera mendapatkan bola dan memulai tiki-taka lagi. Begitu seterusnya. Dan dengan cara itu Pep Guardiola berhasil meraih segalanya bersama Barcelona. Lalu, sebelum penggemar sepakbola dan para pemain Barcelona bosan dengan tiki-taka, dia sudah merasa bosan terlebih dahulu. Pep undur diri dari Barcelona. Dia kemudian menepi ke kota New York, memilih menjadi  seorang new yorker  (sebutan orang-orang yang hidup di kota New York) untuk sementara waktu. Jauh dari hingar bingar sepakbola Eropa. "Saya benci tiki-taka – itu sampah dan benar-benar sia-sia," sebuah kalimat dalam biografinya yang mewakili rasa bosannya. Kesehariannya di kota New York mungkin diisi oleh pertunjukan musik jazz, pertandingan kandang tim baseball New York Yankees, atau memandangi  gedung Empire State yang biasanya dijadikan tempat nongkrong oleh Spider-Man. Tapi yang jelas, dia tidak bisa lepas sepenuhnya dari sepakbola. Menurut Cristina Serra, istrinya, Pep tak akan pernah berhenti membicarakan sepakbola.  Tiga puluh menit adalah jeda terlamanya untuk tidak membicarakan sepakbola. John Updike, seorang novelis asal Amerika, pernah memuji kehidupan di kota New York. Dia mengatakan bahwa seorang new yorker diam-diam percaya bahwa orang-orang yang hidup di luar kota tersebut menjalani kehidupannya dengan bercanda. Pep Guardiola mungkin terkekeh saat mengetahui  pernyataan Updike tersebut. Baginya, hidup di daerah manapun tanpa sepakbola adalah sesuatu yang lebih layak untuk disebut bercanda. Bosan bercanda dengan menjadi new yorker, Pep memilih kembali ke Eropa untuk sepakbola.  Dia memilih berpetualang ke Jerman untuk menangani Bayern Munich, sebuah kesebelasan yang baru saja meraih gelar treble winner (Liga Jerman, DFB Pokal, dan Liga Champions Eropa). Sebuah tantangan yang dianggap tidak begitu sulit karena Pep tinggal meneruskan pondasi kokoh yang telah dibangun oleh Jupp Heynckes, pelatih Bayern sebelumnya. Namun bukan Pep Guardiola namanya kalau tidak membuatnya menjadi sulit. Dia mengubah filosofi permainan Bayern yang sebetulnya sudah mapan menjadi sesuai dengan keinginannya. Dia memulai lagi dari awal -- Bayern harus mampu menerjemahkan possession football yang selama ini menjadi kitab suci Pep Guardiola. Bersambung ke halaman berikutnya.

Tulisan lanjutan dari artikel "Luapan Energi Pep Guardiola" Dua tahun pertamanya bersama Bayern berjalan sesuai dengan kebiasaannya: sejumlah piala bergengsi berhasil mengisi lemari trofi tim raksasa Jerman tersebut. Meski demikian, Pep sama sekali belum puas. Possession football yang mereka mainkan masih sering terlihat rentan dan rapuh. Pada semifinal Liga Champions di tahun pertamanya bersama Bayern, possession football mereka terlihat kurang energi dan hancur lebur oleh serangan balik pelari-pelari cepat Real Madrid. Satu tahun berselang, sekali lagi pada babak semifinal Liga Champions, permainan direct Barcelona membuat Pep kembali gagal. Bahkan saat itu Pep dianggap terlalu naif karena melakukan man-to-man marking -- Pep Guardiola kemudian mengubah cara bermain tersebut pada tengah pertandingan -- terhadap penyerang-penyerang Barcelona yang memiliki kualitas individu mengerikan. Terjatuhnya Jerome Boateng saat mencoba membaca pergerakan Lionel Messi adalah salah satu hadiah yang harus diterima Pep Guardiola karena kenaifannya. Tapi Pep memang seperti itu, dia tidak ingin menjadi orang lain untuk mengalahkan lawan-lawannya. Dia harus melakukannya dengan caranya sendiri meskipun akhirnya berujung kegagalan. Dan ketika gagal dia akan melakukannya hingga berhasil -- sesuai dengan caranya. Kini sifat keras kepala Pep Guardiola sepertinya mulai membuahkan hasil. Pemain-pemain Bayern Munich mulai mampu menerima "luapan energi" Pep Guardiola dengan baik. Possession Football yang dilakukan Bayern terlihat tidak lagi rentan terhadap counter-attack dan serangan  yang dilakukan secara direct. Possession football Bayern juga mempunyai tujuan yang jelas, tidak lagi bertele-tele. Jika ada kesempatan, Bayern tak ragu bermain direct  dengan melakukan umpan langsung ke lini depan -- "15-pass rule" dalam kamus Guardiola ditiadakan. Pep Guardiola juga sering melakukan perubahan di tengah pertandingan, entah formasi, posisi pemain, atau pendekatan berbeda dalam gaya permainan mereka, apabila keinginannya tidak berjalan lancar. Dan yang lebih penting, gaya permainan Bayern yang baru ini lebih berbahaya daripada tiki-taka. Pertandingan Bayern menghadapi rival abadi mereka, Borussia Dortmund, beberapa pekan lalu dapat sedikit menjelaskan kinerja possession football terbaru ala Pep Guardiola tersebut. Dalam pertandingan tersebut, Bayern bermain dengan menggunakan tiga pemain belakang: Javi Martinez, Jerome Boateng, dan David Alaba. Tujuannya jelas: agar mereka tetap mampu menjaga penguasaan bola dengan baik pada saat Dortmund melakukan high-pressing. Namun, di tengah pertandingan Pep menyadari bahwa high-pressing yang dilakukan Dortmund mengakibatkan garis pertahanan anak asuh Thomas Tuchel tersebut begitu tinggi. Dengan cerdik dia kemudian menukar posisi Javi Martinez dengan posisi Jerome Boateng. Javi Martinez menjadi center-back sebelah kanan dan Boateng menjadi center-back tengah. Berbeda dengan Martinez yang lebih sabar dalam mengalirkan bola, Boateng memiliki kelebihan dalam melakukan umpan panjang ke depan. Dengan posisi barunya sebagai seorang center-back tengah, kemampuan tersebut lebih mudah untuk dilakukan karena dia memiliki pandangan yang lebih luas. Bek nasional Jerman tersebut kemudian berhasil menciptakan dua assist melalui umpan panjangnya pada pertandingan tersebut. Lalu, adakah faktor lain selain tingkat akurasi umpan lambung Boateng yang menyebabkan cara tersebut berhasil? Jika kita memperhatikan, sebelum Boateng memberikan umpan lambung, setidaknya ada empat pemain Bayern yang berdiri sejajar dengan garis pertahan Dortmund. Dan keempat pemain depan Bayern tersebut mempunyai kecepatan berlari yang mumpuni. Jika lawan menggunakan empat pemain belakang, dan Bayern memiliki empat pemain di lini depan yang siap menyambut umpan panjang tersebut, maka persentase keberhasilan umpan tersebut akan meningkat. Dan itulah salah satu senjata baru Bayern dalam menghadapi lawan yang bermain dengan high-pressing dan mengandalkan counter-attack -- sebuah cara untuk meniadakan counter-attack yang dilakukan lawan. Selain itu dalam possession football Bayern belakangan ini, saat mereka bermain dengan empat bek sejajar, kedua full-back mereka jarang ikut naik ke depan. Selain untuk menghindari counter-attack yang dilakukan lawan, Pep  sepertinya ingin juga memberikan ruang lebih besar bagi pemain-pemain sayap Bayern untuk terus berlari. Bahkan Pep lebih sering memasang pemain sayap tradisional di sisi lapangan daripada seorang inverted winger -- menyoal crossing dan kecepatan, saya tradisional biasanya lebih mahir daripada seorang inverted winger. Hal ini terbukti dengan lima assist yang telah diciptakan Douglas Costa, pemain sayap Bayern yang bertipe tradisional, di ajang Bundesliga. Dari lima assist tersebut, kebanyakan berasal dari umpan silang yang sering dia lakukan. Dari gaya baru Bayern Munich tersebut, penyerang-penyerang Bayern juga akan sering mendapatkan keuntungan.  Baik dengan build- up serangan lambat, permainan direct, atau melalui umpan silang dari sayap, bola akan lebih sering dikirim ke pusat pertahanan lawan. Bukan suatu yang mengejutkan jika kemudian Robert Lewandowski mampu mencetak 12 gol dari tujuh pertandingan yang dilakoninya di ajang Bundesliga. Sejauh ini tidak ada kesebelasan yang lebih mengerikan dari Bayern Munich di jajaran Top Liga Eropa. Tingkat penguasaan bola mereka masih yang terbaik (rata-rata 66,8% dalam satu pertandingan), dan mereka mencetak gol lebih banyak  dan kemasukkan gol paling sedikit dari kesebelasan-kesebelasan lainnya (Bayern mencetak 28 gol dan kemasukkan 4 gol). Dan semoga saja, sebelum Pep (sekali lagi) merasa bosan, pemain-pemain Bayern masih betah "melompat" untuk menerima luapan energi Pep Guardiola tersebut.

 Penggemar sepakbola yang lebih suka mengejar bola daripada menendangnya. Berakun twitter @Theceputhul.
Polemik Venue Final Piala Presiden dan Ujian bagi Sepakbola Indonesia
Artikel sebelumnya Polemik Venue Final Piala Presiden dan Ujian bagi Sepakbola Indonesia
Bukan Keberuntungan yang Bawa Albania ke Piala Eropa
Artikel selanjutnya Bukan Keberuntungan yang Bawa Albania ke Piala Eropa
Artikel Terkait