Array
(
    [article_data] => Array
        (
            [artikel_id] => 209847
            [slug] => https://panditfootball.com/pandit-sharing/209847/PFB/170904/villa-dan-icardi-yang-kembali-ke-timnas
            [judul] => Villa dan Icardi yang Kembali ke Timnas
            [isi] => 

Oleh: Nanda Rizka Syafriani Nasution

Ada yang menyenangkan di kualifikasi Piala Dunia 2018 kali ini, terutama untuk penggemar David Villa dan Mauro Icardi. Mereka dipanggil untuk membela tim nasional masing-masing. Mereka kembali mengenakan kostum kebanggaan setiap pemain untuk membela tanah kelahirannya.

Lahir di Asturias, 3 Desember 1981, pria bernama David Villa Sanchez itu mengawali kariernya di sebuah klub yang bermarkas di Asturias, Sporting de Gijon. Pemain yang merupakan suami dari Patricia Gonzales itu mengawali karier sepakbolanya dari bawah dengan menjadi pemain Sporting Gijon B sejak 1999 hingga 2001 hingga kemudian bermain di tim utama sejak 2001 hingga 2003.

Villa kemudian pindah ke Real Zaragoza dengan transfer seharga 2,70 juta euro dan bermain hingga 2005, sebelum akhirnya ia pindah ke Valencia dengan mahar 12 juta euro yang menjadi lonjakan dalam karier sepakbolanya. Di Valencia, ia menjadi salah satu pencetak hattrick tercepat (menit ke-80 sampai menit ke-85) yang dibuatnya pada pada 23 April 2006. 

Catatan 59 gol untuk Valencia dan penampilan apik bersama timnas Spanyol membuat Barcelona kepincut dengan pemain yang dijuluki El Guaje tersebut. Ia pun hijrah ke Nou Camp di 2010 dengan transfer 40 juta euro dan menjadi tandem kuat lini depan bersama Pedro Rodriguez dan Messi. Prestasi terbaiknya adalah ketika membawa Barcelona memenangi Liga Champions musim 2010/2011 melawan Manchester United di Wembley dengan skor akhir 3-1 dan Villa mencetak satu gol di pertandingan tersebut. 

Petaka cedera ketika melawan Al-Sadd di Piala Dunia Antarklub membuat Villa menepi selama delapan bulan hingga absen di Piala Eropa 2012. Kembalinya Villa kemudian disambut pendukung Blaugrana pada 19 Agustus 2012 ketika melawan Real Sociedad (masuk menit ke 75 menggantikan Pedro). Barca memenangkan pertandingan dengan skor 5-1 dan Villa juga ikut mencatatkan nama nya di papan skor.

Namun, setelah cedera panjang Villa seperti kehilangan kemampuan mencetak golnya sehingga akhirnya Barcelona melepasnya di 2013 untuk menyeberang ke Vicente Calderon. Hanya bertahan satu musim di Atletico, Villa memutuskan untuk melanjutkan kariernya di Amerika. Villa menerima pinangan New York City FC dengan status free transfer dan kebangkitannya di mulai disana.

Sebagai pencetak gol terbanyak untuk El Matador (97 caps dan 59 gol) dan berhasil membawa Spanyol menjuarai Piala Eropa 2008 dan Piala Dunia 2010, Villa sempat memutuskan untuk mengakhiri kariernya di timnas. Ia memutuskan pensiun di 2014 setelah memulai perjalanan di timnas Spanyol sejak 9 Februari 2005.

Pencapaiannya di NYCFC dengan 60 gol dari 87 pertandingan serta penghargaan MVP MLS pada 2016 mebuat Julen Lopetegui kembali memanggil pemain berumur 35 tahun itu untuk kembali memperkuat La Furia Roja . Hal ini yang membuat penggemar sepakbola cukup senang dengan kembalinya sang pemain dan bergabung kembali dengan Iniesta dkk. Sang pemain pun mengungkapkan bahwa tidak masalah jika dirinya tidak masuk starting eleven ketika melawan Italia.

Lain Villa, lain pula Icardi

Berbeda dari Villa, Icardi punya cerita lain perihal dirinya yang baru dipanggil oleh Tim Nasional Argentina. Jorge Sampaoli akhirnya memanggil pria yang sempat belajar di La Masia bersama Messi tersebut.

Pria bernama lengkap Mauro Emanuel Icardi Rivero ini lahir di Rosario, Argentina, 19 Februari 1993. Icardi kecil memulai mimpinya sebagai pemain sepakbola dengan bergabung di Vecindario, di Gran Canaria setelah pada usia 6 tahun memutuskan pindah ke Spanyol. 

Icardi yang pernah menimba ilmu di Barcelona setelah direkrut pada 2008 silam tersebut kemudian dipinjamkan ke Sampdoria pada 2011. Ia dipermanenkan oleh klub yang bermarkas di Stadion Luigi Ferraris tersebut di musim 2011/2012 setelah mencatatkan penampilan gemilang selama 6 bulan dengan 13 gol dari 19 penampilan di tim Primavera.

Dari 33 penampilan dan 11 gol di Sampdoria, Maurito, julukan Icardi, kemudian berlabuh ke Internazionale Milan pada 2013 silam dengan mahar sebesar 13 juta euro. Di Inter, Icardi sendiri mencatatkan catatan gemilang dengan 148 penampilan dengan 82 gol dan 22 asis. Meski sempat berseteru dengan para Interisti, sampai sekarang Icardi tetap berseragam Inter bahkan dipercaya untuk memegang jabatan sebagai kapten tim. 

Berbagai catatan apik bersama klub ternyata tidak membuat Icardi langsung bergitu saja melenggang untuk membela negaranya. Banyak asumsi yang dikeluarkan terhadap mengapa sang penyerang belum juga dipanggil padahal sudah menorehkan prestasi di level klub. Salah satu dugaan pun muncul, yaitu karena masalah pribadi yang ia alami.

Cintanya kepada Wanda Nara, perempuan yang enam tahun lebih tua darinya disinyalir membuat Icardi terhambat untuk membela timnas Argentina. Wanda Nara merupakan mantan istri dari Maxi Lopez yang notabene merupakan sahabatnya sejak berseragam Sampdoria.

Maxi merasa sangat dikhianati oleh sahabatnya sendiri setelah mengetahui bahwa istrinya jatuh ke pelukan pria yang usianya lebih muda meskipun saat itu mereka telah mempunyai tiga anak. Wanda memilih untuk bercerai dengan Maxi dan menikah dengan Icardi yang jatuh hati kepada istri seseorang yang dianggapnya idolanya tersebut. Wajar jika Maxi sangat dendam dengan pamain yang saat ini berumur 24 tahun tersebut.

Permasalahan internal dengan Maxi diduga menjadi penyebab Icardi belum juga dipanggil oleh timnas mengingat Maxi sendiri merupakan pemain timnas Argentina. Padahal secara kemampuan, Icardi sudah punya kemampuan yang cukup untuk membela timnas.

Pada Agustus 2017, pelatih Argentina, Jorge Sampaoli memutuskan untuk memanggil Icardi yang dirasa mampu untuk kembali menaikkan asa Argentina untuk lolos ke Rusia setelah di beberapa pertadingan tersendat. Argentina sadar untuk tidak bisa terus bergantung kepada seorang Lionel Messi. Sampaoli mungkin telah membelakangkan masa lalu perdebatan mengenai Icardi yang lebih mementingkan kontribusi gol nya sebagai ujung tombak Inter Milan untuk sesegera mungkin membantu Argentina. 

Mampukah seorang Icardi membuktikan diri dan mampukah ia mempersembahkan gelar untuk La Albiceleste? Dan mampukah seorang David Villa membawa Spanyol menjuarai Piala Dunia 2018?

Welcome back, Villa, and enjoy your moment, Icardi!                   

Penulis adalah mahasiswi di salah satu perguruan tinggi negeri di Sumatera Utara. Biasa berkicau di akun Twitter @anandarizkasn


Tulisan ini merupakan hasil kiriman penulis lewat rubrik Pandit Sharing. Isi dan opini di dalam tulisan merupakan tanggung jawab penuh penulis

[gambar] => https://panditfootball.com/images/large/Internasional/David_Villa.jpg [tanggal] => 04 Sep 2017 [counter] => 6.099 [penulis] => panditsharing [penulis_foto] => https://panditfootball.com/images/attach/panditsharingsmall.jpg [penulis_slug] => https://panditfootball.com/profil/panditsharing [penulis_desc] => Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com 1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan 2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word 3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll) 4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan) [penulis_initial] => PSH [kategori_id] => 454 [kategori_name] => PanditSharing [kategori_slug] => pandit-sharing [kategori_url] => https://panditfootball.com/kategori/pandit-sharing [user_url] => [user_fburl] => [user_twitterurl] => [user_googleurl] => [user_instagramurl] => ) [tags] => Array ( [0] => stdClass Object ( [artikel_id] => 209847 [tag_id] => 45 [tag_name] => Argentina [tag_slug] => argentina [status_tag] => [hitung] => 102 ) [1] => stdClass Object ( [artikel_id] => 209847 [tag_id] => 351 [tag_name] => spanyol [tag_slug] => spanyol [status_tag] => [hitung] => 149 ) [2] => stdClass Object ( [artikel_id] => 209847 [tag_id] => 1276 [tag_name] => david villa [tag_slug] => david-villa [status_tag] => [hitung] => 3 ) [3] => stdClass Object ( [artikel_id] => 209847 [tag_id] => 1379 [tag_name] => Mauro Icardi [tag_slug] => mauro-icardi [status_tag] => [hitung] => 15 ) [4] => stdClass Object ( [artikel_id] => 209847 [tag_id] => 7783 [tag_name] => Kualifikasi Piala Dunia 2018 [tag_slug] => kualifikasi-piala-dunia-2018 [status_tag] => 1 [hitung] => ) ) [related_post] => Array ( [0] => Array ( [artikel_id] => 214585 [slug] => https://panditfootball.com/pandit-sharing/214585/PFB/220131/orkes-orkes-lapangan-hijau [judul] => Orkes-Orkes Lapangan Hijau [isi] =>

Manusia memang telah lama menggunakan musik untuk berbagai fungsi sosial. Studi bertajuk “Form and Function in Human Song” yang digarap peneliti Harvard University dan Victoria University of Wellington, menyimpulkan bahwa musik dapat memicu reaksi emosional manusia.

Penelitian yang melibatkan ribuan pengguna internet dari 60 negara berbeda. Penelitian ini juga yang menunjukkan para pendengar dari berbagai belahan dunia dapat mengidentifikasi fungsi dari lagu tertentu. Identifikasi itu berdasarkan nada, melodi, tempo dan ketukan, walau tak mengerti betul arti liriknya.

Riset terbitan Current Biology ini memperlihatkan bahwa para responden lintas negeri mampu mengenali lagu mana yang digunakan untuk menenangkan bayi, menari, menyembuhkan penyakit atau mengekspresikan cinta. Sifat alami manusia yang kita bagi Bersama, memungkinkan untuk menjangkau hal itu. Artinya, musik juga terbukti mampu melampaui perbedaan budaya. Ia tak mengenal batas geografis dan zona waktu.

Selayaknya musik, sepak bola juga mampu menggapai ide dan pemikiran banyak orang. Aturan cara bermain atau Laws of the Game yang disepakati bersama adalah wujud manifestasi dari sifat sepak bola universal.

Kemiripannya musik dan sepakbola itu gemar berkolaborasi. Inilah yang memunculkan sesuatu agar bisa dinikmati siapa saja, baik di stadion-stadion maupun siaran televisi. Sebagai unsur hiburan, musik juga disajikan di upacara pembukaan ataupun laga pamungkas pesta sepakbola.

Baca juga: Dilema Siaran dan Kesehatan

Di gelaran Piala Dunia, Shakira pernah mendendangkan salah satu lagu resmi turnamen paling ikonik berjudul “Waka Waka” pada upacara penutupan Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan. Penampilannya tak kalah ikonik dengan Ricky Martin kala menyanyikan lagu “Livin La Vida Loca” sebelum final Piala Dunia 1998 di Prancis.

Di pesta sepakbola terbesar benua biru, David Guetta pernah manggung sebelum laga Final Euro 2016 di Stade de France. Lalu ada lagu “Butter” milik boyband asal Korea, BTS, yang diputar di Stadion Wembley sebagai salah satu lagu final Euro 2020.

Sebagai seremonial, musik instrumental atau orkestra disetel melalui pengeras suara stadion-stadion dunia seraya mengantar kedua kesebelasan memasuki lapangan pertandingan. Contohnya adalah FIFA anthem. Juga ada UEFA Champions League anthem yang termahsyur. Ini adalah jenis musik yang membuat bulu roma banyak orang berdiri.

Tanyakan itu pada Cristiano Ronaldo atau Erling Braut Haaland yang sempat tertangkap kamera menyanyikan lagu karya Tony Britten di sejumlah momen sebelum sepak mula. Mereka merapal lirik dengan khidmat bak menyanyikan lagu kebangsaan negaranya sendiri. Konon, dikutip dari BBC News, Gareth Bale bahkan pernah berujar, salah satu alasannya bermain untuk Real Madrid adalah untuk memastikan dirinya mendengar langsung UCL anthem dari tengah lapangan.

Lalu kita juga mengenal national anthem. Musik yang wajib dikumandangkan pada laga-laga internasional. Tak ada yang meragukan kesakralan lagu Indonesia Raya yang berkumandang di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK). Juga cara para pemain timnas Italia menyanyikan lagu kebangsaannya. Selalu berapi-api dan penuh energi yang berjudul “Fratelli de Italia”.

Dalam beberapa waktu terakhir, kita sering mendengar bagian riff lagu “Seven Nation Army” di stadion-stadion Eropa dan Amerika. Lagu milik Duo Rock asal Detroit, The White Stripes, pertama kali diperkenalkan sebagai lagu sepak bola oleh suporter Club Brugge pada 2006 silam.

Namun ia mulai benar-benar populer kala jadi lagu resmi pengantar gol di Euro 2012. Melodinya memang gampang disukai fans sepak bola. Sampai-sampai riff yang sama tetap dipertahankan sebagai Official Goal Song untuk gelaran Euro edisi 2016 dan 2020.

Sementara dalam bentuk yang paling berdikari, kita mengenalnya dengan nama chant. Hal ini merupakan musik yang berasal dari bangku penonton. Digunakan suporter sebagai mantra-mantra. Bisa untuk memacu semangat bertanding tim jagoan supaya bermain garang. Juga bisa dipakai tuk membikin ciut nyali tim lawan.

Bernyanyi bak paduan suara merupakan ritual wajib para fans di tribun-tribun stadion. Biasanya chant dinyanyikan dengan ditemani dentuman drum, lengkingan terompet, tepukan tangan atau bahkan tak menggunakan alat apa pun, alias modal pita suara. Maka Chant adalah jenis musik sepak bola yang ahli dalam menyebrangi daratan dan lautan.

Nyanyian “Allez Allez Allez” yang mulai identik dengan fans Liverpool contohnya. Selain di Inggris, gubahan chant ini juga dinyanyikan oleh fans Porto di Portugal, Napoli di Italia, Atletico Madrid di Spanyol, Glasgow Rangers di Skotlandia, bahkan Bali United di Indonesia!

Musik dan sepakbola memang mampu menembus ruang dan waktu. Meski miliaran penggila sepak bola dipisahkan oleh gunung dan laut, mungkin kita semua sepakat bahwa UCL anthem adalah lagu sepak bola termegah yang pernah ada.

Pun demikian dengan gairah penggawa Gli Azzurri saat merayakan lagu “Fratelli d`Italia”. Tentu saja ini subjektif. Tapi bagi saya yang tinggal 10.000 kilometer jauhnya dari tanah Italia, itu merupakan salah satu orkes terindah yang bisa dinikmati dari jagat sepak bola.

Simak juga:  Kota Kecil dan Mimpi Besar Villarreal!

 

Ganes Alyosha

*Penulis merupakan Quality Manager di perusahaan multinasional asal negara peraih 4 kali juara Piala Dunia. Bisa ditemui di twitter @ganesalyosha

 

Referensi:

 

https://www.cell.com/current-biology/comments/S0960-9822(17)31675-5

https://www.bbc.com/news/uk-england-london-53806965

[gambar] => https://panditfootball.com/images/large/2021pndt/fratteli%20de%20Italia.jpg [tanggal] => 31 Jan 2022 [counter] => 3.395 [penulis] => PanditFootball [penulis_foto] => https://panditfootball.com/assets/images/logo/Logo-transparent.png [penulis_slug] => https://panditfootball.com/profil/PanditFootball [penulis_desc] => Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis sepakbola, baik Indonesia maupun dunia. Analisis yang dilakukan meliputi analisis pertandingan, taktik dan strategi, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya. Keragaman latar belakang dan disiplin ilmu para analis memungkinkan PFI untuk juga mengamati aspek kultur, sosial, ekonomi dan politik dari sepakbola. Akun twitter: @panditfootball contact: redaksi@panditfootball.com [penulis_initial] => PND [kategori_id] => 454 [kategori_name] => PanditSharing [kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/pandit-sharing ) [1] => Array ( [artikel_id] => 1792 [slug] => https://panditfootball.com/pandit-sharing/1792/PFB/140121/stadion-utama-riau-antara-euforia-uang-dan-kekuasaan [judul] => Stadion Utama Riau: Antara Euforia, Uang, dan Kekuasaan [isi] =>

Oleh: Ramzy Muliawan

  Stadion adalah monumen untuk semua ayah yang sudah mati. Ia adalah monumen untuk para orang biasa. Demikian puisi seorang Belanda bernama Henk Spaan. Pada awalnya, stadion memang dibangun sebagai tempat yang sakral bagi tim sepak bola. Tapi stadion juga jadi tempat seorang ayah tertawa dan menangis, sembari memperkenalkan dunia sepak bola kepada anaknya. Dalam stadion, para suporter yang datang dari perantauan dapat melepaskan rindunya kepada klub pujaan dan melebur dengan mereka-mereka yang mengenakan identitas sama. Entah itu warna tim, atau sekadar gambar pada logo klub. Stadion adalah tempat suporter suatu klub, tanpa malu-malu, bisa bernyanyi dan bergoyang mendukung klub kesayangannya. Sampai batas tertentu, stadion juga menjadi arena ekspresi kebencian pada satu klub tertentu. Stadion adalah suatu entitas. Suatu institusi sosial yang adiluhung: menggambarkan kekuatan, kebesaran dan kekuatan suatu klub atau negara. Tapi bagaimana jika stadion itu kosong melompong selama bertahun-tahun? Apa jadinya jika stadion hanya dipakai sekali, lalu dibiarkan begitu saja? Inilah yang terjadi pada Stadion Utama Riau, Pekanbaru. Awalnya, stadion berkapasitas 40,000 tempat duduk ini digadang-gadang sebagai stadion masa depan. Dengan arsitektur ciri khas kebudayaan Melayu Riau, yaitu sampan dan dua patung songkok –tutup kepala khas Melayu– di pintu masuknya, Stadion Utama dipuji-puji sebagai mahakarya anak bangsa di provinsi kaya minyak ini. Bahkan, anggaran pembangunannya pun tak tanggung-tanggung, mencapai 900 miliar rupiah! Ini setara dengan enam kali biaya pembangunan Stadion Si Jalak Harupat di Bandung, yang “cuma” mencapai 135 milyar rupiah. Tak heran pula ada yang menggodok wacana pengusulan stadion ini menjadi salah satu stadion terbaik dunia. Bukan apa-apa, rumputnya dibeli khusus dari Australia. Jika pemerintah pusat  mengimpor sapi dari sana, maka warga Riau kebagian jatah rumputnya saja. Sementara itu, bangkunya diimpor langsung dari Malaysia, diborong bersama papan skor. Konon katanya, kursi di stadion ini juga tahan api. Entah benar entah tidak. Namun yang jelas, tentu pembangunan stadion ini telah menggelontorkan fulus yang tak sedikit. Namun, angka tetaplah angka, yang hanya berbicara di atas kertas, tidak di lapangan. Di balik pembangunan stadion ini, tersimpan sebuah elegi pahit. Stadion Utama awalnya memang dibangun untuk menyambut Pekan Olahraga Nasional (PON) 2012 yang berlangsung di bumi bertuah ini. Menjelang berlangsungnya pekan olahraga tahunan itu, Kualifikasi Piala Asia AFC U-22 digelar terlebih dahulu. Kala itu Indonesia memang mendapat kehormatan menjadi tuan rumah. Kehormatan yang pahit, karena kita sendiri gagal melaju ke putaran final setelah ditekuk Jepang 1-5. Stadion Utama pun mulai kerap jadi pembicaraan warga Riau yang bangga dengannya. Bahkan, menyebar kasak-kusuk bahwa kelak PSPS Pekanbaru akan bermain di stadion ini. Acara pembukaan PON yang megah meriah pun dilangsungkan di Stadion Utama.Tapi, final cabang sepak bola PON justru digelar nun jauh di sebelah utara kota, di Stadion Kaharuddin Nasution, kandang PSPS. Selepas PON, barulah terkuak kasus suap yang menyeret  pejabat-pejabat Pemerintah Provinsi. Bahkan Gubernur Rusli Zainal pun terpaksa mendekam di hotel prodeo karena kena getah skandal ini. Bagaimana nasib Stadion Utama? Selepas PON memang baru terkuak bahwa Pemprov Riau mempunyai utang yang tak langsai  ke kontraktor stadion. Utang ini mencapai Rp 100 miliar. Tak heran jika untuk menyelamatkan muka Indonesia di mata dunia, Islamic Solidarity Games pun dipindahkan dari Pekanbaru ke Palembang. Stadion Utama semakin ditinggalkan. Seusai pesta megah pembukaan PON, tak ada lagi pertandingan sepak bola digelar di stadion ini. Kini nasibnya pun kian tak jelas dari hari ke hari. Kontraktor yang berang, membentangkan spanduk tagihan di area taman hijau dekat bangunan stadion. Satu demi satu ubin stadion lepas dari tempatnya. Fasilitas umum, yang seharusnya dimanfaatkan oleh rakyat, menjadi suatu elegi pahit. Stadion Utama terpisahkan dengan jiwanya –para suporter dan orang-orang biasa-- oleh uang dan kekuasaan. Perlahan tapi pasti, Stadion Utama menjadi sesuatu yang telah mangkrak. Tak ada pesepakbola yang bermain di sini. Orang-orang yang datang dan pergi hanyalah para pedagang yang menjajakan dagangannya, geng motor yang kebut-kebutan di jalan aspal (yang tentu saja dibangun dengan APBD provinsi), pasangan muda mesum, dan Satpol PP yang meraung-raung sana sini mencari para bromocorah kecil yang menangguk di air keruh. Stadion Utama adalah korban euforia, uang dan kekuasaan. Semenjak awal, pembangunannya diselimuti euforia hebat dari warga Riau yang telah lama mengidam-idamkan modernitas di provinsi ini. Janji-janji manis dilempar oleh pemerintah yang mengatakan bahwa pembukaan Stadion Utama untuk umum adalah bukti “pemerataan pembangunan”. Namun yang terjadi adalah para pejabat meratakan duit anggaran kepada kolega-kolega mereka. Kekuasaan telah menyedot seluruh harapan masyarakat untuk menyaksikan laga sepak bola kelas dunia di stadion ini. Euforia pun surut, tertelan dengan kasus yang satu demi satu menampar muka para elit yang haus kekuasaan.
Mungkin, Stadion Utama belum sesakral Old Trafford atau seikonik Gelora Bung Karno. Namun, biarlah ia tegak berdiri di sana. Bukan sebagai monumen untuk orang-orang biasa yang merindukan sepakbola. Tapi sebagai batu penanda bahwa spesies bernama manusia pernah begitu rakus dan tamak terhadap uang dan kekuasaan.   Tulisan ini dikirim oleh:
Ramzy Muliawan, seorang pelajar dan (pura-pura) penulis sepak bola. Suporter Semen Padang dan pengagum Juventus. Biasa berkicau di @ramzymuliawan.       [gambar] => http://www.panditfootball.com/wp-content/uploads/2014/01/stadion1.jpg [tanggal] => 21 Jan 2014 [counter] => 9.955 [penulis] => redaksi [penulis_foto] => https://panditfootball.com/assets/images/logo/Logo-transparent.png [penulis_slug] => https://panditfootball.com/profil/redaksi [penulis_desc] => contact: redaksi[at]panditfootball.com [penulis_initial] => RDK [kategori_id] => 454 [kategori_name] => PanditSharing [kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/pandit-sharing ) ) [prev_post] => Array ( [artikel_id] => 209846 [slug] => https://panditfootball.com/article/show/pandit-sharing/209846/PFB/170904/belajarlah-dari-marouane-fellaini [judul] => Belajarlah dari Marouane Fellaini [isi] =>

Oleh: Giffar Kusdyanta

Pernahkah Anda membayangkan menjadi seorang yang begitu terlihat hina di depan banyak orang, bahkan Anda merasa tak ada satu pun orang yang menginginkan Anda? Jika pernah, belajarlah dari seorang Marouane Fellaini.

Kembali ke 2013 silam ketika David Moyes yang baru diangkat menjadi manajer Manchester United, menggantikan Sir Alex Ferguson, mendatangkan salah satu gelandang paling energik di Liga Primer dengan harga 27,5 juta paun bernama Marouane Fellaini. Manchester United yang dikaitkan dengan Francesc Fabregas atau Ander Herrera (nama ini akhirnya menjadi penggawa United) pun mendapatkan cemooh ketika yang hadir justru adalah Fellaini. Ia dianggap tidak sematang Fabregas atau tidak semenjanjikan Herrera saat itu.

Hasilnya? Musim itu Manchester United babak belur. David Moyes hanya berhasil menyelesaikan 10 bulan dari enam tahun kontrak yang ia tandatangani. Fellaini menjadi kambing hitam di setiap pertandingan yang ia mainkan. Musim itu Manchester united seperti sedang menjalankan proyek seri komedi yang begitu layak ditertawakan setiap pekannya.

Selepas Moyes pergi, United kedatangan meneer asal Belanda yang mampu menggebrak dunia di ajang Piala Dunia 2014. Peringkat tiga berhasil direbut, dan suporter United bersorak ria menyambut kedatangan sang meneer. Fellaini? Ia dikabarkan akan angkat kaki dari Manchester, mengikuti mantan manajer yang membawanya ke klub. Setidaknya itulah prediksi sekaligus menjadi harapan seluruh suporter Manchester United.

Kedatangan Ander Herrera, Daley Blind, Angel Di Maria, Radamel Falcao, serta Marcos Rojo seolah membuat Fellaini sudah seharusnya pergi. Bahkan suporter berharap ia adalah orang yang pertama kali ditendang dari skuat The Red Devils. Namun takdir berkata lain. Fellaini cedera secara misterius di saat-saat terakhir bursa transfer, setelah ia dirumorkan selangkah lagi bergabung dengan Napoli.

Takdir adalah sesuatu yang begitu unik. Ia datang penuh dengan kejutan, memupuskan harapan dari seseorang tak jarang juga menghancurkan mimpi seseorang. Setidaknya itulah yang dirasakan suporter Manchester United saat mengetahui di musim 2014/2015 mereka masih akan melihat banyak sikutan dan kartu merah dari seseorang yang tidak diinginkan karena dinilai merugikan.

Jika Anda suporter United, jujurlah pada diri Anda, selepas musim yang begitu buruk Anda percaya bahwa setelah menendang David Moyes, membuang Fellaini adalah cara terakhir untuk mengembalikan kejayaan, kalau perlu jangan pernah menulis nama Fellaini dan Moyes di buku sejarah Manchester United.

Sekarang Anda bayangkan menjadi Fellaini. Analogikan begini: Awalnya Anda baru saja pindah ke sebuah perusahaan. Di perusahaan tersebut tidak ada satu pun yang menyukai Anda selain teman se-divisi Anda sendiri. Setiap Anda masuk ke kantor Anda hanya akan dipandang sinis, bahkan dicemooh dan diremehkan di depan wajah sendiri.

Setiap kali perusahaan tempat Anda bekerja mengalami sebuah kebuntuan, Anda dianggap sebagai penyebabnya, bahkan ketika Anda sedang sakit sekali pun. Seluruh orang di kantor Anda berdoa agar Anda tidak pernah sembuh atau bahkan dipecat karena sakit itu. Saya yakin dalam tiga bulan sebagian besar dari Anda akan memilih hengkang.

Namun Fellaini mengubah segala prediksi. Tidak menyia-nyiakan kesempatan dari cedera yang ia alami, ia bangkit dan perlahan mulai membuka keran golnya dan beberapa kali berhasil memecah kebuntuan yang dialami Manchester United. Diawali oleh gol spektakuler saat melawan West Bromwich Albion, dilanjutkan dengan beberapa gol lainnya.

https://www.youtube.com/watch?v=WSkYjounX2w

Singkat cerita musim berganti. Louis van Gaal memasuki musim keduanya dengan gebrakan hebat, mendatangkan dua gelandang tengah yang cukup mumpuni dalam diri Morgan Schneiderlin dan Bastian Schweinsteiger. Cobaan bagi Fellaini pun kembali bertambah dan belum usai. Namanya diprediksi menjadi pilihan nomor lima di bawah Michael Carrick, Morgan Schneiderlin, Ander Herrera, serta Bastian Schweinsteiger, bahkan ia harus merelakan nomer punggungnya (31) bagi Basti.

Di sisi lain, sikap suporter kepadanya tidak banyak berubah. Mereka sama sekali tidak membayangkan bahwa ada Fellaini di musim itu. Kebanyakan orang berpendapat bahwa Fellaini sudah tidak punya kesempatan, bahkan setelah satu golnya pada pertandingan melawan Club Brugge di kualifikasi Liga Champions memperbesar kesempatan lolos Manchester United ke Liga Champions, suporter United masih tidak peduli.

Musim itu, tepatnya musim 2015/2016, United kembali menjadi lelucon. Kali ini setiap pekan suporter seperti sedang menonton pertandingan catur yang bahkan sama buruknya dari komedi a la David Moyes. Manchester united begitu membosankan ketika bermain. Kendati berhasil menggondol gelar Piala FA (Fellaini menyumbang satu gol di semi-final dan satu asis di final), sekali lagi Fellaini menjadi kambing hitam karena dengan perannya sebagai pemantul bola permainan United menjadi membosankan, monoton, tidak kreatif, dan minim inspirasi.

Van Gaal pergi, Jose Mourinho datang membawa sang anak hilang dari Juventus, Paul Pogba. Fellaini diprediksi akan kembali tersisih, dan duet Schneiderlin-Pogba diprediksi menjadi pilihan utama dan diharapkan seperti itu. Setengah musim berjalan Fellaini terus dipercaya bahkan setelah kecerobohan yang dilakukan saat melawat ke markas Everton pada Desember 2017 yang menyebabkan hilangnya poin di saat krusial.

Amarah suporter membuncah atas hal tersebut. Mereka pun berharap Januari 2018 nomer punggung 27 sudah kembali kosong atau bahkan dipensiunkan dan dianggap nomer sial di Manchester United.

Tapi Jose Mourinho bergeming, memupuskan harapan para suporter dan justru menendang Schneiderlin dan Schweinsteiger keluar dari Old Trafford dan tetap mempertahankan Fellaini. Banyak yang mempertanyakan keputusan Mourinho saat mempertahankan pemain yang bahkan tidak bisa mengumpan panjang, tidak fasih saat mengoper bola datar, ceroboh saat bertahan, dan tidak cukup baik dalam menyerang.

""

Sosok Jose Mourinho, yang begitu percaya akan kemampuan Fellaini

Meski begitu, pada musim tersebut United cukup berprestasi dan lolos ke Liga Champions dengan gol Fellaini ke gawang Celta Vigo yang cukup untuk meloloskan Manchester United ke final Liga Europa sebelum akhirnya memenangkannya. Semenjak itu Fellaini mulai dicintai para suporter bahkan penampilannya kala berhadapan dengan Real Madrid saat Piala Super Eropa 2017 mengundang decak kagum. Fellaini tampil begitu perkasa dan ia mampu membuat United kembali stabil saat bertahan maupun menyerang.

Sesungguhnya Fellaini bisa saja pergi dengan cepat dari United. Namun, Fellaini seolah berubah dari pemain yang begitu emosional dan tak karuan saat tensi sedang memanas, menjadi seorang yang begitu bijak dan tenang (jika tidak percaya Anda bisa menonton keributan di saat-saat terakhir pertandingan semi-final Liga Europa melawan Celta Vigo). Fellaini bahkan dipercaya mengembah ban kapten pada satu pertandingan resmi untuk tim sebesar Manchester United. Fellaini menjadi pemain yang penting.

Pada akhirnya Fellaini membuat kita belajar bahwa menyerah bukanlah sebuah opsi. Lari sebagai pecundang adalah sebuah kekalahan terbesar. Ia mampu memanfaatkan peluang di saat kesulitan hadir, dan saat itulah ia mendapatkan tepuk tangan dari orang-orang yang membenci dirinya. Sebuah fase pendewasaan yang luar biasa dari seorang Marouane Fellaini.

Penulis berasal dari ibukota, tidak memiliki nama panjang,  berasal dari kelas pekerja, melepas penat di akhir pekan dengan menonton Manchester United, bisa dihubungi di akun twitter @sayagiffar


Tulisan ini merupakan hasil kiriman dari penulis lewat rubrik Pandit Sharing. Isi dan opini di dalam tulisan merupakan tanggung jawab penuh penulis 

[gambar] => https://panditfootball.com/images/large/EPL%202017-2018/Mukelu_Fellaini.JPG [tanggal] => 04 Sep 2017 [counter] => 23.282 [penulis] => panditsharing [penulis_foto] => https://panditfootball.com/images/attach/panditsharingsmall.jpg [penulis_slug] => https://panditfootball.com/profil/panditsharing [penulis_desc] => Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com 1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan 2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word 3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll) 4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan) [penulis_initial] => PSH [kategori_id] => 454 [kategori_name] => PanditSharing [kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/pandit-sharing ) [next_post] => Array ( [artikel_id] => 209848 [slug] => https://panditfootball.com/article/show/sains-bola/209848/PFB/170903/keamanan-stadion-bukan-cuma-fasilitas-dan-petugas-tapi-juga-perilaku-penonton [judul] => Keamanan Stadion Bukan Cuma Fasilitas dan Petugas Tapi Juga Perilaku Penonton [isi] =>

Saya punya mimpi untuk berekreasi ke stadion bersama keluarga sambil menonton pertandingan sepakbola. Jika saya sedang membicarakan stadion di Inggris, Jerman, atau Jepang, mungkin yang menjadi unsur “mimpi” di kalimat tersebut hanya tempatnya, karena saya harus merogoh kocek sangat dalam untuk merealisasikannya. Tapi jika saya sedang membicarakan stadion di Indonesia, unsur “mimpi” di kalimat tersebut malah semakin menggelikan karena hampir pasti tidak akan terealisasikan.

Namun, jangan suudzon dulu dengan Indonesia. Pada kenyataannya, pelaksanaan acara olahraga bisa memakan sebanyak 2.000 korban jiwa setiap tahunnya. Keselamatan dan keamanan penonton di fasilitas olahraga telah menjadi hal yang sangat penting di seluruh dunia pada tahap desain, konstruksi, pelaksanaan pertandingan, dan pengelolaan fasilitas olahraga dengan langkah-langkah yang diberlakukan untuk menjamin keamanan dan keselamatan di fasilitas olahraga, khususnya stadion sepakbola.

Kasus terbaru mengenai kematian Catur Yuliantono, suporter tim nasional Indonesia, di pertandingan persahabatan antara Indonesia melawan Fiji, menjadi buah bibir dalam kasus yang berkaitan dengan keamanan dan keselamatan ini.

Almarhum meninggal di tribun timur setelah terkena luncuran petasan roket dari tribun yang letaknya sebenarnya cukup jauh, tribun selatan. Kita bisa mencari kambing hitam dari kejadian ini: oknum peluncur petasan, pihak keamanan, desain stadion, nasib korban, angin yang membuat luncuran petasan mengarah ke tribun timur, dan masih banyak alasan lainnya.

Jujur saja, menonton pertandingan sepakbola di stadion sudah dianggap sebagai salah satu kegiatan yang berisiko. Intinya, banyak aspek yang memengaruhi keamanan dan keselamatan di stadion sepakbola. Kita tidak bisa hanya menunjuk satu kambing hitam pada kejadian Indonesia melawan Fiji yang memakan korban dari situasi yang sebenarnya tidak penting-penting amat, yaitu petasan nyasar.

https://twitter.com/panditfootball/status/903992178007048192

Peran desain dan manajemen dalam keamanan dan keselamatan stadion sepakbola

Dalam beberapa jurnal dan peraturan yang saya tinjau mengenai stadion sepakbola, ada banyak aspek desain diatur untuk keselamatan ekstra seperti desain tangga dan koridor di mana kecelakaan dan “kemacetan manusia” biasa terjadi, material bangunan, pemisahan perimeter (dengan pagar pemisah), sampai pemisah antara tribun dan lapangan (di Indonesia umumnya adalah parit atau trek atletik).

Hal-hal di atas bukan lah penyelesaian desain yang mengedepankan estetika, tetapi salah satu yang efektif di Indonesia. Stadion Patriot Chandrabhaga sebenarnya sudah memenuhi semua aspek desain di atas, sehingga kita bisa berlanjut ke aspek berikutnya.

Dari aspek manajemen, aktivitas di stadion akan memengaruhi manajemen perencanaan operasional, misalnya pada keamanan, evakuasi, pengaturan alur penonton, zoning, dan lain sebagainya, sehingga akses masuk harus dibuat terbatas jumlahnya, tetapi bisa ditambah ketika penonton membludak untuk menghindari overcrowd. Harus ada pemisah yang jelas untuk penonton tandang.

Pada FIFA Stadium Safety and Security Regulations, dua hal yang menjadi fokus pada kajian infrastruktur yang berkaitan dengan penonton adalah (1) alur penonton dan pemisahan wilayah, dan (2) faktor pengawasan umum.

Penegasan pelarangan membawa barang yang rentan api juga menjadi hal penting di Indonesia, umumnya adalah korek api, rokok, apalagi suar (flare) dan petasan. Hal ini membuat security check pada perimiter pertama (body check) akan sangan menentukan. Nah, dari aspek manajemen ini mungkin pihak pengawas Stadion Patriot kecolongan.

Pada intinya begini, apa-apa yang tidak terselesaikan pada aspek desain, maka seharusnya bisa terselesaikan pada aspek manajemen. Tapi, ini kabar buruknya, bencana di stadion tidak sepenuhnya berasal dari kesalahan desain dan manajemen, tapi dari perilaku penonton.

Hal yang tak terselesaikan dari desain dan manajemen: perilaku penonton

Saya bisa bicara soal peraturan desain dan manajemen stadion sepakbola sampai berbusa, tapi pada akhirnya kita tetap akan kecolongan. Membicarakan stadion sepakbola yang aman bukan hanya soal bentuk fisik dan manajemen dari stadion itu sendiri.

Misalnya, Stadion Wembley memiliki desain dan manajemen yang super-aman untuk menggelar pertandingan paling bertensi tinggi seperti Tottenham Hotspur menghadapi Chelsea. Sekarang bayangkan saja begini: jika Stadion Wembley dan seisinya (artinya dalam aspek manajemennya) bisa dipindahkan ke Indonesia dan disuruh menggelar pertandingan yang punya rivalitas panas dengan suporter dari kedua kesebelasan boleh masuk dan menonton, apa bisa menjamin pertandingan akan berjalan aman?

""

Dari sini kita seperti ditabok oleh kita sendiri. Kita tidak bisa menyelesaikan hal-hal elementer dengan sesuatu yang terlalu advanced. Sebagai analogi, kecelakaan lalu lintas bukan merupakan kesalahan polisi ketika polisi yang menilang pengendara motor tanpa helm saja sudah dianggap sesuatu hal yang mengesalkan. Apalagi sampai ada pemakluman tidak memakai helm di jalan raya. 

Ini semua berakar pada diri kita sendiri. Kita harus memperbaiki perilaku sebagai penonton sepakbola. (Baca juga: Mempertanyakan Kontribusi Langsung Suporter kepada Finansial Kesebelasan)

Penyelesaian masalah keamanan dan keselamatan yang berkaitan dengan suporter tidak bisa diselesaikan begitu saja dengan desain maupun manajemen, termasuk penerapan CCTV dan sistem tiket elektronik. Sedangkan edukasi bagi suporter juga dinilai tidak akan terlalu efektif karena menyangkut mental penonton yang pada dasarnya ingin diakui (aktualisasi diri) sehingga tidak akan terhindar dari tindakan kekerasan, baik di dalam maupun di luar stadion.

Ada persamaan antara korban, almarhum Catur Yuliantono, dengan sang peluncur petasan, yaitu persamaan antara orang meninggal dengan orang bodoh. Orang meninggal tidak merasakan dari dampak ia meninggal, tapi yang merasakannya justru adalah orang-orang di sekitarnya. Hal yang sama berlaku untuk orang bodoh.

Mulai dari sekadar membawa botol minum (apalagi melemparnya), rokok, korek api, suar, petasan, senjata tajam, dan lain sebagainya; ya, kalau mau apa-apa, ya, mikir, kek. Mohon maaf jika ada yang tersinggung. Mentalitas bangsa kita dipertaruhkan dari hal-hal elementer seperti ini, baik di stadion sepakbola, di jalan raya, atau dimanapun.


Sumber peraturan:

Sumber jurnal:

Akar masalah:

[gambar] => https://panditfootball.com/images/large/others/Football_stadium_tragedy.JPG [tanggal] => 03 Sep 2017 [counter] => 4.744 [penulis] => dexglenniza [penulis_foto] => https://panditfootball.com/images/attach/Dex_Glenn%C4%B1za_at_Sports_Performance_Lab_Kanoya_JP2.jpg [penulis_slug] => https://panditfootball.com/profil/dexglenniza [penulis_desc] => Your personal football analyst. Contributor at Pandit Football Indonesia, head of content at Box2Box Football, podcaster at Footballieur, writer at Tirto.ID, MSc sport science, BSc architecture, licensed football coach... Who cares anyway! @dexglenniza [penulis_initial] => DGA [kategori_id] => 334 [kategori_name] => Sains [kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/sains-bola ) [categories] => Array ( [0] => Array ( [kategori_id] => 18 [kategori_name] => Editorial [kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/editorial [status] => 1 [counter] => 203 ) [1] => Array ( [kategori_id] => 4969 [kategori_name] => Advetorial [kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/advetorial [status] => 1 [counter] => 46 ) [2] => Array ( [kategori_id] => 6729 [kategori_name] => tentang [kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/tentang [status] => 1 [counter] => 0 ) [3] => Array ( [kategori_id] => 334 [kategori_name] => Sains [kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/sains-bola [status] => 1 [counter] => 183 ) [4] => Array ( [kategori_id] => 454 [kategori_name] => PanditSharing [kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/pandit-sharing [status] => 1 [counter] => 613 ) [5] => Array ( [kategori_id] => 6719 [kategori_name] => Terbaru [kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/terbaru [status] => 1 [counter] => 0 ) [6] => Array ( [kategori_id] => 599 [kategori_name] => Berita [kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/berita [status] => 1 [counter] => 3271 ) [7] => Array ( [kategori_id] => 151 [kategori_name] => Fantasy Premier League [kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/fpl-football-culture [status] => 1 [counter] => 930 ) [8] => Array ( [kategori_id] => 1385 [kategori_name] => Jadwal Siaran Televisi [kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/jadwal-siaran-televisi [status] => 1 [counter] => 2 ) [9] => Array ( [kategori_id] => 3 [kategori_name] => Analisis [kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/analisa-pertandingan [status] => 1 [counter] => 1270 ) [10] => Array ( [kategori_id] => 5 [kategori_name] => Football Culture [kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/football-culture [status] => 1 [counter] => 31 ) [11] => Array ( [kategori_id] => 2049 [kategori_name] => Nasional [kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/nasional [status] => 1 [counter] => 87 ) [12] => Array ( [kategori_id] => 392 [kategori_name] => Cerita [kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/cerita [status] => 1 [counter] => 3163 ) ) [populer_tag] => Array ( [0] => stdClass Object ( [tag_id] => 20 [tag_name] => EPL [tag_slug] => epl [status_tag] => 0 [hitung] => 1279 ) [1] => stdClass Object ( [tag_id] => 7021 [tag_name] => Indonesia [tag_slug] => indonesia [status_tag] => 2 [hitung] => 867 ) [2] => stdClass Object ( [tag_id] => 6143 [tag_name] => Manchester United [tag_slug] => manchester-united [status_tag] => 0 [hitung] => 639 ) [3] => stdClass Object ( [tag_id] => 6502 [tag_name] => Liga Champions Eropa [tag_slug] => liga-champions-eropa [status_tag] => 0 [hitung] => 495 ) [4] => stdClass Object ( [tag_id] => 63 [tag_name] => Chelsea [tag_slug] => chelsea [status_tag] => [hitung] => 479 ) [5] => stdClass Object ( [tag_id] => 42 [tag_name] => Arsenal [tag_slug] => arsenal [status_tag] => [hitung] => 474 ) ) [populer_sidebar] => Array ( [0] => Array ( [slug] => https://panditfootball.com/taktik/215443/PFB/240317/sekarang-thiago-motta-tidak-akan-diejek-lagi [judul] => Sekarang, Thiago Motta Tidak Akan Diejek Lagi [gambar] => https://panditfootball.com/images/large/2022/FI%20BOLOGNSA.jpeg [tanggal] => 17 Mar 2024 [counter] => 7.470 ) [1] => Array ( [slug] => https://panditfootball.com/analisa-pertandingan/215427/PFB/240117/indonesia-vs-irak-mengapa-wasit-tidak-menganulir-gol-kedua-irak [judul] => Indonesia vs Irak : Mengapa Wasit Tidak Menganulir Gol Kedua Irak [gambar] => https://panditfootball.com/images/large/FPL%202023-2024/WhatsApp%20Image%202024-01-16%20at%2010.26.01%20PM.jpeg [tanggal] => 17 Jan 2024 [counter] => 5.399 ) [2] => Array ( [slug] => https://panditfootball.com/analisa-pertandingan/215442/PFB/240302/siapa-bisa-hentikan-inter-di-serie-a [judul] => Siapa Bisa Hentikan Inter di Serie A? [gambar] => https://panditfootball.com/images/large/2022/Italia/FI%20-%20Dominasi%20Inter.jpeg [tanggal] => 02 Mar 2024 [counter] => 4.889 ) [3] => Array ( [slug] => https://panditfootball.com/cerita/215428/PFB/240117/eritrea-dan-kisah-pemain-yang-kabur-dari-negaranya [judul] => Eritrea dan Kisah Pemain yang Kabur dari Negaranya  [gambar] => https://panditfootball.com/images/large/Afrika/FI%20ERITREA.jpeg [tanggal] => 17 Jan 2024 [counter] => 1.911 ) ) [terbaru_sidebar] => Array ( [0] => Array ( [slug] => https://panditfootball.com/pandit-sharing/215481/PFB/240923/ [judul] => Penunjuk Jalan Menuju Panah Hijau di FPL [gambar] => https://panditfootball.com/images/large/FI%20-%20PANDIT%20SHARING%20FPL/PS%20-%20PENUNJUK%20JALAN.png [tanggal] => 23 Sep 2024 [counter] => 277 [penulis] => panditsharing [penulis_foto] => https://panditfootball.com/images/attach/panditsharingsmall.jpg [penulis_slug] => https://panditfootball.com/profil/panditsharing [kategori_name] => PanditSharing [kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/pandit-sharing ) [1] => Array ( [slug] => https://panditfootball.com/pandit-sharing/215487/PFB/240918/ [judul] => Simulasi Pemain Timnas Jadi Aset FPL [gambar] => https://panditfootball.com/images/large/FI%20-%20PANDIT%20SHARING%20FPL/PS%20-%20SIMULASI%20PEMAIN%20TIMNAS%20JADI%20ASET%20FPL.png [tanggal] => 18 Sep 2024 [counter] => 208 [penulis] => panditsharing [penulis_foto] => https://panditfootball.com/images/attach/panditsharingsmall.jpg [penulis_slug] => https://panditfootball.com/profil/panditsharing [kategori_name] => PanditSharing [kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/pandit-sharing ) [2] => Array ( [slug] => https://panditfootball.com/pandit-sharing/215482/PFB/240912/ [judul] => Kupas Misteri Naik Turun Harga Aset di FPL [gambar] => https://panditfootball.com/images/large/FI%20-%20PANDIT%20SHARING%20FPL/PS%20-%20HARGA%20ASET.png [tanggal] => 12 Sep 2024 [counter] => 389 [penulis] => panditsharing [penulis_foto] => https://panditfootball.com/images/attach/panditsharingsmall.jpg [penulis_slug] => https://panditfootball.com/profil/panditsharing [kategori_name] => PanditSharing [kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/pandit-sharing ) [3] => Array ( [slug] => https://panditfootball.com/pandit-sharing/215480/PFB/240912/ [judul] => Dilema Kepemilikan Erling Haaland: Madu atau Racun? [gambar] => https://panditfootball.com/images/large/FI%20-%20PANDIT%20SHARING%20FPL/PS%20-%20HAALAND%20MADU%20ATAU%20RACUN.png [tanggal] => 12 Sep 2024 [counter] => 618 [penulis] => panditsharing [penulis_foto] => https://panditfootball.com/images/attach/panditsharingsmall.jpg [penulis_slug] => https://panditfootball.com/profil/panditsharing [kategori_name] => PanditSharing [kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/pandit-sharing ) ) [categories_with_count] => Array ( [0] => Array ( [kategori_id] => 18 [kategori_name] => Editorial [kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/editorial [status] => 1 [counter] => 203 ) [1] => Array ( [kategori_id] => 4969 [kategori_name] => Advetorial [kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/advetorial [status] => 1 [counter] => 46 ) [2] => Array ( [kategori_id] => 6729 [kategori_name] => tentang [kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/tentang [status] => 1 [counter] => 0 ) [3] => Array ( [kategori_id] => 334 [kategori_name] => Sains [kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/sains-bola [status] => 1 [counter] => 183 ) [4] => Array ( [kategori_id] => 454 [kategori_name] => PanditSharing [kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/pandit-sharing [status] => 1 [counter] => 613 ) [5] => Array ( [kategori_id] => 6719 [kategori_name] => Terbaru [kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/terbaru [status] => 1 [counter] => 0 ) [6] => Array ( [kategori_id] => 599 [kategori_name] => Berita [kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/berita [status] => 1 [counter] => 3271 ) [7] => Array ( [kategori_id] => 151 [kategori_name] => Fantasy Premier League [kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/fpl-football-culture [status] => 1 [counter] => 930 ) [8] => Array ( [kategori_id] => 1385 [kategori_name] => Jadwal Siaran Televisi [kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/jadwal-siaran-televisi [status] => 1 [counter] => 2 ) [9] => Array ( [kategori_id] => 3 [kategori_name] => Analisis [kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/analisa-pertandingan [status] => 1 [counter] => 1270 ) [10] => Array ( [kategori_id] => 5 [kategori_name] => Football Culture [kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/football-culture [status] => 1 [counter] => 31 ) [11] => Array ( [kategori_id] => 2049 [kategori_name] => Nasional [kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/nasional [status] => 1 [counter] => 87 ) [12] => Array ( [kategori_id] => 392 [kategori_name] => Cerita [kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/cerita [status] => 1 [counter] => 3163 ) ) [meta_title] => Villa dan Icardi yang Kembali ke Timnas [meta_desc] => Oleh: Nanda Rizka Syafriani NasutionAda yang menyenangkan di kualifikasi Piala Dunia 2018 kali ini, terutama untuk penggemar David Villa dan Mauro Icardi. Mereka dipanggil untuk membela tim nasional... [meta_keyword] => Argentina,spanyol,david villa,Mauro Icardi,Kualifikasi Piala Dunia 2018 [meta_image] => https://panditfootball.com/images/large/Internasional/David_Villa.jpg [meta_url] => https://panditfootball.com/article/show/pandit-sharing/209847/PFB/170904/assets/images/logo/argentina [js_custom_page] => [socmed_facebook] => [socmed_instagram] => Array ( [id_option] => 26 [name_option] => socmed_instagram [value_option] => https://www.instagram.com/panditfootball/ [desc_option] => @panditfootball ) [socmed_youtube] => Array ( [id_option] => 25 [name_option] => socmed_youtube [value_option] => https://www.youtube.com/@pandit.football [desc_option] => @pandit.football ) [socmed_twitter] => Array ( [id_option] => 24 [name_option] => socmed_twitter [value_option] => https://x.com/panditfootball [desc_option] => @panditfootball ) ) 1
PANDIT FOOTBALL INDONESIA

Villa dan Icardi yang Kembali ke Timnas

Villa dan Icardi yang Kembali ke Timnas
Font size:

Oleh: Nanda Rizka Syafriani Nasution

Ada yang menyenangkan di kualifikasi Piala Dunia 2018 kali ini, terutama untuk penggemar David Villa dan Mauro Icardi. Mereka dipanggil untuk membela tim nasional masing-masing. Mereka kembali mengenakan kostum kebanggaan setiap pemain untuk membela tanah kelahirannya.

Lahir di Asturias, 3 Desember 1981, pria bernama David Villa Sanchez itu mengawali kariernya di sebuah klub yang bermarkas di Asturias, Sporting de Gijon. Pemain yang merupakan suami dari Patricia Gonzales itu mengawali karier sepakbolanya dari bawah dengan menjadi pemain Sporting Gijon B sejak 1999 hingga 2001 hingga kemudian bermain di tim utama sejak 2001 hingga 2003.

Villa kemudian pindah ke Real Zaragoza dengan transfer seharga 2,70 juta euro dan bermain hingga 2005, sebelum akhirnya ia pindah ke Valencia dengan mahar 12 juta euro yang menjadi lonjakan dalam karier sepakbolanya. Di Valencia, ia menjadi salah satu pencetak hattrick tercepat (menit ke-80 sampai menit ke-85) yang dibuatnya pada pada 23 April 2006. 

Catatan 59 gol untuk Valencia dan penampilan apik bersama timnas Spanyol membuat Barcelona kepincut dengan pemain yang dijuluki El Guaje tersebut. Ia pun hijrah ke Nou Camp di 2010 dengan transfer 40 juta euro dan menjadi tandem kuat lini depan bersama Pedro Rodriguez dan Messi. Prestasi terbaiknya adalah ketika membawa Barcelona memenangi Liga Champions musim 2010/2011 melawan Manchester United di Wembley dengan skor akhir 3-1 dan Villa mencetak satu gol di pertandingan tersebut. 

Petaka cedera ketika melawan Al-Sadd di Piala Dunia Antarklub membuat Villa menepi selama delapan bulan hingga absen di Piala Eropa 2012. Kembalinya Villa kemudian disambut pendukung Blaugrana pada 19 Agustus 2012 ketika melawan Real Sociedad (masuk menit ke 75 menggantikan Pedro). Barca memenangkan pertandingan dengan skor 5-1 dan Villa juga ikut mencatatkan nama nya di papan skor.

Namun, setelah cedera panjang Villa seperti kehilangan kemampuan mencetak golnya sehingga akhirnya Barcelona melepasnya di 2013 untuk menyeberang ke Vicente Calderon. Hanya bertahan satu musim di Atletico, Villa memutuskan untuk melanjutkan kariernya di Amerika. Villa menerima pinangan New York City FC dengan status free transfer dan kebangkitannya di mulai disana.

Sebagai pencetak gol terbanyak untuk El Matador (97 caps dan 59 gol) dan berhasil membawa Spanyol menjuarai Piala Eropa 2008 dan Piala Dunia 2010, Villa sempat memutuskan untuk mengakhiri kariernya di timnas. Ia memutuskan pensiun di 2014 setelah memulai perjalanan di timnas Spanyol sejak 9 Februari 2005.

Pencapaiannya di NYCFC dengan 60 gol dari 87 pertandingan serta penghargaan MVP MLS pada 2016 mebuat Julen Lopetegui kembali memanggil pemain berumur 35 tahun itu untuk kembali memperkuat La Furia Roja . Hal ini yang membuat penggemar sepakbola cukup senang dengan kembalinya sang pemain dan bergabung kembali dengan Iniesta dkk. Sang pemain pun mengungkapkan bahwa tidak masalah jika dirinya tidak masuk starting eleven ketika melawan Italia.

Lain Villa, lain pula Icardi

Berbeda dari Villa, Icardi punya cerita lain perihal dirinya yang baru dipanggil oleh Tim Nasional Argentina. Jorge Sampaoli akhirnya memanggil pria yang sempat belajar di La Masia bersama Messi tersebut.

Pria bernama lengkap Mauro Emanuel Icardi Rivero ini lahir di Rosario, Argentina, 19 Februari 1993. Icardi kecil memulai mimpinya sebagai pemain sepakbola dengan bergabung di Vecindario, di Gran Canaria setelah pada usia 6 tahun memutuskan pindah ke Spanyol. 

Icardi yang pernah menimba ilmu di Barcelona setelah direkrut pada 2008 silam tersebut kemudian dipinjamkan ke Sampdoria pada 2011. Ia dipermanenkan oleh klub yang bermarkas di Stadion Luigi Ferraris tersebut di musim 2011/2012 setelah mencatatkan penampilan gemilang selama 6 bulan dengan 13 gol dari 19 penampilan di tim Primavera.

Dari 33 penampilan dan 11 gol di Sampdoria, Maurito, julukan Icardi, kemudian berlabuh ke Internazionale Milan pada 2013 silam dengan mahar sebesar 13 juta euro. Di Inter, Icardi sendiri mencatatkan catatan gemilang dengan 148 penampilan dengan 82 gol dan 22 asis. Meski sempat berseteru dengan para Interisti, sampai sekarang Icardi tetap berseragam Inter bahkan dipercaya untuk memegang jabatan sebagai kapten tim. 

Berbagai catatan apik bersama klub ternyata tidak membuat Icardi langsung bergitu saja melenggang untuk membela negaranya. Banyak asumsi yang dikeluarkan terhadap mengapa sang penyerang belum juga dipanggil padahal sudah menorehkan prestasi di level klub. Salah satu dugaan pun muncul, yaitu karena masalah pribadi yang ia alami.

Cintanya kepada Wanda Nara, perempuan yang enam tahun lebih tua darinya disinyalir membuat Icardi terhambat untuk membela timnas Argentina. Wanda Nara merupakan mantan istri dari Maxi Lopez yang notabene merupakan sahabatnya sejak berseragam Sampdoria.

Maxi merasa sangat dikhianati oleh sahabatnya sendiri setelah mengetahui bahwa istrinya jatuh ke pelukan pria yang usianya lebih muda meskipun saat itu mereka telah mempunyai tiga anak. Wanda memilih untuk bercerai dengan Maxi dan menikah dengan Icardi yang jatuh hati kepada istri seseorang yang dianggapnya idolanya tersebut. Wajar jika Maxi sangat dendam dengan pamain yang saat ini berumur 24 tahun tersebut.

Permasalahan internal dengan Maxi diduga menjadi penyebab Icardi belum juga dipanggil oleh timnas mengingat Maxi sendiri merupakan pemain timnas Argentina. Padahal secara kemampuan, Icardi sudah punya kemampuan yang cukup untuk membela timnas.

Pada Agustus 2017, pelatih Argentina, Jorge Sampaoli memutuskan untuk memanggil Icardi yang dirasa mampu untuk kembali menaikkan asa Argentina untuk lolos ke Rusia setelah di beberapa pertadingan tersendat. Argentina sadar untuk tidak bisa terus bergantung kepada seorang Lionel Messi. Sampaoli mungkin telah membelakangkan masa lalu perdebatan mengenai Icardi yang lebih mementingkan kontribusi gol nya sebagai ujung tombak Inter Milan untuk sesegera mungkin membantu Argentina. 

Mampukah seorang Icardi membuktikan diri dan mampukah ia mempersembahkan gelar untuk La Albiceleste? Dan mampukah seorang David Villa membawa Spanyol menjuarai Piala Dunia 2018?

Welcome back, Villa, and enjoy your moment, Icardi!                   

Penulis adalah mahasiswi di salah satu perguruan tinggi negeri di Sumatera Utara. Biasa berkicau di akun Twitter @anandarizkasn


Tulisan ini merupakan hasil kiriman penulis lewat rubrik Pandit Sharing. Isi dan opini di dalam tulisan merupakan tanggung jawab penuh penulis

Belajarlah dari Marouane Fellaini
Artikel sebelumnya Belajarlah dari Marouane Fellaini
Keamanan Stadion Bukan Cuma Fasilitas dan Petugas Tapi Juga Perilaku Penonton
Artikel selanjutnya Keamanan Stadion Bukan Cuma Fasilitas dan Petugas Tapi Juga Perilaku Penonton
Artikel Terkait