Oleh: Ismail Noer Surendra
Foto: Antara/Rizal Hanafi
Saya adalah bagian dari perusuh dari kerusuhan yang terjadi di Tuban Sport Center pada Selasa, 18 Februari 2025. Kerusuhan yang mungkin sangat memenuhi sosial mediamu beberapa hari ini. Sebuah kerusuhan yang mencoreng nama sepakbola Indonesia. Huru-hara yang tentu membuatmu berpikir bagaimana bisa kelompok suporter bisa melakukan tindakan barbar yang mencoreng sportifitas sepakbola tersebut.
Kerusuhan tersebut tentu terjadi karena tidak ada muasal. Selogis tidak ada api yang terbakar tanpa ada sesuatu yang menyulutnya. Tindakan barbar kami tersebut adalah puncak emosi yang sudah naik ke ubun-ubun. Kami tidak bisa menerima sesuatu yang telah mencoreng harga diri klub yang kami cintai: Persela Lamongan.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa Liga 2 kerap menjadi ladang para mafia mencari nafkah. Hal tersebut tentu membuat kami yang terbiasa bermain di Liga 1 selama bertahun-tahun menjadi kesal. Kami yang terbiasa menyaksikan pertandingan yang kompetitif dan seru di Liga 1 menjadi harus rela menyaksikan pertandingan Liga 2 yang menyedihkan. Selama tiga tahun ini, kami jadi harus terus mengelus dada menyaksikan pertandingan monoton yang penuh dengan kekerasan dan mengulur-ulur waktu.
Ketum PSSI Erick Thohir dalam jumpa pers Liga 2 mengungkapkan bahwa pihaknya akan menindak tegas apabila ada klub-klub di Liga 2 Indonesia musim 2024/2025 yang "bermain sabun" atau bermain kotor. PSSI berkomitmen dengan tidak segan untuk menghukum tim yang bermain curang pada setiap pertandingan di Liga 2. Namun, Erick mengungkapkan perlu satu-dua tahun lagi untuk bisa melakukan sesuatu yang ideal untuk Liga 2.
“Alhamdulillah Liga 1 sudah berjalan baik. Sudah ada VAR dan training perwasitan, bahkan kemarin wasit asing. Tentu Liga 2 sekarang berlanjut karena perlu satu-dua tahun untuk menstabilkan Liga 2. Supaya semua dapat menanamkan permainan bersih. Siapa yang 'bermain sabun' di Liga 2 saya sikat," ucap Erick pada Selasa 3 September 2024.
Erick Thohir/Foto: Bola.net
Berdasar ucapan Pak Ketum, kami menyimpulkan paham bahwa Liga 2 musim ini bukanlah liga yang benar-benar bersih. Pembenahannya baru bisa dilakukan paling cepat mungkin musim depan dan mungkin baru benar-benar terealisasi tahun depan. Liga 2 masih mempunyai masalah yang belum bisa diselesaikan oleh PSSI secara cepat. Semua hal buruk bisa saja terjadi pada kami yang bermain di Liga 2. Termasuk dengan mafia yang bermain-main selama Persela berlaga.
Atas dasar prasangka buruk itu, kami harus menjadi legowo untuk bermain di Liga yang menyedihkan ini. Dan terciumlah ihwal adanya sosok-sosok yang kami curigai turut bersahabat dengan mafia dalam jajaran manajemen Persela Lamongan. Semenjak Persela dipimpin Bos Belikopi, orang tersebut selalu ngintil pada setiap pertandingan. Saya tentu tak ingin menyebutkan siapa namanya karena bisa terkena kasus hukum pasal UU ITE.
Desas-desus itu kami dapat dari beberapa orang yang kami percaya yang sudah berada dalam tim Persela selama bertahun-tahun. Selain itu, panasnya sosial media yang membongkar keburukan sosok tersebut membuat kami semakin muak. Unggahan dari akun anonim @dhemit_is_back02 kian menyulut amarah kami. Kami menjadi tidak terima bahwa tim yang kami dukung selama bertahun-tahun menjadi mempunyai gerbong yang berisi penyakit.
“Ini smua bukan salah Manajemen tapi ada pemain yang masuk angin dari mafia bola (bandar Judoy). Ada agen yang langsung ke pemain untuk buat masuk angin jadi kalian kalau salahkan manajemen @perselafc salah besar dan ini terjadi bukan hanya di pemain @perselafc hampir smua. Bocoran lagi dari BMKG pusat Gabut : Ada skenarion Jatim degradasi 1 promosi 1 Jogja/ Jateng Degradasi 1 promosi 1 Sumatera Degradasi 1 promosi 1,” tulis akun @dhemit_is_back02 dalam postingan yang menampilkan logo Persela Lamongan itu.
Kemarahan ini barangkali sudah menemukan gejalanya pada musim lalu. Sebetulnya Persela mempunyai skuad yang sangat mewah daripada tim Liga 2 lainnya dengan diperkuat Zulham Zamrun, Lee Yu-Jun, Dzumafo, Silvio Escobar, hingga Alfin Tuasalamony.
Kemewahan tersebut terbukti dengan digdayanya Persela pada fase grup putaran pertama. Pada laga kandang maupun tandang, Persela selalu menang dan sulit dikalahkan. Tim yang saat itu dipimpin Djajang Nurjaman unggul jauh tujuh poin dari Deltras Sidoarjo di peringkat kedua.
Namun hal yang menyedihkan hadir pada putaran ke-2. Zulham Zamrun Cs melempem dan gagal lanjut ke fase selanjutnya setelah hanya mendapat peringkat 3 dengan hanya sekali menang, tiga seri, dan dua kalah. Kami menyaksikan Persela yang pada putaran pertama mampu menang lawan Deltras pada pertandingan kandang maupun tandang, pada putaran selanjutnya jadi harus tidak bisa menang sama sekali melawan The Lobster. Hal tersebut ditambah lagi kami menyaksikan para pemain yang bertanding tanpa gairah tidak seperti pada Babak grup pertama.
Hal yang memuakkan memang. Kami yang setiap pertandingan kandang harus merasakan tandang karena Stadion Surajaya direnovasi harus merasakan kenyataan pahit. Perjalanan ke Tuban yang selalu kami yakini bakal berujung manis ternyata tidak sesuai ekspektasi. Kami seperti diberikan harapan palsu. Skuad yang mentereng ternyata tidak mampu menjadi modal untuk mengantarkan Persela kembali lagi ke divisi teratas sepakbola Indonesia.
Kejadian seperti tahun lalu pun akhirnya terjadi kembali pada musim ini. Persela superior pada putaran pertama. Skuad musim ini pun rasanya lebih mewah dari musim sebelumnya. Laskar Joko Tingkir musim ini diperkuat pemain yang melalang buana di Liga 1 seperti Ezechiel N’Douassel, Samsul Arif, Lee Yu-jun, Hasim Kipuw, Esteban Vizcarra, dan Bayu Gatra. Persela pun dilatih mantan pemain Timnas Zulkifli Syukur dan direktur teknik yang mampu membawa Bhayangkara FC juara yaitu Simon Mcmenemy.
Persela Lamongan 2025/ Foto: Detik.com
Pada awal-awal Liga, Persela mampu mendapat 6 poin dalam lawatannya ke Tanah Papua. Sebuah prestasi yang barangkali susah didapat untuk tim lain ketika bertandang ke Jayapura dan Waropen. Laskar Joko Tingkir sangat digdaya pada putaran pertama. Persela menjadi pemuncak klasemen grup C dengan tujuh kali menang, lima seri, dan dua kalah. Tagar #KawalPerselaSampekLiga1 pun mencuat. Kami diberi keyakinan bakal kembali ke divisi tertinggi Liga Indonesia. Tuban Sport Center menjadi sering penuh. Orang-orang lawas di L.A Mania pun bahkan kembali datang ke stadion untuk mendukung Persela Lamongan.
Seperti sebelumnya, Persela kembali bermain melempem dan tidak bergairah pada babak selanjutnya. Persela tak mampu memperoleh satupun kemenangan dalam enam pertandingan. Persela seperti motor yang kehabisan bensin di putaran kedua . Di awal sangat menggebu namun di akhir justru ngos-ngosan. Laskar Joko Tingkir justru malah terjerembab di dasar klasemen pada putaran kedua.
Tanpa mengurangi hormat saya pada Persijap, PSKC, dan Bhayangkara, orang yang mengerti sepakbola nasional tentu bakal menjagokan Persela dengan skuad yang mewah itu. Ditambah lagi Persela memasukkan Hamka Hamzah menggantikan pelatih bayangan Simon Mcmenemy. Skuad semacam ini tentu sangat mewah dibanding PSKC dan Persijap, namun Persela malah kelabakan melawan dua klub tersebut.
Hingga memuncaklah emosi kami pada pertandingan terakhir di fase grup melawan Persijap Jepara. Persela yang sebetulnya masih mempunyai peluang untuk lolos ke fase playoff jika mampu menang dan PSKC kalah, mengawali pertandingan dengan semangat menggebu. Di awal pertandingan Persela mendapat dua peluang emas dari Bayu Gatra dan Eze. Menyaksikan awal pertandingan tersebut, kami seperti diberi keyakinan bahwa ini adalah pertandingan yang mudah. Namun permainan cantik itu hanya singkat tak sampai 20 menit. Permainan cantik itu menjadi buyar ketika Kiper Persela, Bima Koto, mendapat kartu merah. Kartu merah yang cukup tidak fair karena jika dilihat dalam tayangan ulang, Bima saat itu bertabrakan dengan bek Persela sendiri yaitu Yoga Adyatama.
Di tribun, emosi kami menjadi mendidih. Muncul spekulasi bermacam-macam tentang kartu merah yang tidak jelas tersebut. Bahkan sampai kenapa memainkan Bima Koto, padahal kiper utama Persela adalah Samuel Reimas. Ditambah lagi ketika Persela kalah di Cimahi, penjaga gawang Persela saat itu juga adalah Bima Koto. Persijap malah menguasai pertandingan dengan keunggulan pemain. Persela yang bermain dengan 10 pemain jadi kesulitan untuk menerobos pertahanan Laskar Kalinyamat. Kesempatan Persela bisa lanjut ke fase playoff jika menang lawan Persijap sirna sudah karena kalah 1-0.
Tribun pun menjadi tidak kondusif, emosi dari kawan-kawan yang telah saya anggap sebagai saudara itu sudah naik seleher. Flare yang disiapkan untuk merayakan Persela jika lolos Liga-1 terpaksa harus dinyalakan tidak tepat pada waktunya. Di menit 79, menyalalah suar merah tidak pada waktunya. Tuban Sport Center menjadi penuh dengan asap. Para suporter di tribun selatan pun akhirnya turun ke lapangan disusul yang lain. Wasit pun memutuskan untuk tidak melanjutkan pertandingan.
Amarah yang sudah memuncak itu akhirnya berujung dengan amuk massal. Stadion di Bumi Ronggolawe itu akhirnya menjadi pelampiasan dari Persela Fans yang kecewa atas hasil yang telah diperoleh Persela Lamongan. Mereka pun akhirnya mengerubungi Manajer Persela, Fariz Julinar Maurisal yang berada di bench pemain. Koor “Amri out, Amri out, Amri out,” yang terus berkumandang akhirnya mendapat jawaban yang tegas. “Kalau teman-teman suporter menginginkan Amri dipecat, saya penuhi. Detik ini juga Amri saya pecat,” ucap Fariz yang kami sambut dengan tepuk tangan dan chant Persela.
Mendengar hal itu, kami pun lantas bubar. Tapi apakah emosi masal Persela Fans yang sudah datang jauh ke Tuban dan turun ke lapangan bisa teredam begitu saja? Tentu saja tidak. Mereka pun merusak segala sesuatu yang ada di depan mereka. Dari baliho sponsor, gawang, hingga pintu kaca ruang ganti pemain. Kaca tebal pintu ruang ganti pun pecah berkeping-keping setelah dilempari hingga ditabrak menggunakan gerobak. Asap pun mengepul dari lapangan setelah baliho sponsor dan gawang dibakar.
Persela Lamongan Bagi Kami
Persela Lamongan, bagi kami, tak hanya lambang klub di dada. Lebih dari itu, klub ini adalah spirit yang menjadikan kami mempunyai sesuatu yang harus kami perjuangkan. Persela Lamongan adalah alasan kenapa kami harus bekerja dan beribadah setiap harinya. Dengan adanya Persela, kami mempunyai hiburan diantara segala yang bisa membuat penat hidup.
Saya adalah bagian dari kelompok suporter Persela berseragam hitam-hitam yang selalu berisik di Tribun Utara. Kelompok suporter yang telah setia berdiri mendukung Persela sejak 6 Juni 2011 lalu. Kami selalu totalitas dalam mendukung Persela. Dari awal hanya belasan hingga kini berjumlah ribuan orang. Kami rela menanggalkan segala atribut politik, agama, pekerjaan, hingga organisasi kemasyarakatan lainnya demi bisa menjadi independen dalam mendukung Persela. Sudah disebut sebagai suporter saja, sudah teramat cukup daripada harus diberi embel-embel yang lainnya.
Saya bersama yang lain terus mengikuti Persela di manapun berlaga. Baik kandang maupun tandang. Baik di kasta tertinggi liga hingga sekarang harus turun ke liga kedua. Dukungan yang kami berikan tidak main-main. Panas, hujan, sakit, hingga tak punya duit semua kami lalui demi memberikan dukungan penuh ketika Sang Biru Muda bermain di atas lapangan.
Kami selalu totalitas dengan selalu membeli tiket pertandingan dan juga membeli merchandise resmi. Saat di Stadion, suara perkusi dan yel-yel dukungan kami pun tak pernah berhenti selama 90 menit penuh. Bendera raksasa juga terus berkibar menghiasi tribun. Segala spanduk pun dibuat dan terpampang untuk memberikan dukungan kepada Persela Lamongan.
Atas hal itu, tidak salahlah jika ada sesuatu yang mengusik, kami lantas mengamuk. Bagaimana tidak, dukungan yang kami berikan total dan tidak mendapatkan sesuatu yang fair sungguh mengoyak batin. Hati kami sakit sesakit-sakitnya ketika mendapati momen yang janggal. Agak diluar batas memang, tapi hal tersebut memang merupakan bagian dari identitas kami sebagai suporter sepakbola. Suatu entitas yang disebut Zen RS dalam suatu siniar bahwa: kelompok masyarakat yang rela mengeluarkan uang dan meluangkan waktu juga pikirannya, selain kelompok agama.
Sepakbola Indonesia, oleh karena itu, juga menjadi ajang pelampiasan emosi dari para pecinta sepakbola. Segala kesemrawutan hidup sehari-hari menjadi dilampiaskan lewat mendukung klub sepakbola yang kita cintai. Di sana, kami bisa mengeluarkan semua ekspresi yang hendak diutarakan. Termasuk diantaranya emosi karena putus cinta, upah gaji UMR yang tidak seberapa, panen gagal, hingga jalan rusak yang terpampang di seluruh Kabupaten Lamongan.
Kabupaten Lamongan memang saat ini sedang dalam kondisi yang tidak baik-baik saja. Termasuk juga bejibun masalah yang sedang melanda Negara ini. Postingan dari akun @ssc_politik tentang dugaan korupsi di Kabupaten Lamongan juga sungguh membuat kami jengkel. Sepakbola yang mestinya menjadi hiburan diantara kepusingan kami, justru malah menjadi pelampiasan atas segalanya.
Dengan jujur, di saat kejadian saya memang tidak datang di Tuban. Saya hanya menyaksikan pertandingan tersebut langsung lewat siaran di Yogyakarta. Saya menyaksikan ketika di menit 79 pertandingan menjadi berhenti setelah ada asap yang mengepul dari tribun utara. Siaran pertandingan pun secara tiba-tiba beralih ke pertandingan Bhayangkara melawan PSKC.
Saya pun langsung membuka whatsapp sambil menanyakan bagaimana kabar kawan-kawan yang saya sudah anggap sebagai saudara sendiri itu. Meski banyak cengengesan daripada seriusnya, saya cukup lega bahwa tidak ada korban dalam pertandingan tersebut. Hanya ada salah seorang kawan yang terpukul karena terdorong gerombolan yang ingin masuk ke lapangan. Kemacetan yang terjadi di sepanjang jalan Tuban-Lamongan, menurut kami bukanlah imbas dari kerusuhan tersebut. Kemacetan itu memang biasa terjadi setelah ada pertandingan, sehingga salah jika ada unggahan yang membesar-besarkan masalah tersebut.
Meski tidak ada di Tuban, mungkin jika saya berada di Tuban, saya sendiri juga tidak mampu untuk mengendalikan masa yang ngamuk itu. Emosi yang sudah menemukan pelampiasannya itu seperti kucing yang bertemu dengan ikan. Kemarahan kolosal semacam itu memang sulit untuk dikendalikan. Sebagai bagian dari kelompok pendukung Persela, meski jauh, saya merasakan kemarahan kawan-kawan saya sudah sulit diredam itu. Atas nama suporter Persela, saya memiliki ikatan batin dengan mereka.
Cukup disayangkan memang kerusuhan seperti harus terjadi. Klub yang kami cintai sepenuh hati menjadi rugi, demikian juga Stadion Tuban yang bagus jadi harus diperbaiki. Kerusuhan semacam ini bisa dibilang baru pertama kali dilakukan oleh para Persela Fans. Selama menonton Persela sejak 2003, kerusuhan hingga merusak stadion seperti baru pertama ini dilakukan oleh suporternya.
Foto: Detik.com
Atas nama pendukung Persela, saya mengucapkan minta maaf atas kerusuhan yang telah terjadi di Tuban. Kelompok kami telah minta maaf dan berkoordinasi dengan kelompok suporter Tuban untuk mediasi agar masalah ini tidak panjang juga berlarut-larut. Kepada pecinta sepakbola Indonesia yang lain kami juga minta maaf karena menjadi merusak citra sepakbola nasional. Meskipun kerusuhan semacam ini tidak hanya kami yang lakukan dan banyak yang lebih brutal.
Silahkan kalian mencaci tindakan kami sebagai kelakuan barbar suporter yang bodoh, susah diatur, tak berpendidikan, dan lain sebagainya. Segala predikat negatif monggo untuk disematkan kepada kami. Tapi mengertilah, kami melakukan hal tersebut bukan sekadar karena klub sepakbola kami kalah. Jauh sebelum itu, banyak hal yang sudah membuat kami muak dan akhirnya menemukan pelampiasannya.
Atas pengertiannya, kami mengucapkan terimakasih telah membaca tulisan panjang ini. Saya mohon kalian mengerti dan semoga kita semua bisa berbenah. #ForzaPersela