Frenkie De Jong, Lihatlah Kim Kurniawan!

Frenkie De Jong, Lihatlah Kim Kurniawan!
Font size:

Saat gol (gagal) Fermin Lopez ke gawang Thibaut Courtois dirayakan secara meledak-ledak oleh para pemain dan suporter di Montjuic. Seluruh pemain berlari ke tribun belakang gawang stadion Montjuic untuk membaur haru satu dengan yang lainnya. Namun, tak jauh dari keriuhan, ada momen luar biasa yang terekam kamera; Frenkie De Jong berpelukan dengan ayahnya di tribun dengan mencerminkan perasaan bahagia yang luar biasa.

Frenkie tampak lega, beban berat ban kapten di lengan kirinya itu berhasil ia emban saat timnya sukses unggul di laga klasik melawan rival abadi, Real Madrid, pada La Liga 2024/25. Padahal berbulan-bulan sebelumnya, ia menjadi pesakitan dan sempat dipaksa meninggalkan klub oleh para penggemar. Relevansi nasib Frenkie yang juga ternyata sedikit banyak beririsan dengan apa yang pernah terjadi dengan Kim Kurniawan Bersama Persib Bandung.

Konteksnya, ada nasib-nasib yang sama tapi tak serupa. Ada juga kebetulan-kebetulan yang tampaknya bisa ditelisik. De Jong tampaknya harus melihat apa yang sudah dilewati Kim selama berseragam Persib beberapa tahun silam.

Sejujurnya, menuliskan hal ini momentumnya sudah agak terlewat, namun belum terlalu basi juga untuk sekadar menjadi cerita dan bahan bakar perdebatan di sosial media. Toh, baik suporter Barcelona dan juga suporter Persib juga sedang bahagia-bahagianya atas gelar domestik yang diraih musim lalu.

***

Tepat pada awal Mei 2016 silam, segelintir Bobotoh hadir di sesi tim kesayangannya dengan cukup menghebohkan jagat media sosial. Mereka dengan berani membentangkan spanduk bertuliskan “Ada Apa Dengan Kim, Coach Dejan?” sebagai ungkapan kekecewaan Bobotoh terhadap kondisi saat itu. Tak berhenti sampai situ saja, spanduk besar sindiran kembali membentang di stadion bertuliskan "Tak Ada Emas, Tak Ada Perak. Semua Pemain Sama, Coach!"

Pada masanya, Kim disebut-sebut sebagai “Anak Emas” dari pelatih Dejan Antonic semenjak keduanya membela Pelita Bandung Raya pada 2013- 2014. Kerja sama keduanya berlanjut saat Dejan ditunjuk sebagai pelatih Maung Bandung. Keyakinan Dejan memainkan Kim secara reguler meski tak optimal memicu banyak pertanyaan dari para Bobotoh, meski ada pemain tengah lainnya saat itu seperti Hariono, Muhammad Taufiq, dan lainnya.

Frenkie de Jong Harus Belajar dari Kim Kurniawan - HooliganBDG

Soal cacian, kritik dan paksaan untuk hengkang sebenarnya tak kurang-kurang di terima oleh pemain blasteran Jerman-Indonesia tersebut, baik di dunia maya atau secara langsung di sesi latihan dan pertandingan. Namun apa respons Kim? Tetap bekerja keras dan tak banyak bicara. Singkat cerita, perjalanan lima tahun Kim tercatat bak layaknya roller coaster; dari bulan-bulanan sampai menjadi pujaan. Mentalitas luar biasa ditunjukkan oleh Kim Seperti kata pepatah yang terkenal di tengah kultur sepak bola Bandung, ia “besar oleh cacian, karena pujian adalah racun!”.

"Sepak bola itu hidup kita, pujian dan hinaan ya hal yang biasa. Bagi saya sebenarnya yang penting apa yang saya pikirkan apakah saya puas dengan penampilan dan sesuai dengan yang pelatih pikirkan," kata Kim, seperti dikutip dari laman Liga Indonesia Baru.

"Diluar itu ya orang punya pendapat positif dan negatif, itu hal normal. Kita sebagai pemain akan merasa lebih baik kalau mendapat pujian atau hinaan itu," imbuhnya.

Jika iklim sepak bola Bandung dan Bobotoh yang cukup terbiasa dengan otokritik baik ke pemain, pelatih atau manajemen klub, maka Kim sudah melewatinya dengan baik. Bahkan sangat baik. Saya tentu tidak bisa menyamakan kultur suporter di Bandung dan Katalan. Tapi, setidaknya ada satu atau dua hal yang bisa dipelajari Frenkie dari Kim agar bisa terlepas dari pelbagai cemoohan yang ia terima dari para suporter Barcelona di beberapa musim terakhir ini.

"Siulan untuk Frenkie de Jong? Saya sudah jelas mengenai hal ini, saya lebih senang  jika para penggemar mendukung semua pemain,” ucap entrenador Barcelona, Hansi Flick pasca-timnya menghadapi Stade Brest.

Siulan-siulan yang silih berganti, cemoohan, dan hujatan menjadi pemandangan yang harus diingat betul oleh Frenkie. Namun masalahnya, mengubah hal-hal tersebut untuk mengkonversinya menjadi bahan bakar semangat dirinya saat bermain jelas bukan perkara mudah. Semuanya tentang mentalitas. Kini memang sudah mulai agak membaik. Namun jangan lupa, ia akan terus ditagih konsistensi performanya sebagai salah satu penerima gaji terbesar di skuad Blaugrana saat ini.

Namun bukan orang Belanda jika tidak mewarisi watak koppig (keras kepala). Frenkie pernah membuat geram para fans perihal silang sengkarut kontrak dan gajinya ini. Pernah sekali waktu, beberapa suporter Barcelona mencegat Frenkie di pintu masuk kompleks latihan Ciutat Esportiva Joan Gamper pada 2022 lalu sambil berteriak "Potong gaji kau, dasar sialan!."

Selain isu gaji, ada juga isu kontrak dan cedera panjang. Musim sebelumnya, ia (dan juga pasangannya) pernah dikabarkan menolak tawaran Manchester United karena ketidakcocokan iklim dan udara di sana. Padahal, saat itu Barcelona dianggap harus menjual pemain demi memperbaiki neraca keuangan yang kolaps dalam beberapa tahun terakhir.

De Jong pernah angkat suara soal kegusarannya pada awal 2025 ini. "Orang-orang berpikir bahwa saya ingin bertahan di Barcelona selamanya karena kehidupan di luar sepak bola di sini sangat bagus, dan itu memang benar, tetapi itu masih kurang penting dibandingkan dengan apa yang terjadi di lapangan. Jika saya merasa tidak bisa memberikan kontribusi yang cukup, atau jika tim tidak bisa bersaing, saya akan hengkang,” ungkapnya.

De Jong saat ini hanya perlu bekerja jauh lebih keras dari biasanya, jauh lebih giat dari biasanya dan ia perlu berlari lebih banyak di lapangan ketimbang pemain lainnya. Ia punya potensi itu dan sekali lagi, harus membuktikannya di lapangan secara konsisten sebagaimana Kim sukses melakukannya bersama Persib.

Apalagi dengan statusnya sebagai salah satu kapten tim, sudah waktunya juga De Jong menjadi pengayom para pemuda La Masia yang sudah jadi mayoritas penghuni skuad Blaugrana. Tugasnya kini berlipat-lipat ganda; menjadi orkestrator lini tengah timya, ditambah mengayomi “adik-adiknya”, ditambah menjadi orang terdepan saat tim membutuhkannya.

De Jong sudah menunjukkannya dalam beberapa laga terakhir dan seharusnya itu bukan menjadi yang terakhir. Ia harus menjadikannya rutinitas, sampai di akhir cerita, semua orang sepakat bahwa De Jong mengalami fase character development positif di bawah Hansi Flick layaknya narasi seorang pahlawan di sinema fiksi.

***

Adagium lama “worth every penny” atau dalam bahasa kita sering disebut “ada harga ada kualitas” tampaknya masih menjadi patokan siapa pun dalam menilai apa pun, tak terkecuali para pesepak bola modern saat ini, termasuk De Jong.

Ia kini ada di persimpangan, ia akan memilih bekerja keras dan menjadi pujaan seluruh suporter layaknya Kim atau ia akan berpaling ke jalur deretan para pemain gagal dengan gaji dan transfer termahal di sejarah klub? Biarlah De Jong yang menentukan.

Urusan kebutuhan taktik baik dengan atau tanpanya di lapangan, biarkan juga urusan pelatih yang menilainya. Kita-kita ini siapalah jika dibanding Flick yang pernah meraih treble dalam perihal taktik atau siapa kita juga jika dibanding dengan Joan Laporta dalam urusan manajemen dan keuangan klub.

Jadi, biarkan Frenkie De Jong menentukan nasibnya sendiri agar bisa memenuhi ekspektasi harga, gaji dan kemampuannya agar berbanding lurus dengan kesempatan bermainnya di lapangan. Namun untuk mencapai harga yang sebanding lurus itu tampaknya De Jong perlu belajar dari seorang Kim di musim yang akan datang

 

Tentang Penulis

Nama: Zakky BM

Media Sosial: @bmzakky 

Makanan dan Final Ancelotti yang Tak Terlupakan
Artikel sebelumnya Makanan dan Final Ancelotti yang Tak Terlupakan
Artikel selanjutnya
Artikel Terkait