Peran Captain Tsubasa dalam Kemajuan Sepak Bola Jepang

Peran Captain Tsubasa dalam Kemajuan Sepak Bola Jepang
Font size:

Dalam video wawancara FIFA dengan legenda sepak bola Jepang, Hidetoshi Nakata, ada satu hal menarik mengenai inspirasinya untuk bermain sepak bola yang bukan berasal dari pemain nyata seperti Maradona, Pele, dan lainnya. Inspirasainya justru karakter fiksi bernama Tsubasa Ozora dari serial anime-manga Captain Tsubasa.

Nakata bukan satu-satunya. Banyak pemain Jepang dari generasi 1980-an hingga 1990-an yang mengakui terinspirasi oleh tokoh ciptaan Yoichi Takahashi tersebut. Bahkan bisa dibilang, angkatan timnas Jepang yang pertama kali menjuarai Piala Asia (1992) dan berhasil lolos ke Piala Dunia untuk pertama kalinya (1998), adalah generasi yang tumbuh bersama Captain Tsubasa.

Sebelum 1980-an, sepak bola bukan olahraga utama di Jepang. Kebanyakan masyarakat Jepang era itu lebih menyukai baseball, bahkan menjadikan itu sebagai bagian dari budaya masyarakat. Namun, sejak Captain Tsubasa terbit, minat terhadap sepak bola melonjak tajam. Yoichi Takahashi, pada 1981, menerbitkan manga bertema sepak bola itu terinspirasi dari Piala Dunia 1978.

Sejak saat itulah minat anak-anak pada sepak bola melonjak. Hal ini didukung dengan data saat awal serial Captain Tsubasa, jumlah pesepak bola Jepang yang terdaftar hanya berada di angka 68.900. Namun, saat serialisasi manga ini berakhir pada 1988, jumlah pesepak bola terdaftar meningkat hingga angka 240.000.

Tidak hanya itu, dalam kurun waktu kurang dari satu dekade, jumlah tim sepak bola sekolah dasar dan menengah meningkat hampir tiga kali lipat. Tentunya sekaligus memengaruhi data pemain sepak bola jalur sekolah dasar yang ikut bertambah dari 110.000 menjadi 260.000. Pada 2002, dari 23 pemain tim nasional Jepang yang berlaga di Piala Dunia, 16 di antaranya mengatakan bahwa mereka mulai bermain sepak bola setelah menonton Captain Tsubasa.

Federasi Sepak Bola Jepang (JFA) menangkap momentum ini. Mereka menghidupkan rencana panjang yang sudah disiapkan sejak Olimpiade 1968. Termasuk di dalamnya 100 Years Plan dengan target menjuarai Piala Dunia 2050, dan pembentukan liga profesional J.League pada 1993—setahun setelah Jepang menjuarai Piala Asia. Bisa dibilang, Captain Tsubasa menjadi katalis yang mengubah sepak bola Jepang dari olahraga minoritas menjadi aspirasi nasional.

Hidetoshi Nakata Jepang vs Argentina - Getty

Pengaruh dalam Gaya Bermain dan Preferensi Posisi

Captain Tsubasa terbit pada 1981, terinspirasi dari Piala Dunia 1978, pada saat itu dimenangkan oleh Argentina yang diperkuat oleh Mario Kempes. Di satu sisi, sepak bola era itu memang belum sekompleks sekarang, dan peran gelandang bertipe playmaker no 10 masih sangat vital dan menjadi primadona. Itulah yang adaptasi Yoichi Takahashi dalam menulis cerita manganya.

Tsubasa Ozora digambarkan sebagai pemain dengan dribel lengket, cepat dan memiliki umpan dan tendangan jarak jauh mematikan, atribut yang kerap tersemat dalam diri pemain bertipe classic number 10 kala itu. Di dalam tim, Tsubasa bertindak sebagai otak permainan, mengatur tempo dan menjadi pusat kreativitas tim, ini terlihat kala ia memperkuat Nankatsu di level junior, Sao Paolo, Barcelona dan timnas Jepang di level senior.

Gambaran inilah yang kemudian menginspirasi, di mana kebanyakan pemain Jepang lebih berminat bermain di sektor tengah. Hasilnnya, nama-nama gelandang berbakat muncul, mulai dari Hidetoshi Nakata, Shunsuke Nakamura, Shinji Kagawa, Keisuke Honda, Daichi Kamada hingga Takumi Minamino. Bahkan, dalam artikel yang dikutip dari Indianexpress.com, disebut bahwa Jepang merupakan "The Land of Gifted Midfielders" atau "Tanah Para Gelandang Berbakat."

Tidak hanya memengaruhi pemain di dunia nyata, Captain Tsubasa juga ikut menginspirasi karakter fiksi untuk manga atau anime bertema sepak bola lain. Ini terlihat dalam gambaran pemain genius yang kerap identik dengan posisi gelandang serang atau otak serang lengkap dengan nomer punggung 10. Sebagai contoh, karakter Itoshi Sae di manga Blue Lock, Aizawa Suguru di manga Area no Kishi, Ichijou Ryuu di Ao ni Nare, hingga Kuribayashi Haruhisa di manga Ao Ashi.

Di satu sisi, fenomena ini menciptakan kultur Jepang yang banyak menekankan gaya bermain penguasaan bola dan lebih teknikal. Ini terlihat saat ini mereka menjadi kekuatan dominan di Asia dengan juara 4 kali dan selalu lolos Piala Dunia sejak 1998 hingga 2026. Pada 2022 pun, gaya permainan ini membawa timnas Jepang keluar sebagai juara grup dengan menumbangkan tim seperti Jerman dan Spanyol.

Namun disisi lain, ada banyak posisi yang menjadi kelemahan dan sulit dicari, yakni bek dan penyerang. Mengutip artikel dari tofugu yang menulis bahwa pengaruh besar serial Captain Tsubasa nyatanya memiliki satu kelemahan: yakni menciptakan banyak produk pemain berposisi gelandang, sehingga Jepang masih terus berjuang untuk menemukan bek dan penyerang tengah.

Dari sekian generasi pemain yang pernah membela tim nasional, Maya Yoshida disebut sebagai pemain berposisi bek paling sukses sebab pernah memperkuat tim Inggris, Southampton. Namun, posisi sebelumnya adalah seorang gelandang kala masih memperkuat Nagoya Grampus Eight di J.League.

Sementara penyerang seperti Hiroshi Kiyotake, Shinji Okazaki, Yoichiro Kakitani, dan Takashi Inui, tidak langsung mengorbit sebagai penyerang. Mereka lebih dahulu memainkan posisi tengah ala Tsubasa. Ini kontras dengan negara tetangga seperti Korea Selatan yang masih memiliki penyerang mematikan seperti Son Heung-min atau winger berbakat Huang He-chan.

Timnas junior Jepang

Mulai Bermunculannya Manga/Anime Tema “Striker”

Fenomena melimpahnya pemain berposisi gelandang dalam sepak bola Jepang kemudian diangkat secara metanarratif dalam budaya populer berikutnya. Misalnya Blue Lock ciptaan kolaboratif antara penulis Muneyuki Kaneshiro dan ilustrator Yusuke Nomura, yang secara eksplisit mengeksplorasi krisis identitas penyerang, setelah bertahun-tahun “Tsubasa-isme” menempatkan fokus pada gelandang.

Bahkan dalam adegan di chapter awalnya, ada narasi : “Dalam dunia sepak bola, sangatlah mungkin menciptakan seorang penjaga gawang, bek, dan gelandang kelas atas. Namun, hal itu tidak berlaku bagi seorang striker, karena hanya dalam situasi paling intens dalam sepak bola seorang striker kelas atas lahir.” Hal itu seakan menyoroti bahwa posisi lain jauh lebih mudah untuk dibentuk kecuali penyerang. Sebab, ia hanya akan tampil sebagai anomali pembeda dan menentukan hasil akhir pertandingan.

Judul-judul lain yang pernah muncul ke publik di antaranya "Area no Kishi" karya Hiroaki Igano dan Kaya Tsukiyama. Ada juga karya lain dari Yoichi Takahashi yakni "Hungry Heart Wild Striker." Manga-manga tersebut merupakan respons dari minimnya penyerang tajam dalam diri sepak bola Jepang, seakan itu menjadi sebuah puzzle yang harus ditemukan demi terciptanya kesempurnaan dari sistem yang sudah dibangun bertahun-tahun lamanya.

Penulis:

Muhammad Iqbalnur Fikri

Penyuka anime dan sepak bola. 

 

Bisa dihubungi di X (dulu Twitter) @miq_ball08

PSIS Semarang Terjebak Opera Sabun Sepak Bola
Artikel sebelumnya PSIS Semarang Terjebak Opera Sabun Sepak Bola
Artikel selanjutnya
Artikel Terkait