Font size:
Awal tahun 2015 hingga pertengahan tahun merupakan masa sulit bagi Seydou Doumbia. Dirinya tidak menduga jika kepindahan ke AS Roma berbarengan dengan Victor Ibarbo pada bursa transfer Januari 2015 menjadi malapetaka baginya, di mana ia tak mendapatkan banyak kesempatan bermain.
Padahal pemain berposisi sebagai penyerang tengah itu merupakan bintang bagi CSKA Moscow sebelum bergabung dengan Roma. Selama empat musim di sana, ia membukukan 61 gol dan dua kali menjadi top skor Liga Primer Rusia 2011/2012 dan 2013/2014. Pundi-pundi golnya bisa saja bertambah andai tidak mendapat cedera pada musim 2012/2013.
Awal kedatangan di I Giallorossi, julukan AS Roma, penyerang asal Pantai Gading tersebut diharapkan mampu menjadi pelapis Francesco Totti dan pengganti Mattia Destro. Namun kedatangan Doumbia gagal mengobati penyesalan para pendukung Roma ketika meminjamkan Destro ke AC Milan.
Kendati Destro tidak terpakai Rudi Garcia dalam skuat Roma, namun ia lebih unggul dengan mencetak tiga gol untuk Milan pada 15 pertandingan setengah musim lalu, ketimbang Doumbia cuma dua gol saja dari 13 laga.
Doumbia pun sering mendapat kritik dari berbagai kalangan terutama para suporter. Komentar buruk juga merambah ke jajaran kepelatihan dan Walter Sabatini sebagai Direktur Teknik dianggap sebagai orang yang harus bertanggung jawab atas perekrutannya.
Alhasil Doumbia pun terdepak dari skuat besutan Rudi Garcia ini pada bursa transfer musim panas 2015 lalu. Ia kembali ke CSKA Moskow dengan status pinjaman ditambah opsi permanen.
Rupanya kembali kepada kesebelasan yang membesarkan namanya itu nama Doumbia pun besar kembali. Pada delapan pertandingan di Liga Primer Rusia ia sudah menorehkan lima gol. Begitu juga ketika berkiprah di Liga Champions 2015/2016, ia lebih tajam lagi dengan mencetak enam gol dari lima pertandingan termasuk kualifikasi. Bahkan Manchester United harus gigit jari karena meraih hasil imbang 1-1 atas golnya pada menit ke-15.
Perbedaan Seydou Doumbia di bawah racikan Leonid Slutsky dengan Rudi Garcia
Leonid Slutsky, Pelatih CSKA, tahu betul bagaimana seharusnya memberikan tugas kepada Doumbia ketika beraksi di lapangan hijau. Dirinya seolah menjadi orang yang paling tahu di mana Doumbia ditempatkan seharusnya karena ialah yang mendatangkan pemain andalannya itu pada musim 2010/2011.
Doumbia sebenarnya sama-sama ditempatkan sebagai penyerang tengah, namun ada perbedaan yang menarik antara Slutsky dengan Garcia bersama Roma.
Selama memperkuat kesebelasan dari ibu kota Italia saat itu, Doumbia difungsikan sebagai tembok pemantul di lini depan oleh Garcia. Penyerang kelahiran 31 Desember 1987 tersebut dititik beratkan seperti Totti, yakni memberikan pelayanan bagi dua sisi penyerang sayap pada formasi 4-3-3. Doumbia diinstruksikan turun sangat jauh ke tengah lapangan untuk menjemput bola, lalu mengalirkan bola ke dua sisi sayap baik melalui umpan panjang maupun pendek.
Doumbia sering berada di posisi yang terlalu jauh dari kotak penalti namun ia dituntut kembali ke depan gawang lawan dengan cepat. Kelirunya pemain 27 tahun itu sering terlambat naik dan dua full-back Giallorossi kerap melepaskan umpan silang lambung kepada Doumbia. Padahal ia sangat lemah dalam duel udara. Pada musim lalu ia mengalami 11 kali kekalahan dalam perebutan bola tersebut.
"Pelatih (Rudi Gacia) memaksa saya berlaga ketika baru kembali dari Piala Afrika 2015 dan saat itu saya merasa tidak siap," ungkap Doumbia.