Pertandingan pekan ke-21 Liga Primer Rusia berbuah hukuman berlipat bagi kesebelasan Torpedo Moskow. Ada dua insiden di laga antara  Torpedo menghadapi tuan rumah Arsenal Tula (Senin, 6 April 2015). Dua insiden itulah yang memaksa Federasi Sepakbola Rusia (RFS) memberikan hukuman kepada Torpedo.
Insiden paling kentara ketika Ultras Torpedo menyerang suporter tuan rumah dan kepolisian yang sedang menjaga pertandingan. Ultras Torpedo merusak pagar pembatas untuk menyerang suporter tuan rumah sambil melempari bangku penonton dan cerawat (red flare). Mereka melakukannya sembari berteriak: "Torpedo! Torpedo!" 15 orang anggota ultras Torpedo pun ditangkap pihak kepolisian stadion.
Akibat penyerangan tersebut, suporter Torpedo dilarang mendukung tandang kesebelasannya dalam tiga pertandingan tandang melawan Lokomotiv Moscow, Rostov dan Dinamo Moskow.
Selain hukuman tiga pertandingan tandang, Black-Whites, Julukan Torpedo, harus rela bertanding tanpa dukungan suporter di dua pertandingan kandang. Hukuman tersebut akibat Ultras Torpedo memperlihatkan spanduk berlogo Nazi ketika merayakan kemenangan Torpedo dengan skor 3-1 atas tuan rumah Arsenal Tula.
Akan tetapi larangan dukungan suporter di dua laga kandang tersebut mulai berlaku ketika menjamu Rubin Kazan pada 3 Mei mendatang. Mengapa larangan tanpa penonton di kandang sendiri itu baru dilaksanakan pada bulan Mei dan bukan diterapkan dalam laga kandang terdekat?
Alasannya sederhana: sebab saat ini Black-Whites juga tengah menjalani hukuman dua pertandingan tanpa penonton di kandang sendiri akibat nyanyian rasis "monyet" kepada Hulk, penyerang Zenit st. Petersburg, pada 15 Maret lalu.
Maka larangan dukungan suporter untuk Torpedo akibat logo Nazi tersebut merupakan hukuman rasisme keempat yang mereka terima dalam Liga Primer Rusia musim ini. Selain Hulk, korban rasisme suporter Torpedo lainnya adalah seluruh pemain kulit hitam kesebelasan Rostov (pada laga yang berlangsung 22 November 2014) dan Christopher Samba, bek Dinamo Moskow (pada laga yang berlangsung 22 September 2014).
Akan tetapi larangan-larangan penonton ke stadion kandang atau tandang kepada superter Torpedo tersebut hanya berlaku untuk lelaki dewasa saja. Sementara suporter perempuan dan anak-anak masih diizinkan mendukung langsung penampilan anak asuhan Valeriy Petrakov di stadion, baik laga kandang maupun tandang.
Khusus untuk ulah yang dibuat pendukungnya di kandang Arsenal Tula, Torpedo bukan hanya mendapatkan hukuman yang sudah disebutkan tadi, namun juga didenda hukuman sebesar 900 ribu rubel atau sekitar 11 ribu euro.
Penyelenggara pertandingan Arsenal Tula juga tidak luput dari denda. Mereka dikenai denda 480 ribu rubel setara 6 ribu euro karena dianggap gagal mengamankan stadion dari kerusuhan.
Rusia memang sedang bermasalah dengan multikulturalisme. Tindakan rasis, juga tindak kriminal pada para pendatang, menjadi persoalan yang serius dalam beberapa tahun terakhir ini. Keragaman etnis dan ras dianggap merusak identitas dan persatuan nasional.
Para ultras di Rusia menjadi salah satu yang paling getol berulah. Rata-rata mereka memang menganut pandangan politik sayap kanan yang cenderung ultra-nasionalis dan anti pendatang dan imigran. Inilah yang menyebabkan banyak sekali pemain-pemain kulit hitam yang bermain di Rusia, dari Hulk hingga Chrsitopher Samba, menjadi korban pelecehan rasialis.
Apapun alasannya rasisme tidak bisa dijadikan bahan untuk meneror lawan dalam pertandingan sepakbola karena olahraga populer ini dinikmati secara multikultural. Pada dasarnya tidak ada ras yang paling baik dalam sepakbola karena semua berdiri di teras tribun yang sama, hanya kebelasan yang didukung secara berbeda.
Apa yang diperlihatkan ultras Torpedo yang mengerek bendera Nazi memperlihatkan dengan jelas pandangan sayap kanan dan ultra-nasoionalis yang sedang mewabah di Russia.
Kendati komunisme dan fasisme merupakan musuh bebuyutan, terutama dalam berbagai front Perang Dunia II, ideologi fasisme Nazi ternyata diam-diam menyusup ke dalam pikiran sebagian orang di Rusia (dulu Sovyet). Akarnya bisa dilacak, lagi-lagi, dari warisan yang ditinggalkan Perang Dunia II.
Untuk diketahui, pasukan Jerman sempat menduduki beberapa wilayah di Eropa Timur dalam Perang Dunia II. Propaganda Nazi yang terkenal canggih, rumit sekaligus sublim itu juga menyusup ke beberapa titik di wilayah Sovyet, khususnya setelah ditandatanganinya perjanjian perbatasan pada Januari 1941.
Warisan propaganda Nazi itu tidak lenyap kendati komunis Sovyet (bersama Sekutu) saat itu berhasil menjadi pemenang Perang Dunia II. Ditumbuhsuburkan oleh perpecahan di negara-negara bekas Sovyet (juga di bekas Cekoslovakia), yang mengobarkan semangat etno-nasionalisme masing-masing negara, kecenderungan ultra-nasionalis itu pun berkecamah dengan mudah pasca bubarnya Sovyet dan rontoknya Tembok Berlin. Krisis ekonomi di pengujung dekade pertama abad-21 kian mempersulit posisi para pendatang dan imigran yang dicurigai sebagai penyabot sumber-sumber pekerjaan dan ekonomi penduduk asli.
Sepakbola menjadi salah satu altar pemujaan semangat kebanggan nasional yang dalam bentuknya yang agresif menjadi sebentuk ultra-nasionalisme yang mudah dipraktikkan menjadi rasisme. Dua organisasi anti diskriminasi Rusia pun membuat sebuah laporan pada bulan lalu bahwa ada lebih dari 200 kasus perilaku diskriminatif terkait sepakbola Rusia selama dua musim terakhir.
Catatan rasisme di sepakbola Rusia yang terus menjamur ini membuat khawatir beberapa kalangan mengingat Rusia akan menjadi tuan rumah Piala Dunia 2018. Diperlukan langkah yang serius dan sistematis untuk memerangi hal itu. Salah satunya yaitu membentuk bagian khusus anti rasisme oleh RFS.
"Sesuai dengan keputusan FIFA, RFS akan memperkenalkan posisi inspektur anti-rasisme," terang Nikolay Tolsykh, Presiden RFS, seperti dikutip Eurosports.
Masih ditunggu bagaimana hasil kerja inspektur anti-rasisme yang akan diterapkan ketika Piala Dunia 2018 di Rusia. Tentunya diharapkan jika sistem tersebut bisa membuat gelaran Piala Dunia bisa berlangsung aman, nyaman dan bebas dari prilaku rasisme. Sebab Piala Dunia, kita semua tahu, merupakan pesta multikultural terbesar di kolong langit.
Komentar