Dalam 72 jam sebelum keberangkatan mereka ke Seattle untuk menjalani tur pra-musim (International Champions Cup), Manchester United secara kesetanan berhasil mendatangkan tiga pemain sekaligus: Matteo Darmian, Bastian Schweinsteiger, dan Morgan Schneiderlin.
Terutama dua nama terakhir, membeli dua pemain dengan nama punggung berawalan 'Sch' membuat kita ngiler dan membayangkan era kejayaan (Paul) 'Sch'-oles pada masa lalu. Aisch!
Setelah satu tahun Louis van Gaal berkuasa, mengganti dua pemain tengah United dari Tom Cleverley dan Anderson menjadi Schweinsteiger dan Schneiderlin adalah...
Tepat sekali. Akhir pekan kemarin sampai hari ini adalah saat suporter United dibuat kegirangan bukan main akibat dari aksi transfer kesebelasan idola mereka. Tapi jangan salah, ada satu orang di lini tengah yang sekarang sedang kebingungan, dan kita (mungkin) melupakannya. Ia adalah pemain pada gambar di atas: Ãngel Di MarÃa.
Kenyataannya, ada banyak yang protes kepada kami berkaitan dengan minimnya kami menyebut nama Di MarÃa pada saat kami membayangkan pola Setan Merah ketika Schweinsteiger (dan bahkan Schneiderlin) bermain.
Pada prinsipnya, kami bukannya melupakan Di MarÃa, hanya saja kami berjaga-jaga jika dia sewaktu-waktu berganti seragam.
Sejalan dengan kekhawatiran di atas, La Parisien, salah satu koran di Perancis, mengabarkan bahwa Di MarÃa sudah "menginjakkan satu kakinya di Kota Paris" untuk pindah ke Paris Saint-Germain.
Bagi kita yang menyaksikan Di MarÃa bermain untuk United sepanjang setengah paruh akhir musim lalu, mungkin akan penasaran dengan kakinya satu lagi yang ia pijakkan di mana.
Apakah kakinya satu lagi memang di Paris, hanya saja sedang ketinggalan di Métro? Atau kakinya satu lagi sedang berada di Manchester, sedang melakukan crossing yang melambung tinggi?
Menilai penampilan Di MarÃa sampai musim lalu
Tidak sulit memang melihat ada apa yang salah dari Di MarÃa ketika ia bermain di kesebelasan yang menuntut kontrol penuh, struktur taktis yang kuat, dan berarti juga keterbatasan dalam kreativitas individu.
Dinilai bermain terlalu melebar, rumahnya juga sempat kemalingan, dan cedera hamstring; dalam 28 pertandingan terakhirnya untuk United, Di MarÃa hanya mencetak satu gol. Dari 21 Februari sampai akhir musim, ia hanya berhasil mencetak tiga tendangan ke gawang (shot on target) di Liga Primer Inggris.
Untuk sukses, pemain seperti Di MarÃa harus sigap dalam menyerang dan juga bertahan, ia harus rajin. Pemain kreatif seringkali melihat celah di depannya untuk ia berkreasi, sayangnya pada saat yang bersamaan juga pemain lawan melihat ruang di belakangnya sebagai area yang dapat lawan eksploitasi.
Tentunya ia dapat melakukan hal-hal di atas, karena Di MarÃa adalah pemain kelas dunia dan pemain yang mengutamakan timnya. Di United, bisa dibilang ia hanya kurang beruntung.
Tidak ada yang terlalu mengganggu pikiran kita sebenarnya, karena pemain bintang tak jarang menjadi pemain yang gagal. Kita bisa menengok Fernando Torres, Mario Balotelli, bahkan Radamel Falcao. Tidak ada yang instan di dunia ini, semuanya butuh adaptasi. Di MarÃa mungkin saja bisa memecahkan masalahnya pada musim ke dua di United.
Satu hal yang membuat kita yakin seharusnya adalah memang Di MarÃa memiliki kualitas yang unik. Ketika ia datang ke United, ia adalah finalis Piala Dunia dan man of the match di final Liga Champions musim sebelumnya, dengan 24 asist dan 15 gol untuk Real Madrid CF. Ia sudah dianggap sebagai salah satu dari lima pemain terbaik di dunia.
Pada argumen di atas, Di MarÃa juga sudah masuk ke dalam kategori pemain yang sedang dalam masa puncak, masa jaya-jayanya, yang datang ke Liga Primer dari luar negeri.
Sebenarnya, ketika Di MarÃa bermain, ia sudah melakukan segalanya dengan baik, terutama kemampuannya dalam memanjakan lini depan. Hanya Francesc Fà bregas (18 asist) dan Santiago Cazorla (11) yang berhasil mencetak asist lebih banyak daripada dirinya (10), angka yang sama juga berhasil dicetak oleh Gylfi Sigurðsson di Swansea City.
Kemudian ketika faktor lainnya, berupa waktu bermain, kita masukkan, Di MarÃa memberikan rata-rata asist setiap 164,5 menit, empat menit di belakang FÃ bregas (setiap 160,6 menit).
Pemain Argentina berusia 27 tahun ini memulai musim dengan baik dan memantapkan posisinya di salah satu dari tiga pemain tengah United. Ketika Di MarÃa bermain, kemungkinan United untuk menang akan lebih besar (55%).
Jadi, yang menjadi masalah bukanlah kemampuan Di MarÃa (meskipun ada beberapa juga yang perlu ia tingkatkan, seperti kemampuan bertahan), tetapi adalah sistem Van Gaal yang membuatnya tidak efektif.
Seperti saat ia bermain untuk Madrid di bawah arahan Carlo Ancelotti, ia bermain lebih di tengah daripada di sayap. Dia melebar ketika Cristiano Ronaldo menusuk. Ronaldo, yang bermain di sisi kiri, memang sering menusuk ke dalam. Ketika ini lah Di MarÃa mengisi posisi yang ditinggalkan Ronaldo. Grafik ini bisa terlihat pada gambar A di atas.
Selain itu, dia juga menyambungkan permainan dari Sami Khedira (atau Xabi Alonso) dan Luka Modri? ke depan. Ia melakukannya dengan mengisi posisi gelandang menyerang atau playmaker di belakang striker Karim Benzema (gambar B).
Ketika Marcelo melakukan overlap, Di MarÃa juga senantiasa mahir dalam mengambil posisi yang menguntungkan (gambar C). Ketika Madrid kehilangan bola dan bersiap menghadapi serangan balik, Di MarÃa adalah pemain yang paling siap untuk entah menghalau bola, menunda bola, maupun mundur menutup posisi yang Marcelo tinggalkan.
Sementara di Argentina pada Piala Dunia 2014, Lionel Messi beroperasi di belakang Sergio Agüero dan Gonzalo HiguaÃn yang membuat Di MarÃa menusuk dari belakang. Posisi ini menguntungkannya karena ia bisa memanfaatkan ruang yang dibuka oleh ketiga rekannya di depan.
Ketika Jorge Jesus menjuluki Di MarÃa sebagai seorang âjeniusâ di SL Benfica, ia menggambarkan Di MarÃa sebagai âyang terbaik di dunia di posisinyaâ. Ketika itu, ia tidak berbicara tentang pemain sayap. Bos Benfica itu memakai di MarÃa dalam formasi 4-3-1-2. Di MarÃa dan Ramires bermain dari dalam ke luar, dan dengan nyaman ia bermain di lini tengah serta mendapatkan ruang di sayap maupun mengirim umpan silang ke tengah.
Di MarÃa bisa bersinar, kok, di Copa América
Sejak didatangkan dengan memecahkan rekor Britania sebesar 59,7 juta poundsterling, Di MarÃa hanya pernah menyelesaikan 90 menit pertandingan sebanyak tujuh kali dan diusir pada pertandingan perempat-final Piala FA ketika Setan Merah kalah melawan Arsenal, termasuk juga handball-nya yang kontroversial.
Paul Scholes mengecap musim pertama Di MarÃa sebagai musim yang mengecewakan, tapi ia percaya bahwa Van Gaal sebaiknya tetap menahannya di United, karena United akan sangat rugi (bukan rugi materi) jika Di MarÃa sampai pindah.
Scholes mengkritik dalam kolomnya di The Independent: "Untuk harga £59.7 juta, harapannya ia akan memberikan United banyak hal. Saya bisa menerima jika ia memiliki masalah di luar lapangan untuk merasa kerasan di Manchester, tapi ia pasti kecewa di musim pertamanya ini."
"Ia adalah pemain terbaik di final Liga Champions musim sebelumnya. Itu lah kenapa, ia adalah pemain berkualitas dan United jangan sampai kehilangannya," tambahnya. "Mereka membutuhkan pemain yang berpengalaman di Liga Champions. Mari kita lihat seperti apa ia di musim depan."
Manajer Argentina, Gerardo "Tata" Martino juga mengungkapkan sebelum Copa América bahwa ia tetap akan mempercayai Di MarÃa meskipun ia bermain buruk sepanjang musimnya di Manchester United.
Tidak seperti Argentina-nya Alejandro Sabella di Piala Dunia 2014. Di MarÃa bersinar saat di dimainkan di posisi sayap kiri, sepertinya ini alasan lainnya yang menunjukkan bahwa Van Gaal bisa melakukan hal yang sama di United nanti.
Martino memainkan Di MarÃa di sayap kiri bersama trisula maut di depan: Agüero dan Messi. Sayangnya, pada paruh ke dua musim di United, Van Gaal lebih sering memainkan Ashley Young alih-alih Di MarÃa di posisi sayap kiri.
Memang ini akan terlihat lebih mudah dan efektif jika ia satu tim bersama dengan Messi daripada Marouane Fellaini, namun lawan-lawan Argentina, seperti Paraguay, dibuat kesulitan dengan kecepatan Di MarÃa.
Mantan pemain Rosario Central ini juga bisa menunjukkan keserba-bisaannya ketika Martino menurunkan Carlos Tevez dan HiguaÃn di depan untuk menemani Messi, dengan menurunkannya ke posisi yang lebih dalam.
Van Gaal tentunya punya segudang alasan untuk mencadangkan Di MarÃa yang digosipkan akan pindah ke Paris. Namun, banyak pemain asing yang bermain lebih ciamik pada musim ke dua mereka di Liga Primer. Di MarÃa seharusnya mendapatkan kesempatan itu, karena memvonis Di MarÃa (dan juga mungkin Falcao) sebagai pemain yang gagal adalah vonis yang terlalu dini.
Bagaimana cara membuat Di MarÃa bermain efektif?
Sangat penting bagi "rehabilitasi" Di MarÃa agar Van Gaal tetap memainkan pola empat bek daripada memakai tiga bek dengan dua wing-back. Dengan bermain menggunakan wing-back, misalnya dalam formasi 3-5-2 atau 3-4-1-2, akan membuat Di MarÃa berkali-kali harus mengisi posisi bek sayap yang sedang naik.
Karena sekali-dua kali saja sebenarnya tidak masalah, tapi jika terlalu sering, ini tidak baik, karena bisa mendistraksi Di MarÃa dari kewajiban utamanya yaitu untuk menyerang. Kita harus ingat baik-baik betapa jeleknya statistik bertahan (apalagi tekel) dari Di MarÃa, ini lah yang membuat Young lebih baik daripada Di MarÃa (bisa perhatikan statistik defensif pada gambar di bawah).
Formasi 4-5-1 (atau 4-1-4-1 atau 4-2-3-1) adalah yang paling cocok untuk Di MarÃa. Ini akan memberinya cukup ruang untuk tetap bermain melebar.
Seperti saat United mengalahkan Tottenham Hotspur dan Liverpool musim lalu, bermain melebar adalah senjata Van Gaal: kombinasi Ashley Young dan Daley Blind di kiri serta kehadiran Juan Manuel Mata di kanan membuat bek-bek Spurs dan Liverpool muntaber.
Jika perbedaan kualitas Real Madrid (yang juara Liga Champions La Decima dua musim lalu) yang lebih unggul daripada United musim lalu adalah alasan lainnya berkaitan dengan melempemnya permainan Di MarÃa, maka Van Gaal kali ini sepertinya sudah lebih bisa optimis: karena United sudah berhasil mendatangkan Schweinsteiger dan Schneiderlin.
Perbedaan penting ini bisa menjadi keunggulan baru dari Michael Carrick, yang telah mendominasi lini tengah United, dan khususnya juga dengan kehadiran Bastian dan Morgan. Permainan mereka secara teori akan memastikan bahwa Di MarÃa bisa memiliki banyak penguasaan bola seperti yang ia inginkan.
Kritik kepada Di MarÃa berupa ia yang sering kehilangan bola ketika mencoba melewati lawan dan juga rata-rata operan suksesnya yang "hanya" 78% seharusnya bisa di-cover oleh kehadiran Basti dan Schneiderlin.
Perbandingan beberapa statistik Ãngel Di MarÃa (saat di Real Madrid dan Manchester United), Ashley Young, Juan Manuel Mata, dan Memphis Depay.
Faktor terakhir di mana Di MarÃa perlu meningkatkan dirinya adalah saat ia menggiring bola (take-on). Sejak tiba di Liga Primer, ia hanya berhasil melakukan 43% take-on-nya yang membuatnya berada di luar 20 besar untuk urusan take-on di liga. Bahkan Wilfred Zaha saja lebih unggul daripada dirinya.
Kita sering mengatakan bahwa permainan Liga Inggris adalah lebih menuntut fisik daripada liga-liga lainnya di Eropa. Jadi, mungkin Di MarÃa hanya perlu menguatkan badannya, dengan lebih banyak latihan di gym.
Hal yang sama juga pernah berlaku untuk David de Gea yang dinilai terlalu kurus untuk menjadi kiper United. Kemudian De gea berlatih keras di gym dan akhirnya bisa mendapatkan kondisi fisik seperti sekarang ini.
Memang intinya, tidak ada pemain berkualitas seperti Di MarÃa yang kehilangan kemampuan mereka dalam semalam: "form is temporary, class is permanent". Kita masih belum melihat wujud sempurna, sosok yang sebenarnya, dari Ãngel Di MarÃa di Manchester United.
Jadi, bertahan atau pergi?
Akhir-akhir ini Van Gaal berkata bahwa ia tidak ingin menghalangi jika Di MarÃa ingin pergi. Tapi, seperti juga Scholes, ia masih percaya bahwa Di MarÃa akan berkembang di Old Trafford.
"Saya pikir Di MarÃa akan bertahan. Ia sudah bekerja keras dan saya puas dengan sikapnya. Itu tidak menjadi masalah," kata Van Gaal.
"Tapi manajer dan kesebelasan tidak terkekang oleh opini dari pemain itu sendiri. Pada akhirnya, sang pemain lah yang membuat keputusan," tambahnya dengan bijak.
Manajer asal Belanda ini juga mengatakan bahwa keputusannya bukan hanya dipengaruhi oleh sisa kontrak Di MarÃa. "Normalnya, kami akan menjalani musim yang fantastis musim depan, dan saya juga percaya bahwa ia akan [menjalani musim yang fantastis musim depan]."
Satu hal lagi yang membedakan Di MarÃa (serta Ander Herrera dan Luke Shaw) dengan rekrutan United lainnya macam Marcos Rojo, Blind, Memphis Depay, sampai Darmian, Schweinsteiger, dan Schneiderlin adalah bahwa (katanya) Di MarÃa itu pemain "titipan" chief executive United, Ed Woodward. Pada musim lalu, Van Gaal sebenarnya tidak membutuhkan Di MarÃa, hanya saja Woodward yang mendatangkan Di MarÃa tanpa persetujuan Van Gaal. Katanya, lho, ya...
Maka dari itu, mungkin Di MarÃa belum menenumkan permainan terbaiknya, karena bahkan sistemnya saja belum disiapkan secara matang oleh Meneer. Pendekatan sistemik dan taktikal ini akan berbeda ketika Van Gaal mengaplikasikan cara bermainnya untuk Rojo, Blind, Depay, Darmian, Bastian, dan Schneiderlin, pemain-pemain yang memang Van Gaal sendiri ingin datangkan atas kemauannya sendiri.
Tapi kembali, rasanya Van Gaal sudah lebih tahu apa yang harus ia lakukan dengan Di MarÃa pada musim ke duanya ini.
Sekarang tinggal tergantung Di MarÃa sendiri untuk bertahan atau pergi (ke Paris). Tapi jika gosip lainnya benar-benar terealisasi, seperti Di MarÃa yang mungkin akan ditukar oleh Edinson Cavani atau Zlatan Ibrahimovi?, maka sudah pasti sekitar 2000 kata yang Anda baca sejauh ini akan hampir menjadi sia-sia.
Siapapun yang bisa meyakinkannya dengan berkata: "Ãngel, di mari, ya (di sini saja, ya, kamu bermain musim depan)", maka sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang beruntung.
Sumber: The Guardian, Squawka, Sky Sports, Manchester Evening News, The Independent, Daily Mail, Daily Star
Komentar