Array
(
    [article_data] => Array
        (
            [artikel_id] => 180551
            [slug] => https://panditfootball.com/cerita/180551/PFB/150627/depresi-fran-kirby-dan-sepakbola-amatir-yang-menyelamatkannya
            [judul] => Depresi Fran Kirby dan Sepakbola Amatir yang Menyelamatkannya
            [isi] => Kemelut terjadi di depan kotak penalti kesebelasan Meksiko. Pemain bertahan mereka mencoba melakukan sapuan terhadap bola liar yang disontek Toni Duggan, penyerang tim nasional Inggris. Namun, sapuan tersebut gagal dan hanya bergulir lemah tanpa terjangkau pemain bertahan Meksiko. Situasi kemelut masih berlanjut dan Fran Kirby berhasil menjangkau bola dan akhirnya berhasil memperdaya tiga pemain bertahan Meksiko.

Kirby tahu bahwa ini adalah kesempatan emas baginya untuk menghidupkan asa timnas Inggris. Ia berjuang mengerahkan bola ke arah pojok kanan gawang. Sempat membentur tiang, namun akhirnya bola meluncur manis ke dalam gawang. Inggris 1, Meksiko 0.

Pendukung Inggris girang bukan kepalang. Bahkan, tak hanya pendukung Inggris saja yang girang dengan gol Fran Kirby. Seorang komentator dari stasiun televisi Inggris, BBC, berteriak histeris ketika gol tersebut.  “IT’S OFF THE POST, IT’S IN! ENGLAND LEAD, FRAN KIRBY SCORES THE OPENER AT THESE WORLD CUP FINALS 2015”

Begitulah kira-kira sang komentator meluapkan kegembiraaanya. Mungkin, anda bisa menirunya sambil memperlancar kemampuan berteriak-teriak dalam bahasa Inggris.

***

Menjadi pencetak gol pertama Lionesses  -julukan tim nasional perempuan Inggris- di ajang sebesar Piala Dunia Perempuan tentu tak pernah terbayangkan oleh gadis kecil ini. Dengan tubuh mini yang hanya 157 cm, Francesca Kirby sontak membuat para pendukung Lionesses bernafas lega. Pasalnya, pada pertandingan perdana Piala Dunia Perempuan (9/6) lalu, Lionesses menelan kekalahan tipis atas tim nasional Perancis.

Sebetulnya, tak heran jika Kirby sangat akrab dalam urusan cetak-mencetak gol. Ia sendiri adalah top skor dari kompetisi FA Women Super League 2 (FAWSL 2) atau kompetisi level kedua liga perempuan di Inggris. Saya, tidak sedang typo dalam menuliskan kata “kompetisi level kedua” karena memang begitu adanya. Fran Kirby hanya bermain untuk Reading, kesebelasan asal kampung halamannya yang ia bela sejak kecil.

Tentu sangat spesial raihan Fran Kirby ini. Sebagai satu-satunya pemain kesebelasan level kedua liga Inggris yang dipanggil tim nasional, ia mencerminkan bahwa bermain di mana pun, jika memang layak untuk membela timnas, maka kesempatan itu akan selalu terbuka lebar.

[caption id="attachment_180559" align="alignnone" width="650"]Fran Kirby merayakan gol perdananya di Piala Dunia (sumber: Bleacher Report) Fran Kirby merayakan gol perdananya di Piala Dunia (sumber: Bleacher Report)[/caption]

Lebarnya kesempatan untuk membela tim nasional atau bahkan untuk bermain sepakbola sekali pun, itu sudah menjadi hal yang luar biasa bagi Kirby. Bahwa Kirby masih bisa main bola, itu sudah sangat disyukurinya. Betapa tidak, ia sempat memutuskan pensiun dini karena depresi yang sangat mendalam. Bagaimana tidak depresi, ia kehilangan ibunda tersayangnya di kamp latihan kesebelasan Reading tepat selepas sesi latihan ketika ia baru berumur 14 tahun.

Ia mengingat jelas detik-detik kehilangan ibunya.

Kirby menceritakan bahwa selepas evaluasi latihan hari itu, ia datang menemui sang ibu yang mengantarnya setiap kali latihan sepakbola. Ibunya mengeluh tidak enak badan dan merasakan sakit di kepalanya. Ketika kondisi sang ibu mulai mulai terus menurun, sontak orang-orang yang berada di kamp latihan tersebut memanggil dokter untuk membawanya ke rumah sakit. Fran Kirby kecil kebingungan dan tak tahu apa yang harus dilakukannya. Ia sendiri, rekan-rekannya dan sang pelatih, akhirnya mengikuti sang dokter ke rumah sakit.
Simak juga cerita-cerita pesepakbola dengan Ibunya:
Dokter yang menangani Denise, ibunda Kirby, akhirnya menghampiri Kirby dan menanyakan di mana ayah dan keluarga lainnya. Ia bingung, ia hanya mampu menjawab bahwa sang ayah sedang bekerja dan keluarganya yang lain tak tahu ada di mana. Dokter yang sudah mengetahui kondisi buruk ibunya karena mengalami pendarahan otak tersebut hanya terdiam dan tanpa basa-basi hanya menyuruh Kirby untuk menelepon ayahnya. Kirby naif, sangatlah naif. Ia tak tahu apa yang terjadi dan apa yang harus ia lakukan. Pandangannya kosong menatap lorong rumah sakit sembari sesekali melirik ruang rawat yang dihuni ibundanya. Ia bingung sebingung-bingungnya. Pada saat sang ibu menghembuskan nafas terakhirnya, orang-orang yang hadir di rumah sakit tersebut, termasuk ayahnya sendiri, tak kuasa untuk memberi tahu Kirby tentang hal ini. Semua orang menangis, termasuk keluarganya. Kirby bertanya pada dirinya sendiri: “Apa yang telah terjadi? Ada apa ini?”. Di tengah kebingungannya, sang ayah akhirnya menguatkan diri untuk memberi wafanya sang Ibu. Kirby yang tak sanggup mendengar kabar tersebut dan akhirnya berlari sembari tersedu-sedu. Pasca tragedi tersebut, ia memutuskan untuk pergi menjauh dari sepakbola. Ia seperti tak mengenali sepakbola dan menjalani kehidupan layaknya gadis remaja lainnya. Depresi yang menghantui dirinya. Sepakbola, tidak bisa tidak, menghadirkan ingatan yang buruk bagi Kirby. Selamanya ia tak akan melupakan bagaimana ibunda tersayang itu wafat setelah sesi latihan sepakbola. Setelah kurang lebih empat tahun ia menjauh dari sepakbola, pada 2012, ia akhirnya memutuskan untuk bermain di Sunday League (liga amatir di Inggris). Keputusannya tersebut beralasan bahwa ia ingin mencoba kembali ke dunia yang ia cintainya tanpa harus menerima tekanan-tekanan kompetisi tingkat atas. Bermain di liga amatir diperkirakan bisa mengembalikan rasa senang bermain bola tanpa dibebani prestasi atau tuntutan berat lainnya. Ayahnya yang mantan penyerang tim junior Sunderland akhirnya mendukung keputusan kembalinya sang anak ke dunia sepakbola. Sampai-sampai ayahnya mesti mengganti jam kerjanya menjadi shift malam demi menonton anaknya bertanding di lapangan hijau. Tak perlu waktu lama bagi Kirby untuk memulihkan kemampuannya mengolah si kulit bundar. Dua tahun setelah bermain di Sunday League, ia pun mendapatkan caps pertama di tim nasional perempuan Inggris. Hanya dalam waktu dua tahun, ia mampu bermain untuk seragam putih-putih khas Inggris dan menjadi top skor FAWSL 2 bersama Reading pada 2014 lalu. Bahkan kini, tiga tahun setelahnya, ia mampu membuat sejarahnya sendiri dengan menciptakan gol perdana Inggris di Piala Dunia Perempuan. *** Gol ke gawang Meksiko tersebut membuatnya gembira, sangat gembira. Sang pelatih, Mark Simpson, tak sungkan memujinya sebagai “Mini Messi milik Lionesses”. Bahkan, rekan timnya berseloroh ketika bola yang ia sontek tersebut mengenai tiang gawang dan hampir tidak menjadi gol, pada saat itu ada “arwah mendiang ibunya” yang membantu tendangan Kirby berbelok masuk ke dalam gawang. Kirby pun hanya tersenyum kecil. Dari alam lain, ibunya juga pasti tersenyum bangga. Sambil menitikan air mata, ia gembira melihat anak perempuannya tumbuh besar dan membanggakan dirinya. Juga bahagia karena telah melampaui depresi dan luka batinnya. Itu yang lebih penting.
Tulisan lainnya tentang kisah-kisah Piala Dunia Perempuan:
Sumber tulisan: Guardian, Daily Mail & Bleacher Report [gambar] => http://panditfootball.com/wp-content/uploads/2015/06/francesca-kirby.jpg [tanggal] => 27 Jun 2015 [counter] => 3.709 [penulis] => Zakky BM [penulis_foto] => https://panditfootball.com/images/large/2022/Agustus%202022/Logo-transparent.png [penulis_slug] => https://panditfootball.com/profil/zakkypandit [penulis_desc] => [penulis_initial] => ZBM [kategori_id] => 392 [kategori_name] => Cerita [kategori_slug] => cerita [kategori_url] => https://panditfootball.com/kategori/cerita [user_url] => [user_fburl] => [user_twitterurl] => [user_googleurl] => [user_instagramurl] => ) [tags] => Array ( [0] => stdClass Object ( [artikel_id] => 180551 [tag_id] => 58 [tag_name] => Inggris [tag_slug] => inggris [status_tag] => [hitung] => 425 ) [1] => stdClass Object ( [artikel_id] => 180551 [tag_id] => 2294 [tag_name] => Sepakbola Perempuan [tag_slug] => sepakbola-perempuan [status_tag] => 0 [hitung] => 94 ) [2] => stdClass Object ( [artikel_id] => 180551 [tag_id] => 2294 [tag_name] => Sepakbola Perempuan [tag_slug] => sepakbola-perempuan [status_tag] => 0 [hitung] => 94 ) [3] => stdClass Object ( [artikel_id] => 180551 [tag_id] => 5070 [tag_name] => Fran Kirby [tag_slug] => fran-kirby [status_tag] => [hitung] => 1 ) ) [related_post] => Array ( [0] => Array ( [artikel_id] => 4236 [slug] => https://panditfootball.com/cerita/4236/PFB/140411/bocah-kolombia-ini-menangis-terharu-saat-bertemu-falcao [judul] => Bocah Kolombia Ini Menangis Terharu Saat Bertemu Falcao [isi] => Falcao memang masih diragukan untuk tampil di Piala Dunia nanti, terkait cedera ligamen yang dideritanya. Striker tim nasional Kolombia tersebut cedera saat membela Monaco di Liga Prancis. Meski masih menjalani terapi agar mempercepat penyembuhan lututnya di kota Madrid, Falcao masih menyempatkan diri bertemu penggermarnya. Bocah asal Bogota Kolombia yang akhirnya berhasil bertemu dengannya memang bukan sembarangan, melainkan penggemar berat yang memiliki lebih dari 130 foto dan kliping koran terpajang di dinding kamarnya. Berkat bantuan Revel Foundation, bocah 13 tahun bernama Michael Steven akhirnya meledak tangisnya saat bertemu langsung dengan sang idola. Kerasnya tangis seru sempat membuat heran anak - anak lain yang memang juga berkesempatan bertemu dengan El Tigre. Pada akhir pertemuan tersebut Steven juga sempat memegang lutut Falcao sambil mendoakan agar dirinya dapat sembuh dengan cepat. Steven berharap agar di Piala Dunia nanti negaranya Kolombia dapat diperkuat mantan striker Atletico Madrid tersebut. Falcao memang belum dapat dipastikan pulih total saat Piala Dunia nanti. Namun dokter yang menanganinya, Jose Carlos Noronha optimis kesembuhan Falcao dapat terjadi lebih cepat. Get well soon El Tigre!   [video id="SHYpZoNLV9o" site="youtube"][/video]   (amp) [gambar] => http://www.panditfootball.com/wp-content/uploads/2014/04/falcao.jpg [tanggal] => 11 Apr 2014 [counter] => 2.619 [penulis] => PanditFootball [penulis_foto] => https://panditfootball.com/assets/images/logo/Logo-transparent.png [penulis_slug] => https://panditfootball.com/profil/PanditFootball [penulis_desc] => Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis sepakbola, baik Indonesia maupun dunia. Analisis yang dilakukan meliputi analisis pertandingan, taktik dan strategi, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya. Keragaman latar belakang dan disiplin ilmu para analis memungkinkan PFI untuk juga mengamati aspek kultur, sosial, ekonomi dan politik dari sepakbola. Akun twitter: @panditfootball contact: redaksi@panditfootball.com [penulis_initial] => PND [kategori_id] => 392 [kategori_name] => Cerita [kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/cerita ) [1] => Array ( [artikel_id] => 1930 [slug] => https://panditfootball.com/cerita/1930/PFB/140201/kisah-bir-dan-sepakbola-ala-papua [judul] => Kisah Bir dan Sepakbola ala Papua [isi] =>

Oleh: Paul Cumming

"Pak Paul! Pak Paul!" Terdengar teriakan keras dari lantai atas sebuah hotel di Bekasi. Mulanya saya masih mengabaikan teriakan itu. Tapi intonasi teriakan itu membuat saya sedikit panik. Lalu terdengar lagi teriakan yang lebih jelas: "Pak Paul! Adolof, Pak Paul!" "Hah Adolof?" Saya baru sadar. Di depan seluruh pemain Perseman Manokwari yang sedang bersiap-siap berangkat ke stadion, ternyata ada satu pemain yang belum muncul. Pemain itu adalah Adolof Kabo. Saya refleks memijit-mijit kening sembari bergumam: "Aduh Adolof!" Adolof Kabo adalah pemain kunci Perseman Manokwari saat saya melatih di sana pada 1984-1986. Sebagai seorang striker, dia penyerang yang gol-golnya amat dibutuhkan. Tapi Kabo bukan sekadar goal-getter, dia juga nyawa tim. Dengan skill individunya, yang kadang kala membuatnya terlihat egois, Kabo sering meneror pertahanan lawan seorang diri. Bersama partnernya di lini depan, Elly Rumaropen, dan pemain tengah Yonas Sawor, Kabo bisa sangat percaya diri mengobrak-abrik pertahanan lawan. Nama-nama inilah yang berhasil membawa Perseman sampai ke grand-final Divisi Utama Perserikatan 1986 menghadapi Persib Bandung. Maka ketika saya sadar Adolof tak terlihat bersama rekan-rekannya, ditambah teriakan panik dari lantai atas, saya merasa gelisah bukan main. Padahal sebentar lagi kami harus berangat ke stadion Bekasi untuk berjuang mati-matian melawan Perseden Denpasar. Pertandingan itu amat menentukan bagi kami untuk lolos ke Empat Besar Divisi Satu 1984 yang akan digelar Bandung. "Aduh, Adolof ini kemana, yah?" "Mungkin dia masih di warung?" salah seorang pembantu umum (kitman) mencoba menenangkan saya. Setelah ditunggu beberapa menit, Adolf tak kunjung datang. Imbasnya saya pun berkeringat dingin. "Cari dia! Cepat! Cepat! Cepat! Tidak ada waktu lagi!," teriakan saya menyentak seluruh ruangan. Dua orang pembantu umum yang terlihat kebingungan langsung berlari keluar mencari Adolof ke warung-warung terdekat. Beberapa menit kemudian mereka berhasil menemukan Adolof. Degup jantung saya pun sedikit mereda. Syukurlah! Tapi kegugupan saya belum hilang karena Adolof tiba dengan dipapah dua pembantu umum. Adolof berjalan sempoyongan. "Duh ternyata dia mabuk!" keluh saya dalam hati. Lantas tiba-tiba dia langsung memeluk saya. "Saya minta maaf Paul, saya baru habis sepuluh botol besar," ucap Adolof sambil meringis dengan air mata berlinang. Tampaknya dia merasa sangat bersalah. "Adolof masih bisa main?" saya tanya dia baik-baik. "Bisa, Paul. Walaupun saya mabuk saya janji cetak gol dan kita akan menang dan saya janji saya tidak akan minum lagi sampai kita juara di Bandung!" "Okay Adolof. Saya percaya sama Adolof. Sekarang cepat pakai kostum karena kami menunggu Adolof untuk ikut doa sebelum ke lapangan," Sampai ke stadion Adolof masih loyo, langkahnya masih gontai. Dia masih belum memisahkan dunia nyata dengan alam bawah sadarnya. Waktu pemanasan dia malah sempat dua kali jatuh terpeleset membuat orang terheran-heran melihatnya. Saya sedikit ragu kepada dia, tapi saya percaya janji Adolof pada saya. Karena itulah saya pasang dia sebagai starter. Intinya dia harus berjuang dari awal. Degup jantung saya mengencang sepanjang pertandingan, terutama saat melihat Adolof Kabo di lapangan. Duh! Masalahnya selama pertandingan dia berlari agak miring dan oleng sempoyongan. Tanpa di-tekel atau di-body charge lawan pun Adolof beberapa kali jatuh karena keseimbangannya yang setengah sadar. Tetapi siapa sangka tiba-tiba dia mencetak gol yang sangat spektakuler lewat shooting jarak jauh dari jarak 30 meter. Kami pun menang 1-0 hingga bisa lolos ke 4 Besar di Bandung. Kejadian ini tak pernah saya lupakan, karena baru pertama kalinya saya lihat orang setengah sadar bisa cetak gol. Cerita kemudian berlanjut di Bandung. Sampai ke Bandung saya sangat kecewa karena oleh panitia kami dan tiga tim lainnya ditempatkan dalam satu barak militer yang sama. Saya langsung melarang pemain turun dari bus. PS Bengkulu juga menolak tinggal di komplek militer itu dan memilih sebuah hotel yg sangat mewah. Panitia marah-marah kepada saya, tetapi saya jelaskan kalau tim saya dari PSAD (Persatuan Sepakbola Angkatan darat) saya pasti setuju di situ, tapi kami tim bola sipil bukan militer. Mendengar alasan itu mereka panggil saya "Cowboy Cumming" . Saya tak peduli omelan itu karena sesuai dengan prinsip saya kalau sebuah tim mau berhasil harus dalam keadaan gembira. Tinggal di barak militer, kami tentu tak akan gembira. Beruntung akhirnya kami dapat tempat di Balai Latihan Departemen Tenaga Kerja, di mana situasi sangat kondusif apalagi masyarakat disitu sangat-sangat ramah. Bagi saya, bermain bola dengan kegembiraan, dengan hati yang senang, adalah kunci untuk memunculkan permainan maksimal anak-anak Perseman. Sepakbola adalah kebahagiaan, kesenangan, dan suka cita. Jika bermain dengan tertekan, sukar akan mendapatkan hasil yang diinginkan. Ternyata kegembiraan suasana selama di situ membuat hasil yang positif dan Perseman keluar sebagai juara. Asal tahu saja, sebelum babak empat besar, semua pemain termasuk Adolof berjanji untuk tidak minum alkohol sampai kami menerima trofi juara Divisi Satu. Saya sudah bilang sama mereka, "Kalau kalian janji tidak minum sampai kita juara, malam setelah juara kalian bebas dan boleh minum sepuas-puasnya." Dan ternyata janji itu mereka penuhi. Maka sesudah mengalakan PS Bengkulu 3-1 di final. Mereka langsung menagih janji itu. Saya menepati janji saya untuk membiarkan mereka larut dalam pesta pora.

Lanjut ke halaman berikutnya

Lanjutan dari halaman sebelumnya

Besoknya pagi-pagi saya sudah gelisah di hotel. Beberapa jam sebelum ke stasiun untuk pulang, para pemain masih banyak yang hilang entah ke mana. Untungnya beberapa mahasiswa asal Papua membantu kami mencari pemain di tempat-tempat hiburan. Beruntung sebelum kereta berangkat ke Jakarta semua pemain sudah ada di atas kereta walaupun sebagian dari mereka masih kurang sadar! Melihat mereka saya tak pernah marah, saya tahu bahwa bir dan sepakbola di Papua memang sulit dipisahkan. Saran saya kepada pelatih yang hendak melatih klub-klub Papua harus mengerti masalah itu. Jika mau berhasil turuti saran saya itu. Soalnya amat jarang pemain Papua yang tidak suka minum, karena itu sudah bagian dari tradisi di sana. Saya masih ingat ketika Adolof dikirim ke Brasil oleh PSSI. Sesudah agak lama di Brasil dia kembali ke Manokwari. Setelah sampai di Manokwari dia langsung mendatangi saya yang waktu itu sedang memimpin latihan Perseman di lapangan Borassi. Ketika saya sedang asyik-asyik di tepi lapangan tiba-tiba saja Adolof berlari dan memeluk saya. Langsung saya tanya dia tentang pengalaman dia selama di Brasil. Maksud saya bertanya soal ilmu sepakbola yang dia dapat disana. Tapi jawabannya ternyata berbeda. Adolof malah menjawab dengan senyum khasnya "Aduh Paul! Bir di Brasil tidak enak!" "Aduh Adolof!" Ada juga cerita lucu lainnya. Saat itu Perseman sedang berlaga di Divisi Utama Perserikatan tahun 1985. Waktu itu tiba-tiba saja Solichin GP (Ketua umum Persib Bandung) membuat acara makan bersama antara pemain Persib dan Perseman Manokwari di restoran Lembur Kuring Senayan. Saya pikir acara itu adalah acara permintaan maaf Solihin kepada saya, mengingat sebelumnya dia pernah meminta PSSI untuk mendeportasi saya hanya gara-gara Jonas Sawor mendorong Adjat Sudrajat ketika Persib jumpa Perseman di putaran 12 besar Dalam acara makan-makan tersebut, pihak Persib amat sangat ramah. Entah itu taktik atau apa, yang jelas para pemain Perseman diberikan masing-masing 5 botol bir besar. Para pemain Persib tak lama-lama di sana mereka pulang duluan. Tapi Pemain Perseman tetap di tempat karena botol-botol yang ada belum habis. "Alamak!" mereka lupa bahwa para pemain Persib cepat-cepat pulang karena keesokan harinya akan melawan Persija Jakarta. Dan yang lebih parahnya lagi, sebelum Persib bertanding di Stadion Senayan malam hari, sorenya Perseman harus melawan PSP Padang. Kalau tidak salah, gara-gara pesta itu, banyak pemain yang mabuk berat dan begadang sampai pagi. Ada berapa pemain inti tidak bisa turun, termasuk Adolof karena cedera. Mau tak mau saya menurunkan pemain pas-pasan, apalagi banyak di antara mereka masih di bawah pengaruh alkohol. Beruntung Sem Aupe mampu menggantikan posisi Adolof sebagai striker dengan baik. Pertandingan berjalan lancar dengan semangat tinggi. Hanya waktu istirahat di ruang ganti saya tidak memberikan intruksi kepada mereka. Sebagian pemain memilih tidur dan harus dibangunkan lagi untuk babak kedua. Meski terlelap sebentar, Perseman di luar dugaan menang 2-1. --------------------------------------------------- Catatan editor: Dalam naskah buku yang akan terbit [Persib Undercover: Kisah-kisah yang Terlupakan] yang disusun oleh Aqwam Fiazmi Hanifan, ada kisah tambahan yang menarik mengenai Perseman dan bir yang tak sempat dikisahkan Paul di tulisannya ini. Wawancara Aqwam dengan Achwani, Sekretaris Umum Persib di saat Persib bertemu Perseman di Grand Final Divisi Utama 1986, menjelaskan bagaimana Persib dengan cerdik menggunakan kebiasaan minum pemain Perseman ini. Menurut Achwani, salah seorang pengurus diberi tugas untuk memancing para pemain Perseman keluar dari kamar hotel untuk ditraktir minum sepuasnya di salah satu bar. "Saya diberi tugas untuk kasih mereka berkrat-krat bir supaya mereka mabuk berat dan tak tidur, ternyata benar saja, ternyata di malam itu misi saya sukses, mereka mabuk dan sama sekali tak istirahat, padahal besoknya mau bertanding lawan Persib," ucap Achwani. Hal ini diakui oleh Paul Cumming. Ia mengakui kelemahannya anak asuhnya selalu dimanfaatkan oleh lawan, hampir semua lawan Perseman, bukan hanya Persib. Dalam laporan Pikiran Rakyat edisi 19 Januari 1985, Adolf Kabo mengakui bahwa minum-minum adalah tradisi yang biasa mereka lakukan bersama rekan-rekannya. Saat itu Perseman baru saja bertanding melawan PSMS dengan skor akhir 1-1. Saat berbicara pada wartawan ketika itu, Adolf sempat memperlihatkan tumpukan kaleng bir. [@zenrs]   Penulis adalah mantan pelatih sepakbola di berbagai klub Indonesia. Kini bergabung dengan Pandit Football Indonesia sebagai penulis tamu. Akun twitter @papuansoccer       image by: travelpapua.blogspot.com perseman-manokwari.jimdo.com

[gambar] => https://panditfootball.com/images/attach/perseman-1986-adolf-kabo-cs.jpg [tanggal] => 01 Feb 2014 [counter] => 115.704 [penulis] => PanditFootball [penulis_foto] => https://panditfootball.com/assets/images/logo/Logo-transparent.png [penulis_slug] => https://panditfootball.com/profil/PanditFootball [penulis_desc] => Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis sepakbola, baik Indonesia maupun dunia. Analisis yang dilakukan meliputi analisis pertandingan, taktik dan strategi, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya. Keragaman latar belakang dan disiplin ilmu para analis memungkinkan PFI untuk juga mengamati aspek kultur, sosial, ekonomi dan politik dari sepakbola. Akun twitter: @panditfootball contact: redaksi@panditfootball.com [penulis_initial] => PND [kategori_id] => 392 [kategori_name] => Cerita [kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/cerita ) ) [prev_post] => Array ( [artikel_id] => 180550 [slug] => https://panditfootball.com/article/show/cerita/180550/PFB/150627/pola-pola-dalam-transfer-jackson-martinez [judul] => Pola-pola dalam Transfer Jackson Martinez [isi] => Ada sejumlah hal menarik dalam transfer Jackson Martinez dari Porto ke Atletico Madrid. Martinez seperti mengikuti sejumlah pola pemain yang dijual Atletico. Jika ini benar, maka tak lama lagi kita akan menyaksikan Martinez bertanding di Liga Inggris. Transfer Martinez memang mengejutkan. Penyerang Kolombia ini awalnya dikabarkan hampir merapat ke AC Milan. Namun, Martinez malah berkostum putih-merah milik Atletico. Kepindahan ini pun tidak main-main karena kabarnya Atletico membayar klausul buy-out dalam kontrak Martinez senilai 35 juta euro. Salah satu alasan yang membuat Martinez pindah ke Atletico adalah kehadiran Diego Simeone. Selain itu faktor Atletico yang bermain di Liga Champions digadang-gadang menjadi alasan lain. Namun, tahukah Anda jika transfer Martinez ini sudah membentuk pola yang hampir mirip dengan striker-striker sebelumnya: Berasal dari Amerika Selatan, pernah bermain di Portugal, lalu ditransfer ke Liga Primer Inggris dengan banderol mahal. Membentuk Pola Spesifik Sebelum Martinez, kita mengenal nama Sergio Aguero. Penyerang asal Argentina tersebut mengawali karir di Independiente sejak 2003. Pada 2006, ia hijrah ke Spanyol dengan nilai transfer 23 juta euro. Angka tersebut amatlah besar untuk pesepakbola berusia 18 tahun. Jumlah tersebut pun memecahkan nilai rekor transfer Atletico. Pada 2011, Aguero ditransfer ke Manchester City senilai 45 juta euro, angka yang juga amat fantastis. Uang penjualan Aguero ke City dipergunakan untuk membeli striker Kolombia, Radamel Falcao. Falcao sebelumnya bermain untuk kesebelasan Argentina, River Plate, dan kesebelasan Portugal, FC Porto. Kepindahan Falcao ke Atletico kembali memecahkan rekor pemain termahal Atletico karena ditransfer senilai 40 juta euro. Atletico tak berlama-lama menahan Falcao. Hebatnya, mereka melepas Falcao dengan nilai yang lebih fantastis: 60 jute euro ke AS Monaco. Setelah Falcao, lalu muncul nama Diego Costa. Penyerang kelahiran Brasil tersebut sebelumnya merumput di kesebelasan Portugal, Braga. Costa kemudian ditransfer penuh ke Atletico Madrid pada 2010. Sebelumnya, Costa pernah dibeli Atletico Madrid pada 2006, tapi tidak bermain sama sekali dengan nilai 1,5 juta euro dan hanya mendapatkan 50% dari hak ekonominya. Kepindahannya pada 2010 tidak disebutkan berapa angka pastinya. Berdasarkan Transfermarkt, Atletico mesti membayar Real Valladolid senilai 5,7 juta pounds. Costa pun tak lama di Atletico. Ia hanya merumput tiga musim. Costa kemudian ditransfer ke Inggris setelah Chelsea membayar klausul buy-out senilai 32 juta pounds. Ada kesamaan antara Aguero, Falcao, dan Costa. Ketiganya sama-sama lahir di Amerika Selatan. Aguero dan Falcao pernah bermain di klub Argentina. Falcao dan Costa pernah bermain di klub Portugal. Aguero, Falcao, dan Costa ditransfer dengan nilai yang lebih besar daripada nilai saat pembelian. Ketiganya pun kini (pernah) bermain di Liga Inggris. Martinez punya formula yang mirip. Ia lahir di Kolombia; berkarir di Liga Kolombia dan Liga Portugal. Falcao dan Costa terlibat dalam sistem kepemilikan pihak ketiga (third party-ownership/TPO), sementara Aguero tidak diketahui. Namun, dalam tulisan kami sebelumnya pernah dinyatakan bahwa hampir 90 persen pemain di Amerika Selatan terlibat dalam praktik TPO. Umumnya “tempat penampungan” mereka adalah Liga Portugal. Dugaan Kepemilikan Pemain oleh Pihak Ketiga
Untuk lebih jelas tentang kepemilikan pemain oleh pihak ketiga bisa dibaca di sini: Kepemilikan Pemain Pihak Ketiga Tak Membuat Klub Jadi Kaya Raya Kepemilikan Pemain Pihak Ketiga Memang Bikin Ruwet
Salah satu yang mencolok dari sistem ini adalah para pemainnya dibanderol amat mahal. Tujuannya untuk membeli hak ekonomi pemain yang dimiliki oleh pihak ketiga. Praktik ini makin lama makin sulit untuk diendus karena bisa saja ada kebohongan dalam nilai transfer antara satu kesebelasan dengan kesebelasan lainnya. Misalnya, Porto dan Atletico memiliki jaringan yang sama. Untuk meningkatkan nilai pemain, maka para pemain yang ditransfer pun nilai transfernya ditinggikan untuk menjaga nilainya tetap tinggi di pasaran. Kecurigaan atas praktik tersebut memang didasari dari tingginya nilai jual sang pemain. Selain itu, untuk menjaga agar nilai pemain tidak turun, ia “dipindahkankan” ke kesebelasan lain seperti yang terjadi pada Radamel Falcao. Kris Voakes, koresponden Goal menyakini bahwa Atletico tidak memiliki 100% hak kepemilikan Falcao, meskipun Atletico menyatakan hal yang sebaliknya. Saat itu, Porto pun dikabarkan hanya memiliki 100 persen kepemilikan untuk enam pemain. Selain itu, hak ekonomi Falcao pun kabarnya tidak dimiliki oleh satu perusahaan TPO melainkan lebih dari satu. Hal ini diperkuat dengan dijualnya David de Gea ke Manchester United dan Aguero ke Manchester City. Penjualan tersebut tak lain untuk menekan utang Atletico yang kian meningkat. “Pada Agustus 2011, mereka secara mengejutkan setuju dengan transfer 40 juta Euro untuk pemain Kolombia,” tulis Kris, “Ada hal yang meragukan—dalam hal daya saing murni olahraga—terdapat praktik TPO yang mengelilingi Atletico.”
Untuk pembahasan lebih komprehensif bisa dibaca rangkaian tulisan kami tentang kepemilikan pemain pihak ketiga di About The Game.
Hal serupa juga dirasakan menimpa transfer Martinez ke Atletico. Atletico dianggap sebagai alat bagi TPO untuk menjual Martinez dengan harga yang jauh lebih tinggi di kemudian hari. Keanehan ini terasa karena sebelumnya Atletico menjual Mario Mandzukic ke Juventus dengan nilai 19 juta euro. Mengapa Atleti menjual Mandzukic yang sudah dikenal karena pengalamannya dengan harga yang jauh lebih rendah dibanding seorang striker yang belum teruji kemampuannya? Pertanyaan yang sebenarnya pun muncul, benarkan Atleti menyerahkan uang senilai 35 juta euro kepada FC Porto? Atau malah Atleti tak mengeluarkan uang sama sekali? Selain itu, dipilihnya Atleti sebagai pelabuhan selanjutnya Martinez pun terbilang aneh, karena AC Milan-lah kesebelasan yang begitu ngotot untuk mendatangkannya. Bahkan, CEO AC Milan, Adriano Galiani, datang secara khusus ke Portugal bersama ketua Doyen Sports, Neilo Lucas. Namun, bukan tidak mungkin jika Martinez pindah ke Milan, maka hak ekonominya akan sepenuhnya dikuasai Milan dan ini tentu saja tidak menguntungkan bagi perusahaan TPO yang memiliki mayoritas hak ekonomi miliknya. Dari semua keanehan tersebut, kepindahan Martinez membuat kita bisa yakin bahwa suatu saat nanti, dalam waktu yang dekat ini, Martinez akan berlaga di Liga Inggris, atau pindah ke Real Madrid atau Barcelona dengan nilai transfer tinggi. Tunggu saja.   Sumber gambar: fifa.com [gambar] => http://panditfootball.com/wp-content/uploads/2015/06/Jackson-Falcao.jpg [tanggal] => 27 Jun 2015 [counter] => 4.992 [penulis] => Frasetya Vady Aditya [penulis_foto] => https://panditfootball.com/images/large/2022/Agustus%202022/Logo-transparent.png [penulis_slug] => https://panditfootball.com/profil/AditPandit [penulis_desc] => [penulis_initial] => FVA [kategori_id] => 392 [kategori_name] => Cerita [kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/cerita ) [next_post] => Array ( [artikel_id] => 180578 [slug] => https://panditfootball.com/article/show/pandit-sharing/180578/PFB/150627/derby-panas-di-tanah-arya [judul] => Mengenal Derby Terpanas di Tanah Arya [isi] =>
Dikirim oleh : Ivan Rahardianto
Benua Asia selalu menyajikan rivalitas antar klub yang menarik untuk dinikmati. Salah satu derby yang patut dinikmati  berasal dari Tanah Arya yaitu Tehran Derby. Mungkin Derby ini bisa dikatakan sebagai derby paling panas di Asia. Derby ini membelah Teheran menjadi dua warna berbeda merah (Persepolis) dan biru (Esteghlal). Tehran Derby mempertemukan dua klub terbesar dan  tersukses di Iran yaitu Esteghlal FC dan Persepolis FC. Dua klub yang dianggap  masuk dalam “The Big Three” liga Iran . Pada Awalnya Esteghlal adalah klub olahraga sepeda. Tiga orang tentara Iran, pada tahun 1945, mendirikan tim ini dengan Docharkhe Savaran. Setelah empat tahun berdiri klub ini baru mulai fokus pada olahraga sepakbola dan berubah nama menjadi Tej Teheran. Kemudian setelah revolusi Iran pada tahun 1979 klub ini berganti nama menjadi Esteghlal FC. Pergantian nama ini karena sebelum revolusi Iran klub ini dikaitkan dengan monarki dan rezim yang berkuasa pada saat itu. Esteghlal telah memenangkan liga  Iran sebanyak 8 kali dan juara asia sebanyak 2 kali. Sedangkan Persepolis didirikan pada tahun 1963 oleh Ali Abdo mantan petinju Iran. Pada masa awal-awal  terbentuk, Persepolis lebih banyak berkutat di divisi bawah liga Iran.  Persepolis baru mulai bangkit ketika tahun 1968 mereka  menggunakan mantan pemain Shahin FC, klub yang dibubarkan oleh pemerintah pada tahun 1967 karena alasan politik. Manajer Persepolis saat Itu Parviz Dehdari  membawa beberapa bekas  pemain Shahin FC untuk bergabung ke Persepolis. Sejak saat itu Persepolis berubah menjadi salah satu klub tersukses  di Iran. Pemilihan nama Persepolis oleh Ali Abdo terinspirasi dari sebuah kota kuno pada zaman Persia. Nama Persepolis berasal dari bahasa Yunani yaitu perses yang berati Persia dan polis yang berarti kota. Pada zaman dahulu Persepolis merupakan  salah satu ibu kota  kerajaan Persia. Persepolis telah memenangkan gelar liga Iran sebanyak 9 kali dan 1 Piala Winners Asia pada 1991. Rivalitas antara kedua klub telah dimulai sejak liga Iran belum dibentuk. Pertandingan pertama dilaksanakan  pada tahun 1968 dalam rangka persahabatan antar kedua klub dan berakhir dengan hasil imbang. Semenjak Liga sepakbola Iran dibentuk pada tahun 1970, setiap pertandingan antara kedua klub selalu  berlangsung dengan tensi tinggi. Derby Teheran telah dimainkan sebanyak  80 kali.  Beberapa pemain legendaris Iran seperti Ali daei, Mehdi Mahdivika, Ali jabbari, Gholam Hossein Mazloumi pernah bermain di derby ini. Awal Permusuhan Pengaruh dan dukungan dari rezim yang berkuasa pada saat itu menjadi awal permusuhan kedua klub. Menurut Sina Saemian, seorang penulis asal Teheran, permusuhan berawal dari pembubaran klub Shahin FC oleh pemerintah karena alasan politk. Setelah dibubarkan banyak pemain Shahin pindah ke Persepolis dan membawa kultur Shahin FC sehingga membuat permusuhan dengan Esteghlal pindah ke Persepolis. Untuk diketahui sebelum bersaing dengan Persepolis, Esteghlal merupakan rival berat Shahin fc. Sedangkan disisi lainnya Esteghlal mendapatkan dukungan dari rezim yang berkuasa dan mendapatkan banyak kemudahan dari pemerintah Perbedaan latar belakang politik dan sosial menyebabkan kedua klub mempunyai pendukung dari kelas yang berbeda. Persepolis didukung oleh kalangan kelas pekerja. Sedangkan Esteghlal didukung oleh orang-orang kelas atas Iran dan mendapatkan dukungan dari rezim yang berkusasa pada waktu itu . Fakta lainya yang menjadikan derby ini panas adalah kedua klub mempunyai basis suporter terbesar di Iran. Persepolis mempunyai suporter paling banyak di Iran diikuti dengan Esteghlal di peringkat kedua. Fanatisme dan kebencian antar pendukung kedua klub tak jarang membuat pertandingan berakhir dengan bentrokan Salah satu pertandingan paling panas dan berujung pada bentrokan  terjadi pada tahun 2000. Ketika itu kiper Esteghlal, Parviz Boroumand, memukul pemain Persepolis Payan Rafat di wajah. Kedua pemain ini sebelumnya beradu mulut selama pertandingan hingga berakhir adu jotos. Pukulan tersebut menyebabkan perkelahian antar pemain dan  bentrokan antar   suporter di luar stadion  yang menyebabkan lebih dari 250 bus  dan 100 toko mengalami kerusakan. Akibat kejadian tersebut polisi menangkap 3 pemain dari masing-masing klub dan 60 fans yang dianggap sebagai provokator. Lalu ada lagi pertandingan kontroversial lainnya pada 11 januari 1995. Ketika itu  Persepolis sudah unggul 2 gol sampai menit 80, tiba-tiba Esteghlal mampu menyamakan 2 gol yang salah satunya lewat titik putih. Keputusan wasit yang memberikan tendangan penalti membuat marah suporter. Para pendukung Persepolis menganggap wasit terlalu berat sebelah. Akibat keputusan wasit tersebut, suporter Persepolis menyerbu lapangan dan menyebabkan keributan di lapangan antara pemain dan suporter. Semenjak laga tersebut federasi sepakbola Iran memutuskan menggunakan wasit dari luar negeri untuk memimpin derby ini demi menjaga netralitas pertandingan. tehran derby **
Simak juga beberapa tulisan lainnya yang terkait dengan derby atau rival dalam satu kota di sini
Tehran Derby  telah menjadi salah satu even olahraga  terbesar  di Iran, dengan 100.000 ribu penonton memenuhi stadion dan ditonton lebih dari  30 juta orang di televisi. Begitu pentingnya derby ini membuat tekanan kepada pemain dan pelatih  untuk memenangkan pertandingan sangat besar. Sampai para suporter kedua klub beranggapan bahwa memenangkan pertandingan ini lebih penting daripada memenangkan gelar liga. Saat hari pertandingan ini berlangsung, semua aktivitas masyarakat dan roda perekonomian kota Teheran terganggu karena orang-orang pergi  untuk menonton derby ini  baik di Stadion Azadi maupun di layar televisi. Sayangnya kaum hawa Iran tidak bisa menikmati derby ini di stadion karena pasca revolusi Iran, pemerintah melarang perempuan untuk menonton langsung sepakbola di stadion. Perubahan lainnya setelah revolusi Iran adalah  kedua klub berada dibawah kontrol pemerintah. Semua aset klub diambil alih oleh pemerintah dan pendanaan berasal dari pemerintah. Tetapi pada 2005  pemerintah Iran berencana menjual kedua klub kepada pihak swasta. Masalah keuangan  dan utang yang mencapai 30 juta euro menjadi alasan pemerintah untuk menjual dua klub ini. Sejak 2009 berbagai upaya dilakukan untuk menjual kedua klub ini tapi terkendala masalah administratif dan tantangan hukum. Rencana ini mendapat tentangan dari berbagai kalangan karena sumber pendapatan klub swasta  Iran dari hak siar dan penjualan tiket tidak cukup untuk mendanai klub. Pemerintah Iran sudah 3 kali  melakukan percobaan  untuk menjual kedua klub tapi tak membuahkan hasil. Banyak kekhawatiran yang muncul jika kedua klub diprivatisasi salah satunya adalah masalah keamanan karena kedua klub mempunyai basis sosial yang besar dan privatisasi akan membuat kontrol pemerintah terhadap kedua klub menjadi berkurang. Rencana privatisasi dan masalah keuangan yang menimpa kedua klub tidak  membuat Derby Teheran kehilangan daya tariknya. Derby Teheran selalu menyajikan sesuatu yang spesial untuk dinikmati. Meski tidak semegah derby Madrid dan Roma, tetapi Tehran Derby  dan sepakbola sudah menjadi bagian dari kehidupan orang-orang Iran dan  menjadi  hiburan bagi  orang–orang Iran di tengah tengah rutinitas kehidupan dan pekerjaan yang melelahkan. Perbedaan latar belakang sosial dan budaya menjadikan derby ini lebih dari sekadar derby biasa. Seperti pepatah mengatakan bahwa sepakbola lebih dari sekadar permainan, sepakbola bukan saja tentang strategi , aturan-aturan, dan statistik, tetapi juga tentang  tradisi dan budaya yang dihasilkan dari olahraga bernama sepakbola, dan Tehran derby telah menjadi semacam budaya bagi orang Iran.
Penulis aktif di media sosial dengan akun @rahardiantoo
[gambar] => http://panditfootball.com/wp-content/uploads/2015/06/a.jpg [tanggal] => 27 Jun 2015 [counter] => 12.464 [penulis] => panditsharing [penulis_foto] => https://panditfootball.com/images/attach/panditsharingsmall.jpg [penulis_slug] => https://panditfootball.com/profil/panditsharing [penulis_desc] => Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com 1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan 2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word 3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll) 4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan) [penulis_initial] => PSH [kategori_id] => 454 [kategori_name] => PanditSharing [kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/pandit-sharing ) [categories] => Array ( [0] => Array ( [kategori_id] => 18 [kategori_name] => Editorial [kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/editorial [status] => 1 [counter] => 203 ) [1] => Array ( [kategori_id] => 4969 [kategori_name] => Advetorial [kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/advetorial [status] => 1 [counter] => 46 ) [2] => Array ( [kategori_id] => 6729 [kategori_name] => tentang [kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/tentang [status] => 1 [counter] => 0 ) [3] => Array ( [kategori_id] => 334 [kategori_name] => Sains [kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/sains-bola [status] => 1 [counter] => 183 ) [4] => Array ( [kategori_id] => 454 [kategori_name] => PanditSharing [kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/pandit-sharing [status] => 1 [counter] => 613 ) [5] => Array ( [kategori_id] => 6719 [kategori_name] => Terbaru [kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/terbaru [status] => 1 [counter] => 0 ) [6] => Array ( [kategori_id] => 599 [kategori_name] => Berita [kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/berita [status] => 1 [counter] => 3271 ) [7] => Array ( [kategori_id] => 151 [kategori_name] => Fantasy Premier League [kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/fpl-football-culture [status] => 1 [counter] => 930 ) [8] => Array ( [kategori_id] => 1385 [kategori_name] => Jadwal Siaran Televisi [kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/jadwal-siaran-televisi [status] => 1 [counter] => 2 ) [9] => Array ( [kategori_id] => 3 [kategori_name] => Analisis [kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/analisa-pertandingan [status] => 1 [counter] => 1270 ) [10] => Array ( [kategori_id] => 5 [kategori_name] => Football Culture [kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/football-culture [status] => 1 [counter] => 31 ) [11] => Array ( [kategori_id] => 2049 [kategori_name] => Nasional [kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/nasional [status] => 1 [counter] => 87 ) [12] => Array ( [kategori_id] => 392 [kategori_name] => Cerita [kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/cerita [status] => 1 [counter] => 3163 ) ) [populer_tag] => Array ( [0] => stdClass Object ( [tag_id] => 20 [tag_name] => EPL [tag_slug] => epl [status_tag] => 0 [hitung] => 1279 ) [1] => stdClass Object ( [tag_id] => 7021 [tag_name] => Indonesia [tag_slug] => indonesia [status_tag] => 2 [hitung] => 867 ) [2] => stdClass Object ( [tag_id] => 6143 [tag_name] => Manchester United [tag_slug] => manchester-united [status_tag] => 0 [hitung] => 639 ) [3] => stdClass Object ( [tag_id] => 6502 [tag_name] => Liga Champions Eropa [tag_slug] => liga-champions-eropa [status_tag] => 0 [hitung] => 495 ) [4] => stdClass Object ( [tag_id] => 63 [tag_name] => Chelsea [tag_slug] => chelsea [status_tag] => [hitung] => 479 ) [5] => stdClass Object ( [tag_id] => 42 [tag_name] => Arsenal [tag_slug] => arsenal [status_tag] => [hitung] => 474 ) ) [populer_sidebar] => Array ( [0] => Array ( [slug] => https://panditfootball.com/taktik/215443/PFB/240317/sekarang-thiago-motta-tidak-akan-diejek-lagi [judul] => Sekarang, Thiago Motta Tidak Akan Diejek Lagi [gambar] => https://panditfootball.com/images/large/2022/FI%20BOLOGNSA.jpeg [tanggal] => 17 Mar 2024 [counter] => 7.470 ) [1] => Array ( [slug] => https://panditfootball.com/analisa-pertandingan/215427/PFB/240117/indonesia-vs-irak-mengapa-wasit-tidak-menganulir-gol-kedua-irak [judul] => Indonesia vs Irak : Mengapa Wasit Tidak Menganulir Gol Kedua Irak [gambar] => https://panditfootball.com/images/large/FPL%202023-2024/WhatsApp%20Image%202024-01-16%20at%2010.26.01%20PM.jpeg [tanggal] => 17 Jan 2024 [counter] => 5.399 ) [2] => Array ( [slug] => https://panditfootball.com/analisa-pertandingan/215442/PFB/240302/siapa-bisa-hentikan-inter-di-serie-a [judul] => Siapa Bisa Hentikan Inter di Serie A? [gambar] => https://panditfootball.com/images/large/2022/Italia/FI%20-%20Dominasi%20Inter.jpeg [tanggal] => 02 Mar 2024 [counter] => 4.889 ) [3] => Array ( [slug] => https://panditfootball.com/cerita/215428/PFB/240117/eritrea-dan-kisah-pemain-yang-kabur-dari-negaranya [judul] => Eritrea dan Kisah Pemain yang Kabur dari Negaranya  [gambar] => https://panditfootball.com/images/large/Afrika/FI%20ERITREA.jpeg [tanggal] => 17 Jan 2024 [counter] => 1.911 ) ) [terbaru_sidebar] => Array ( [0] => Array ( [slug] => https://panditfootball.com/pandit-sharing/215481/PFB/240923/ [judul] => Penunjuk Jalan Menuju Panah Hijau di FPL [gambar] => https://panditfootball.com/images/large/FI%20-%20PANDIT%20SHARING%20FPL/PS%20-%20PENUNJUK%20JALAN.png [tanggal] => 23 Sep 2024 [counter] => 277 [penulis] => panditsharing [penulis_foto] => https://panditfootball.com/images/attach/panditsharingsmall.jpg [penulis_slug] => https://panditfootball.com/profil/panditsharing [kategori_name] => PanditSharing [kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/pandit-sharing ) [1] => Array ( [slug] => https://panditfootball.com/pandit-sharing/215487/PFB/240918/ [judul] => Simulasi Pemain Timnas Jadi Aset FPL [gambar] => https://panditfootball.com/images/large/FI%20-%20PANDIT%20SHARING%20FPL/PS%20-%20SIMULASI%20PEMAIN%20TIMNAS%20JADI%20ASET%20FPL.png [tanggal] => 18 Sep 2024 [counter] => 208 [penulis] => panditsharing [penulis_foto] => https://panditfootball.com/images/attach/panditsharingsmall.jpg [penulis_slug] => https://panditfootball.com/profil/panditsharing [kategori_name] => PanditSharing [kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/pandit-sharing ) [2] => Array ( [slug] => https://panditfootball.com/pandit-sharing/215482/PFB/240912/ [judul] => Kupas Misteri Naik Turun Harga Aset di FPL [gambar] => https://panditfootball.com/images/large/FI%20-%20PANDIT%20SHARING%20FPL/PS%20-%20HARGA%20ASET.png [tanggal] => 12 Sep 2024 [counter] => 389 [penulis] => panditsharing [penulis_foto] => https://panditfootball.com/images/attach/panditsharingsmall.jpg [penulis_slug] => https://panditfootball.com/profil/panditsharing [kategori_name] => PanditSharing [kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/pandit-sharing ) [3] => Array ( [slug] => https://panditfootball.com/pandit-sharing/215480/PFB/240912/ [judul] => Dilema Kepemilikan Erling Haaland: Madu atau Racun? [gambar] => https://panditfootball.com/images/large/FI%20-%20PANDIT%20SHARING%20FPL/PS%20-%20HAALAND%20MADU%20ATAU%20RACUN.png [tanggal] => 12 Sep 2024 [counter] => 618 [penulis] => panditsharing [penulis_foto] => https://panditfootball.com/images/attach/panditsharingsmall.jpg [penulis_slug] => https://panditfootball.com/profil/panditsharing [kategori_name] => PanditSharing [kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/pandit-sharing ) ) [categories_with_count] => Array ( [0] => Array ( [kategori_id] => 18 [kategori_name] => Editorial [kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/editorial [status] => 1 [counter] => 203 ) [1] => Array ( [kategori_id] => 4969 [kategori_name] => Advetorial [kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/advetorial [status] => 1 [counter] => 46 ) [2] => Array ( [kategori_id] => 6729 [kategori_name] => tentang [kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/tentang [status] => 1 [counter] => 0 ) [3] => Array ( [kategori_id] => 334 [kategori_name] => Sains [kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/sains-bola [status] => 1 [counter] => 183 ) [4] => Array ( [kategori_id] => 454 [kategori_name] => PanditSharing [kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/pandit-sharing [status] => 1 [counter] => 613 ) [5] => Array ( [kategori_id] => 6719 [kategori_name] => Terbaru [kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/terbaru [status] => 1 [counter] => 0 ) [6] => Array ( [kategori_id] => 599 [kategori_name] => Berita [kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/berita [status] => 1 [counter] => 3271 ) [7] => Array ( [kategori_id] => 151 [kategori_name] => Fantasy Premier League [kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/fpl-football-culture [status] => 1 [counter] => 930 ) [8] => Array ( [kategori_id] => 1385 [kategori_name] => Jadwal Siaran Televisi [kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/jadwal-siaran-televisi [status] => 1 [counter] => 2 ) [9] => Array ( [kategori_id] => 3 [kategori_name] => Analisis [kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/analisa-pertandingan [status] => 1 [counter] => 1270 ) [10] => Array ( [kategori_id] => 5 [kategori_name] => Football Culture [kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/football-culture [status] => 1 [counter] => 31 ) [11] => Array ( [kategori_id] => 2049 [kategori_name] => Nasional [kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/nasional [status] => 1 [counter] => 87 ) [12] => Array ( [kategori_id] => 392 [kategori_name] => Cerita [kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/cerita [status] => 1 [counter] => 3163 ) ) [meta_title] => Depresi Fran Kirby dan Sepakbola Amatir yang Menyelamatkannya [meta_desc] => Kemelut terjadi di depan kotak penalti kesebelasan Meksiko. Pemain bertahan mereka mencoba melakukan sapuan terhadap bola liar yang disontek Toni Duggan, penyerang tim nasional Inggris. Namun, sapuan... [meta_keyword] => Inggris,Sepakbola Perempuan,Sepakbola Perempuan,Fran Kirby [meta_image] => http://panditfootball.com/wp-content/uploads/2015/06/francesca-kirby.jpg [meta_url] => https://panditfootball.com/article/show/cerita/180551/PFB/150627/sepakbola-perempuan [js_custom_page] => [socmed_facebook] => [socmed_instagram] => Array ( [id_option] => 26 [name_option] => socmed_instagram [value_option] => https://www.instagram.com/panditfootball/ [desc_option] => @panditfootball ) [socmed_youtube] => Array ( [id_option] => 25 [name_option] => socmed_youtube [value_option] => https://www.youtube.com/@pandit.football [desc_option] => @pandit.football ) [socmed_twitter] => Array ( [id_option] => 24 [name_option] => socmed_twitter [value_option] => https://x.com/panditfootball [desc_option] => @panditfootball ) ) 1
PANDIT FOOTBALL INDONESIA

Depresi Fran Kirby dan Sepakbola Amatir yang Menyelamatkannya

Depresi Fran Kirby dan Sepakbola Amatir yang Menyelamatkannya
Font size:

Kemelut terjadi di depan kotak penalti kesebelasan Meksiko. Pemain bertahan mereka mencoba melakukan sapuan terhadap bola liar yang disontek Toni Duggan, penyerang tim nasional Inggris. Namun, sapuan tersebut gagal dan hanya bergulir lemah tanpa terjangkau pemain bertahan Meksiko. Situasi kemelut masih berlanjut dan Fran Kirby berhasil menjangkau bola dan akhirnya berhasil memperdaya tiga pemain bertahan Meksiko.

Kirby tahu bahwa ini adalah kesempatan emas baginya untuk menghidupkan asa timnas Inggris. Ia berjuang mengerahkan bola ke arah pojok kanan gawang. Sempat membentur tiang, namun akhirnya bola meluncur manis ke dalam gawang. Inggris 1, Meksiko 0. Pendukung Inggris girang bukan kepalang. Bahkan, tak hanya pendukung Inggris saja yang girang dengan gol Fran Kirby. Seorang komentator dari stasiun televisi Inggris, BBC, berteriak histeris ketika gol tersebut.  “IT’S OFF THE POST, IT’S IN! ENGLAND LEAD, FRAN KIRBY SCORES THE OPENER AT THESE WORLD CUP FINALS 2015” Begitulah kira-kira sang komentator meluapkan kegembiraaanya. Mungkin, anda bisa menirunya sambil memperlancar kemampuan berteriak-teriak dalam bahasa Inggris. *** Menjadi pencetak gol pertama Lionesses  -julukan tim nasional perempuan Inggris- di ajang sebesar Piala Dunia Perempuan tentu tak pernah terbayangkan oleh gadis kecil ini. Dengan tubuh mini yang hanya 157 cm, Francesca Kirby sontak membuat para pendukung Lionesses bernafas lega. Pasalnya, pada pertandingan perdana Piala Dunia Perempuan (9/6) lalu, Lionesses menelan kekalahan tipis atas tim nasional Perancis. Sebetulnya, tak heran jika Kirby sangat akrab dalam urusan cetak-mencetak gol. Ia sendiri adalah top skor dari kompetisi FA Women Super League 2 (FAWSL 2) atau kompetisi level kedua liga perempuan di Inggris. Saya, tidak sedang typo dalam menuliskan kata “kompetisi level kedua” karena memang begitu adanya. Fran Kirby hanya bermain untuk Reading, kesebelasan asal kampung halamannya yang ia bela sejak kecil. Tentu sangat spesial raihan Fran Kirby ini. Sebagai satu-satunya pemain kesebelasan level kedua liga Inggris yang dipanggil tim nasional, ia mencerminkan bahwa bermain di mana pun, jika memang layak untuk membela timnas, maka kesempatan itu akan selalu terbuka lebar. [caption id="attachment_180559" align="alignnone" width="650"]Fran Kirby merayakan gol perdananya di Piala Dunia (sumber: Bleacher Report) Fran Kirby merayakan gol perdananya di Piala Dunia (sumber: Bleacher Report)[/caption] Lebarnya kesempatan untuk membela tim nasional atau bahkan untuk bermain sepakbola sekali pun, itu sudah menjadi hal yang luar biasa bagi Kirby. Bahwa Kirby masih bisa main bola, itu sudah sangat disyukurinya. Betapa tidak, ia sempat memutuskan pensiun dini karena depresi yang sangat mendalam. Bagaimana tidak depresi, ia kehilangan ibunda tersayangnya di kamp latihan kesebelasan Reading tepat selepas sesi latihan ketika ia baru berumur 14 tahun. Ia mengingat jelas detik-detik kehilangan ibunya. Kirby menceritakan bahwa selepas evaluasi latihan hari itu, ia datang menemui sang ibu yang mengantarnya setiap kali latihan sepakbola. Ibunya mengeluh tidak enak badan dan merasakan sakit di kepalanya. Ketika kondisi sang ibu mulai mulai terus menurun, sontak orang-orang yang berada di kamp latihan tersebut memanggil dokter untuk membawanya ke rumah sakit. Fran Kirby kecil kebingungan dan tak tahu apa yang harus dilakukannya. Ia sendiri, rekan-rekannya dan sang pelatih, akhirnya mengikuti sang dokter ke rumah sakit.
Simak juga cerita-cerita pesepakbola dengan Ibunya:
Dokter yang menangani Denise, ibunda Kirby, akhirnya menghampiri Kirby dan menanyakan di mana ayah dan keluarga lainnya. Ia bingung, ia hanya mampu menjawab bahwa sang ayah sedang bekerja dan keluarganya yang lain tak tahu ada di mana. Dokter yang sudah mengetahui kondisi buruk ibunya karena mengalami pendarahan otak tersebut hanya terdiam dan tanpa basa-basi hanya menyuruh Kirby untuk menelepon ayahnya. Kirby naif, sangatlah naif. Ia tak tahu apa yang terjadi dan apa yang harus ia lakukan. Pandangannya kosong menatap lorong rumah sakit sembari sesekali melirik ruang rawat yang dihuni ibundanya. Ia bingung sebingung-bingungnya. Pada saat sang ibu menghembuskan nafas terakhirnya, orang-orang yang hadir di rumah sakit tersebut, termasuk ayahnya sendiri, tak kuasa untuk memberi tahu Kirby tentang hal ini. Semua orang menangis, termasuk keluarganya. Kirby bertanya pada dirinya sendiri: “Apa yang telah terjadi? Ada apa ini?”. Di tengah kebingungannya, sang ayah akhirnya menguatkan diri untuk memberi wafanya sang Ibu. Kirby yang tak sanggup mendengar kabar tersebut dan akhirnya berlari sembari tersedu-sedu. Pasca tragedi tersebut, ia memutuskan untuk pergi menjauh dari sepakbola. Ia seperti tak mengenali sepakbola dan menjalani kehidupan layaknya gadis remaja lainnya. Depresi yang menghantui dirinya. Sepakbola, tidak bisa tidak, menghadirkan ingatan yang buruk bagi Kirby. Selamanya ia tak akan melupakan bagaimana ibunda tersayang itu wafat setelah sesi latihan sepakbola. Setelah kurang lebih empat tahun ia menjauh dari sepakbola, pada 2012, ia akhirnya memutuskan untuk bermain di Sunday League (liga amatir di Inggris). Keputusannya tersebut beralasan bahwa ia ingin mencoba kembali ke dunia yang ia cintainya tanpa harus menerima tekanan-tekanan kompetisi tingkat atas. Bermain di liga amatir diperkirakan bisa mengembalikan rasa senang bermain bola tanpa dibebani prestasi atau tuntutan berat lainnya. Ayahnya yang mantan penyerang tim junior Sunderland akhirnya mendukung keputusan kembalinya sang anak ke dunia sepakbola. Sampai-sampai ayahnya mesti mengganti jam kerjanya menjadi shift malam demi menonton anaknya bertanding di lapangan hijau. Tak perlu waktu lama bagi Kirby untuk memulihkan kemampuannya mengolah si kulit bundar. Dua tahun setelah bermain di Sunday League, ia pun mendapatkan caps pertama di tim nasional perempuan Inggris. Hanya dalam waktu dua tahun, ia mampu bermain untuk seragam putih-putih khas Inggris dan menjadi top skor FAWSL 2 bersama Reading pada 2014 lalu. Bahkan kini, tiga tahun setelahnya, ia mampu membuat sejarahnya sendiri dengan menciptakan gol perdana Inggris di Piala Dunia Perempuan. *** Gol ke gawang Meksiko tersebut membuatnya gembira, sangat gembira. Sang pelatih, Mark Simpson, tak sungkan memujinya sebagai “Mini Messi milik Lionesses”. Bahkan, rekan timnya berseloroh ketika bola yang ia sontek tersebut mengenai tiang gawang dan hampir tidak menjadi gol, pada saat itu ada “arwah mendiang ibunya” yang membantu tendangan Kirby berbelok masuk ke dalam gawang. Kirby pun hanya tersenyum kecil. Dari alam lain, ibunya juga pasti tersenyum bangga. Sambil menitikan air mata, ia gembira melihat anak perempuannya tumbuh besar dan membanggakan dirinya. Juga bahagia karena telah melampaui depresi dan luka batinnya. Itu yang lebih penting.
Tulisan lainnya tentang kisah-kisah Piala Dunia Perempuan:
Sumber tulisan: Guardian, Daily Mail & Bleacher Report
Pola-pola dalam Transfer Jackson Martinez
Artikel sebelumnya Pola-pola dalam Transfer Jackson Martinez
Mengenal Derby Terpanas di Tanah Arya
Artikel selanjutnya Mengenal Derby Terpanas di Tanah Arya
Artikel Terkait