Font size:
Dalam tiga musim terakhir sejumlah kesebelasan besar absen dalam mengadakan pertandingan pra-musim di Asia. Pada musim ini, Manchester United praktis tak menyambangi Asia karena berpartisipasi dalam International Champions Cup (ICC) yang dihelat untuk ketiga kalinya. Musim lalu pun demikian, di mana United menghabiskan waktu pra-musimnya di Amerika Serikat.
Sejumlah kesebelasan lain pun demikian. Inter Milan, AC Milan, dan Real Madrid memang bermain di Tiongkok, tapi itu pun masih dalam gelaran yang sama: ICC. ICC jilid pertama memang baru digelar pada 2013 silam. Namun, kian tahun, jumlah kesebelasan yang berpartisipasi kian bertambah. Bahkan, tahun ini ICC digelar di tujuh negara dengan tambahan Kanada, Meksiko, Italia, dan Inggris, serta Tiongkok dan Australia. Kehadiran ICC tentu membuat gusar promotor-promotor lokal yang biasa mendatangkan kesebelasan besar. Bagi negara di Asia dengan jumlah penggemar sepakbola Eropa yang besar, kedatangan kesebelasan besar bukan cuma soal untung dan rugi, tapi juga soal diakuinya negara tersebut sebagai pemilik basis massa yang berpengaruh. Dengan sistem yang seperti ini, kesebelasan besar bisa saja lebih memercayai RSE Venture sebagai promotor ICC ketimbang promotor lokal. Pelebaran sayap ICC ke Asia dan Australia bukan tidak mungkin memonopoli pertandingan pra-musim kesebelasan-kesebelasan besar, karena hal ini tentu menguntungkan baik bagi manajemen maupun tim pelatih. Merentangkan Sayap Amerika Serikat dan Australia menjadi tempat yang tepat bagi perluasan pasar kesebelasan top Eropa. Amerika Serikat yang katanya tidak peduli-peduli amat terhadap soccer, nyatanya mampu menghadirkan 100 ribu penonton dalam pertandingan Manchester United menghadapi Real Madrid pada musim lalu. Jumlah ini tentu bisa lebih banyak andai kapasitas stadion yang memadai. Tiga negara utama yang dipilih untuk menyelenggarakan ICC uniknya merupakan tempat pelabuhan para pemain berusia senja. Para pemain bernama besar kerap memilih menutup karirnya dengan bermain di MLS, Liga Tiongkok, maupun A-League. Kian ramainya pasar sepakbola di tiga negara tersebut menjadikannya sebagai pasar empuk bagi kesebelasan top Eropa. Mereka bisa membuka basis massa baru dengan harapan mendapatkan keuntungan lain pada sektor bisnis. [caption id="" align="alignnone" width="602"]