Font size:
“(Walter) Mazzarri tidak pernah benar-benar dicintai oleh para pendukung di sini,” ujar Paolo Menicucci, jurnalis UEFA, dalam sebuah episode Guardian Football Show, “Kurang lebih itulah yang terjadi kepada semua pelatih yang menangani Inter setelah (José) Mourinho. Mourinho adalah idola di sini, dan menjadi pelatih Inter setelah Mourinho jadi sangat sulit.”
Keberhasilan Mourinho membawa Internazionale mengalahkan Bayern München di final Liga Champions 2009/2010 adalah pencapaian bersejarah. Menyandingkan trofi Liga Champions dengan Serie A dan Coppa Italia di musim yang sama membuat Inter menjadi kesebelasan Italia pertama yang meraih tiga gelar utama dalam satu musim. Lima tahun setelahnya situasi Inter sama sekali berbeda. Inter melewatkan bertanding di final Liga Champions musim ini yang dihelat di Giuseppe Meazza karena musim lalu mereka menduduki peringkat kedelapan. Inter perlu diperbaiki. Mereka memerlukan pelatih kepala yang bisa menjamin gelar juara. Mourinho sedang menganggur setelah dipecat Chelsea. Kembali ke Milan untuk membawa kesebelasan lamanya kembali meraih kejayaan akan membuat Mourinho semakin dicintai. Namun ia tetap di London, dari jarak yang cukup dekat mengamati (kabarnya) perkembangan job security Louis van Gaal di Manchester United. Kemungkinan agar ia dapat bersaing langsung dengan Pep Guardiola; yang belum mengumumkan kepastian apa pun mengenai masa depannya namun sangat mungkin menangani Manchester City per musim depan. Bisa jadi Mourinho dan Inter tidak kembali bersatu karena itu. Patut diingat bahwa sebesar apa pun Mourinho, bukan ia yang memegang kuasa. Tidak bisa ia tiba-tiba datang ke Inter, berkata ia ingin menjadi pelatih kepala, dan mendapatkan apa yang ia inginkan sedetik kemudian. Inter yang menentukan mereka ingin Mourinho atau tidak, bukan sebaliknya. Lagipula saat ini mereka sedang menikmati buah manis dari pohon kepercayaan terhadap Mancini yang mereka tanam akhir musim lalu. Inter memang gagal ke Eropa bersama Mancini. Namun patut diingat bahwa Mancini mengambil alih tugas Mazzarri setelah Serie A musim 2014/2015 berjalan hampir setengahnya. Ia menangani Inter setelah sebelas pekan liga berjalan. Inter cukup tahu diri untuk tidak melihat peringkat kedelapan sebagai kegagalan. Kemampuan Mancini mengontrol diri dan tidak merusak keadaan yang ada saat ini sangat penting bagi Inter di sisa perjalanan mereka musim ini. Karena ialah alasan di balik keberadaan Inter di puncak klasemen setelah 18 pertandingan. “Kita tahu bahwa ketika kita datang di pertengahan musim, semuanya sangat sulit,” ujar Mancini. “Tidak semua pemain saya kenali. Saya perlu mengubah sistem. Dan saya membutuhkan waktu. Tahun ini kami memulai musim bersama-sama.” Datang ke Inter adalah satu hal. Berhasil di Inter, jelas lain soal. Mario Corso, gelandang yang bermain untuk Inter pada 1957 hingga 1973, merasa para pemain baru membutuhkan waktu untuk bisa tampil maksimal di Inter. Kuncinya, menurut Corso, ada di Mancini. “Saat ini kami memiliki kesebelasan yang nyaris baru dan ini akan membutuhkan waktu,” ujar Corso. “Para pemain secara individu sangat berbakat jadi semuanya tergantung kepada Mancini seorang. Tanggung jawab Mancini sangat besar namun ia adalah pelatih yang sangat kompeten dan saya rasa tidak akan ada masalah.” Corso terbukti benar. Miranda dan Murillo langsung menjadi duet andalan namun keberhasilan Mancini menerapkan kebijakan rotasi membuat penampilan Inter sebagai kesebelasan tetap terjaga. Sesekali, Gary Medel bermain sebagai bek tengah untuk memberi waktu istirahat kepada Miranda dan Murillo. Setelah menjalani 18 pertandingan mereka hanya kebobolan 11 kali; rekor terbaik Inter dalam 26 tahun terakhir (sama baik dengan 2007/08, juga ketika ditangani Mancini). Mauro Icardi pun tampil bagus. Ia mencetak delapan gol dari 12 tembakan tepat sasaran pertamanya di Serie A musim ini. Saat ini Inter masih menduduki peringkat pertama di tabel klasemen sementara, dengan koleksi satu poin lebih banyak dari Fiorentina dan SSC Napoli di peringkat kedua serta tiga poin lebih banyak dari Juventus di peringkat keempat. Selisih seketat itu jelas tidak menempatkan Inter di posisi aman, mengingat masih ada 20 pertandingan tersisa di musim ini. Jika Inter kalah di pekan ke-19 dan di saat yang bersamaan ketiga kesebelasan yang ada di bawahnya (plus AS Roma yang saat ini menduduki peringkat kelima) meraih kemenangan, Inter akan langsung terlempar ke peringkat keempat. Namun apakah itu lantas membuat Mancini gagal? Jawabannya tidak, karena targetnya sedari awal memang bukan juara. Rencana Mancini musim ini adalah membawa Inter kembali ke Liga Champions. Selama Inter berada di zona Liga Champions, Mancini tidak bisa dicap gagal. Mengakhiri putaran pertama di peringkat keempat memang akan membuat Inter terlempar ke zona Liga Europa. Namun berada tepat satu peringkat di luar target akhis musim pada pertengahan musim jelas bukan dosa besar. Dengan semua modal yang ia miliki – pemain, kedudukan kesebelasan di tabel klasemen sementara – Mancini sangat mungkin berhasil memenuhi targetnya musim ini. “Selalu sulit kembali ke kesebelasan di mana kita memenangi Scudetto dan Coppa,” ujar Mancini. “Mustahil untuk menjadi lebih baik. Tapi, ketika Inter menghubungi saya, saya kembali dan saya mengambil semua risiko dalam pekerjaan yang sangat sulit ini.” Atas semua kerelaannya mengakui keterbatasan diri, rasanya Mancini pantas mendapat semua dukungan untuk meraih target yang ia tentukan. Musim ini itu berarti lolos ke Liga Champions. Lebih dari itu adalah bonus. Jauhilah pembicaraan mengenai Scudetto. Tak Perlu Rasanya Mancini Dibebani.