Suka dan Duka yang Membentuk Ronaldo

Suka dan Duka yang Membentuk Ronaldo
Font size:

Saat ini, siapa yang tak mengenal nama Cristiano Ronaldo? Ia adalah selebriti dari lapangan hijau. Kekayaannya tak terbatas. Prestasinya segudang. Kariernya mengilap. Soal itu, laman Wikipedia sampai membuat “Daftar Pencapaian Karier Cristiano Ronaldo”.

Meski begitu, deretan prestasi dan gelimangan hartanya saat ini tak terbayang oleh Ronaldo sebelumnya. Karena jauh sebelum ini, jauh sebelum ia mengenal sepakbola, ia adalah seseorang yang lekat dengan kemiskinan, bahkan dekat dengan kematian.

***

Percaya atau tidak, kelahiran Ronaldo sebenarnya tak direncanakan oleh kedua orangtuanya. Saat itu, kedua orang tuanya sudah memiliki tiga anak. Kemiskinan membuat mereka kerepotan mengurus ketiga anaknya tersebut. Apalagi ibu Ronaldo, Maria Dolores dos Santos, hanya bekerja sebagai tukang masak sementara sang ayah, Jose Dinis Aveiro, bekerja sebagai tukang kebun.

Keluarga Aveiro hidup di Kota Madeira, Portugal. Letaknya 860 kilometer dari Lisbon. Meski merupakan salah satu kawasan favorit turis karena keindahan laut dan gunungnya, tapi keluarga Aveiro hidup di daerah pinggiran, jauh dari kemewahan. Badai sering merusak rumah mereka.

Dolores dan Dinis sebenarnya sempat memiliki bungalow kecil. Namun karena kepentingan pemerintah setempat, rumah tersebut dihancurkan sebagai upaya mempercantik Pulau Madeira. Untuk menghidupi kedua anaknya saat itu, sama seperti ribuan keluarga lain yang juga menjadi korban, Maria Dolores dan Dinis diungsikan ke Prancis selama tiga bulan. Di Prancis, Dolores memanfaatkan kemampuannya dalam memasak untuk mendapatkan penghasilan sebagai pembantu rumah tangga.

Dolores mengandung Ronaldo sembilan bulan setelah kelahiran anak ketiganya, Katia. Ini artinya, ketika Dolores dan Dinis masih harus mengurus Katia yang masih bayi, Ronaldo yang merupakan anak keempat tersebut sudah berada dalam kandungan ibunya. Ronaldo kemudian lahir pada 5 Februari 1985.

Saking tidak siapnya Dolores dan Dinis menyambut kelahiran Ronaldo, Dolores pernah berencana menggugurkan Ronaldo. Bahkan mereka sempat tak memiliki ide untuk menamai Ronaldo. Dolores dan Dinis pun setuju-setuju saja ketika kakak perempuan Dolores mengusulkan jika anak laki-lakinya dinamai Cristiano.

Sementara itu, nama Ronaldo sendiri diambil dari Presiden Amerika Serikat saat itu, Ronald Reagan, yang merupakan sosok favorit Dinis. Dengan tambahan nama keluarga Dolores dan Dinis, akhirnya Ronaldo dinamai Cristiano Ronaldo dos Santos Aveiro.

“Kakak perempuan saya, yang bekerja di panti asuhan, berkata jika anak saya laki-laki maka sebaiknya dinamai Cristiano,” kata Dolores. “Saya pikir itu pilihan yang bagus. Kemudian saya dan suami saya memilih nama Ronaldo, dari Ronald Reagan.”

Saat Ronaldo lahir, sang ayah sebenarnya memiliki dua pekerjaan. Saat itu selain menjadi tukang kebun halaman kota, ia juga bekerja sampingan sebagai kit man di salah satu kesebelasan amatir Portugal, CF Andorinha. Sang ayah tak memiliki bakat bermain sepakbola. Keahlian ayahnya saat itu mungkin hanya mengumpulkan dan membersihkan bola. Bahkan tak ada satupun dari keluarga Ronaldo yang menularkan kemampuan bermain sepakbola pada pemain yang kini akrab disapa CR7 ini.

Ronaldo baru mengenal sepakbola pada usia 2-3 tahun. Ketika ia mulai tumbuh, ia hidup dengan sepakbola jalanan di Lombardo Street. Ronaldo begitu jatuh cinta dengan sepakbola saat itu, sampai-sampai ia tidur pun sambil memeluk bola. Jadi ingat Captain Tsubasa.

“Pada satu Hari Natal, saya membelikannya mobil remote control,” kata Fernao Sousa, wali baptis Ronaldo, seperti yang tertulis dalam otobiografi Ronaldo, Ronaldo: The Obsession for Perfection. “Tapi ternyata ia [Ronaldo] lebih menyukai bola miliknya. Ia selalu tertidur dengan bola dalam pelukannya. Bola tersebut selalu berada di antara lengannya, di manapun ia berada bola selalu bersamanya.”

Sebagaimana anak-anak, Ronaldo tak memikirkan kondisi keluarganya yang serba kekurangan saat itu. Waktunya pun lebih sering dihabiskan dengan bermain sepakbola. Yang ada dalam pikirannya saat itu hanyalah bermain sepakbola. Ayahnya pun memasukkan Ronaldo ke tempat di mana ia bekerja sebagai kit man, Adorinha, pada usia tujuh tahun. Setelah dua tahun di sana, Ronaldo pindah ke kesebelasan Nacional.

Namun di Nacional, Ronaldo seringkali mendapatkan bully-an dari rekan-rekannya karena aksen Madeira-nya. Akibat perlakuan ini, Ronaldo pun mulai berubah menjadi seorang anak yang temperamental. Meskipun begitu, tak pelak juga ia kerap menangis saat ketika di-bully dan langsung meminta pada para pelatihnya untuk menelpon sang ibu agar segera dijemput pulang. Ronaldo kecil memang dikenal sebagai anak yang mudah menangis, terlebih jika timnya menelan kekalahan.

Sikapnya tersebut berpengaruh pada kehidupan sekolah Ronaldo. Meski ia dikenal karena kemampuan bermain sepakbolanya yang menonjol, namun ia tak memiliki masa-masa yang bagus selama di sekolah. Bahkan lebih buruk, Ronaldo dikeluarkan dari sekolahnya pada umur 14 tahun setelah melempar gurunya dengan kursi.

“Saya cukup dikenal di sekolah, tapi saya tidak begitu mengenal banyak teman. Saya tidak tertarik dengan sekolah,” aku Ronaldo pada Mirror di tahun 2011. “Saya dikeluarkan setelah melempar kursi pada guru saya. Ia tidak menghargai saya.”

Dolores pun sempat kebingungan melihat sikap putra bungsunya seperti itu. Namun akhirnya Dolores memutuskan bahwa Ronaldo difokuskan untuk melanjutkan karier di sepakbola saja. Terlebih saat itu ia sudah bergabung dengan akademi Sporting Lisbon. Ronaldo bergabung dengan Lisbon setelah menjalani trial selama tiga hari.

Setahun kemudian, semuanya justru berbalik memburuk bagi Ronaldo. Ia divonis mengidap penyakit jantung. Jantung Ronaldo memiliki kelainan karena sering berdetak sangat cepat. Karena penyakitnya ini, karier sepakbola Ronaldo bisa berakhir lebih dini.

“Jantungnya berdetak dengan sangat cepat padahal ia tidak berlari,” kata Dolores pada 2009 seperti yang dikutip Daily Mail. “Penyakit ini diketahui setelah pemeriksaan menggunakan laser. Saat itu saya sempat khawatir karena ada kemungkinan ia akan kehilangan kesempatan untuk bermain sepakbola lagi.”

Namun, saat itu Ronaldo tak terlalu memikirkan penyakitnya. Ia pun menginginkan upaya percepatan penyembuhannya. Ia pun bersedia melakukan operasi jantung meski taruhannya adalah nyawanya sendiri. Ronaldo hanya ingin segera memastikan bahwa apakah ia bisa melanjutkan kariernya lagi atau tidak.

Bersambung ke halaman berikutnya...

Halaman kedua, lanjutan dari halaman sebelumnya

“Cristiano tak begitu khawatir dengan penyakitnya. Ia tak ingin menganggap bahwa penyakitnya tersebut merupakan penyakit yang serius. Justru saya lah yang benar-benar ketakutan,” ungkap Dolores.

Dolores memang patut khawatir saat itu. Penyakit Ronaldo ini tergolong tidak biasa untuk seorang atlet. Tak sedikit pesepakbola profesional yang meninggal karena serangan jantung bahkan di lapangan, seperti Marc-Vivien Foe, Antonio Puerta, hingga Miklos Feher. Lilian Thuram pun pensiun dari sepakbola setelah mendapati kelainan jantung.

Namun, ternyata operasi jantung Ronaldo berjalan dengan lancar. Perawatan intensif pun dilakukan dengan baik oleh Ronaldo yang tak mau berlama-lama di rumah sakit. Bahkan beberapa hari kemudian Ronaldo memaksa untuk kembali latihan dan menjalani kembali kehidupannya sebagai pemain akademi Sporting Lisbon.

Ronaldo memang begitu profesional dalam menjalani kariernya sebagai pesepakbola. Ia berprinsip bahwa latihan yang keras akan menjadikannya pesepakbola hebat. Dan itu membuahkan hasil ketika pada 2003 ia direkrut oleh raksasa Inggris, Manchester United, dengan nilai transfer kurang dari 13 juta paun.

Baca juga: Pertandingan yang Mengawali Takdir Besar Cristiano Ronaldo

Saat pindah ke Manchester United, di situlah ia baru menyadari bahwa ia bisa menjadi pesepakbola terbaik. Kepindahannya ke kesebelasan yang bermarkas di Old Trafford inilah yang menjadi buah dari segala upayanya dalam terus berlatih.

“Saat itu merupakan pertama kalinya saya naik pesawat. Tapi saat itu juga merupakan momen di mana saya menyadari bahwa saya memang dilahirkan untuk sepakbola,” tukas Ronaldo. “Sebelum saya berusia 21 tahun dan saya berada di Manchester United, saya mulai percaya bahwa saya adalah yang terbaik.”

Kemudian seperti yang kita lihat sekarang ini, Ronaldo membuktikan ucapannya. Ia, bersama Lionel Messi, merupakan pesepakbola terbaik sejagat raya.

Ronaldo Tetaplah Ronaldo

Sejak kecil, Ronaldo begitu dekat dengan keluarga. Rumah yang kecil memang mendekatkan Ronaldo dengan kakak-kakaknya serta kedua orang tuanya. Karenanya meski ia kemudian meraih kesuksesan di Manchester United hingga menjadi pemain termahal di dunia pada 2009 ia tetap tak melupakan keluarganya.

“Keluarga adalah yang paling utama,” tutur Ronaldo yang membelikan masing-masing keluarganya rumah. “Setelah itu, baru sepakbola yang menjadi penting bagi saya. Kemudian uang.”

Hubungan erat Ronaldo dengan keluarganya memang sudah menjadi rahasia umum. Dolores dan kakaknya, terutama Hugo, selalu menonton Ronaldo di stadion. Bahkan Ronaldo tetap mencintai sang ayah yang merupakan pemabuk berat.

Meski kariernya terus menanjak, Ronaldo tetaplah Ronaldo yang bersahaja. Ia sebenarnya lebih suka menyendiri. Ia juga hanya memilih beberapa teman saja. Pemain yang kini membela Real Madrid ini pun tak seperti kebanyakan pemain, di mana ia tidak suka meminum alkohol.

“Di sepakbola saya tidak memiliki banyak teman. Orang yang saya percayai? Tidak banyak. Kebanyakan waktu saya habiskan sendirian. Saya sendiri menganggap diri saya sebagai orang yang gemar menyendiri,” ujar Ronaldo pada film otobiografinya.

“Saya memiliki lingkaran pertemanan tersendiri. Mereka adalah orang-orang yang lama bersama saya. Mereka-lah orang-orang yang saya cari. Saya rela membayari mereka hotel berbintang lima, menyewa pesawat untuk mereka, membayar bar. Saya meminum Red Bull sementara mereka meminum champagne seharga seribu paun per botol. Tak masalah bagi saya, saya senang jika teman-teman saya tersebut senang,” tutur Ronaldo pada wawancara dengan Mirror.

Ronaldo memang terus berkembang menjadi sosok yang luar biasa di sepakbola. Kariernya yang terus menanjak pun membuatnya semakin kaya. Namun ia tetaplah Ronaldo yang bersahaja. Tak heran ia kerap terlibat dengan berbagai aksi sosial. Alasan tak ada tato di tubuhnya pun agar ia bisa terus mendonorkan darahnya, yang ia lakukan beberapa kali dalam setahun. Padahal tato seolah menjadi identitas para pesepakbola dunia saat ini.

“Saya mendapatkan 400 ribu paun per pekan dan saya tidak bisa menghabiskan semuanya. Semuanya bertambah banyak. Kakak laki-laki saya menjalankan klub malam milik saya dan beberapa bar. Saya juga mempunyai hotel. Tapi uang tak mengubah saya, saya tetap orang yang sama.”

Ronaldo memang tak berlebihan mengatakan dirinya tetap tak berubah, tetap bersahaja. Kehidupannya yang mewah saat ini, selain ia tetap mengurus keluarganya, tak membuatnya gila akan perempuan seperti kebanyakan pemain. Setelah berpacaran dengan model seksi Alice Goodwin dan Gemma Atkinson, Ronaldo mulai tak tertarik dengan perempuan glamor. Ia bahkan tak menyukai perempuan yang menggunakan pakaian terbuka untuk menarik perhatian lelaki.

Irina Shayk, model asal Rusia yang pernah menjadi kekasih Ronaldo dalam rentang waktu 2010 hingga 2015, selalu mengenakan pakaian yang lebih tertutup ketika bersama Ronaldo meski adalah model majalah dewasa.

“Banyak laki-laki yang suka pergi ke diskotek. Mereka senang bercinta dengan banyak model, mereka sangat suka berpesta, mereka suka menarik perhatian perempuan dengan champagne. Tapi saya lebih baik berlatih dengan benar. Itulah kenapa pemain muda Inggris sangat buruk, tak seperti di Spanyol. Di Spanyol para pemain muda sangat profesional, para pemain muda mereka lebih baik (dari Inggris),” tukas Ronaldo.

“(Saya tidak menyukai) perempuan yang glamor, perempuan alkoholik, perempuan pemabuk. Bagi saya, perempuan yang mencoba seksi dengan mengenakan pakaian yang menunjukkan dada mereka adalah memalukan,” tambahnya.

***

Ronaldo adalah contoh nyata bagaimana seorang pesepakbola perlu fokus pada kariernya. Hal-hal seperti alkohol, perempuan, pesta, bahkan tato, yang semuanya dekat dengan para pesepakbola yang berpenghasilan luar biasa, bisa merusak karier pemain pesepakbola tersebut.

Ronaldo sadar betul akan hal itu. Mungkin kehidupannya yang berat di masa lalu mendewasakannya lebih cepat. Karenanya tak heran Ronaldo di dalam maupun di luar lapangan selalu mengundang decak kagum banyak orang. Walau bergelimang harta, Ronaldo tetaplah sosok bersahaja dari Kota Madeira. 


Artikel ini mendapatkan sedikit pengubahan dari artikel yang lebih dulu tayang di detikSport kolom About the Game. 

Tiga Pemain Muda Colo-Colo Tewas Karena Kecelakaan Bus
Artikel sebelumnya Tiga Pemain Muda Colo-Colo Tewas Karena Kecelakaan Bus
Biodata Palsu di Wikipedia Kecoh Panevezys Ketika Merekrut Penyerang Baru
Artikel selanjutnya Biodata Palsu di Wikipedia Kecoh Panevezys Ketika Merekrut Penyerang Baru
Artikel Terkait