Merayakan Sepak Bola, Cinta, dan Api Perjuangan Bersama Persebaya

Merayakan Sepak Bola, Cinta, dan Api Perjuangan Bersama Persebaya
Font size:

Diperkenalkan pada dunia sepak bola lewat Persebaya Surabaya adalah hal yang sangat luar biasa. Klub ini memiliki sejarah panjang—dibuktikan dengan tercantumnya nama “Persebaya” sebagai salah satu klub pendiri PSSI. Mencintai Persebaya rasanya telah mendarah daging sejak masa sekolah menengah pertama hingga detik ini. Jatuh bangun, kejayaan maupun keterpurukan, menang ataupun kalah—semua telah saya rasakan berkali-kali atas nama cinta terhadap sepak bola: Persebaya.

Dengan pupusnya harapan menjadi juara Liga 1 2024/25, terutama sejak pertandingan melawan Persik Kediri (05/05/2024), asa itu benar-benar sirna. Gelar yang digadang-gadang sejak awal musim kembali gagal diraih. Tapi rasanya, kini kebahagiaan tak lagi sekadar soal menang atau kalah. Bahagianya Bonek hari ini adalah ketika melihat Persebaya berlaga. “Bahagia melihat klub kebanggaan”—slogan ini mungkin terdengar remeh bagi suporter klub lain. 

Namun bagi Bonek, kalimat ini adalah sesuatu yang sangat sakral, mendalam, dan mendasar. Untuk mengembalikan Persebaya yang asli ke kompetisi sepak bola Indonesia, kami—Bonek—harus melewati banyak rintangan. Selama lima tahun Persebaya tidak berlaga karena berbagai faktor yang kompleks. Aksi gruduk Jakarta dan gruduk Bandung adalah bentuk nyata dari perjuangan itu. 

Tanggal 8 Januari 2017, Bandung menjadi saksi berakhirnya dualisme Persebaya. Sejak saat itu, Persebaya kembali berlaga di Liga 2 dan akhirnya berhasil promosi ke Liga 1 sebagai juara. Perjalanan panjang itu menjadikan kalimat “bahagia melihat klub kebanggaan berlaga” sebagai sesuatu yang tak bisa digantikan. Apakah ini puncak dari kecintaan terhadap sepak bola? 

Kami tidak lagi mengukur sepak bola hanya dari skor dan klasemen. Namun memaknai sepak bola sebagai wahana kebahagiaan yang luas—ladang tempat kami bersyukur atas setiap prosesnya. Selama Persebaya berlaga, Bonek percaya bahwa api perjuangan itu masih tersimpan. Kobaran semangat itu tetap menyala di hati dan pikiran. Buah dari gruduk-gruduk tahun 2017 masih bisa dirasakan hingga kini.

Namun, apa makna sepak bola tanpa ekspektasi menang dan kalah? Menang dan kalah adalah bahasa taktis, bagian dari strategi, bukan dari cinta. Pemain dibeli dan dikontrak untuk menang, untuk mengejar gelar. Tapi apa tujuan suporter? Apakah kami harus seperti pemain yang bekerja demi kontrak?

Jika iya, maka cinta kami akan kandas sejak lama. Kesempatan juara memang berkali-kali hadir, namun tetap saja gagal dimanfaatkan. Pelatih dipecat, pemain dilepas—itulah langkah taktis manajemen. Tapi cinta kami, cinta suporter, bukanlah soal strategi. Melihat Persebaya berlaga adalah hal yang luar biasa. Itu cukup. Itu indah.

Apakah artinya cukup berlaga tanpa peduli menang atau kalah? Melihat kembali perjuangan untuk mengembalikan Persebaya ke pangkuan PSSI, bertahan di kasta tertinggi adalah bentuk penghormatan paling mendasar. Jangan sampai turun kasta, karena itu berarti kobaran semangat perjuangan mulai meredup. Ini bukan lagi urusan kekalahan dalam pertandingan, melainkan pengkhianatan terhadap sejarah dan darah juang yang telah kami alirkan bersama-sama.

Menang dan kalah adalah dinamika sepak bola. Semua suporter di dunia harus siap menghadapinya. Namun, bagi Bonek, kalah bukan sekadar soal skor. Kalah sejati adalah ketika perjuangan dilupakan dan semangat dilunturkan. Itu yang harus dihindari. Menang dan kalah adalah urusan pelatih dan pemain. Suporter cukup menjaga asa, semangat, dan keberanian untuk tetap hadir mendukung. 

Ketika cinta telah mendarah daging, menang dan kalah menjadi hal biasa. Yang terpenting adalah: berlaga adalah hari raya kita. “Merayakan Persebaya”—itulah slogan yang paling cocok untuk musim ini. Merayakan bukan hanya soal perayaan juara. Tapi setiap kali Persebaya berlaga, kami merayakan keteguhan dan api perjuangan yang dulu kami kobarkan. Sampai hari ini, kami masih bisa merasakan buahnya.

Persebaya berjuang untuk memperebutkan peringkat dua dan agar bermain di asia pada musim lalu. Dewa United dan Malut United menjadi penantang utama. Sisa pertandingan Persebaya pun harus selalu dirayakan saat itu. Dirayakan dalam arti kita selalu senang ketika persebaya bermain. 

Motivasi bekerja lebih meningkat, semangat kuliah bertambah dan gairah hidup ini semakin menguat. Itu sebagai tanda bahwa kobaran semangat yang luar biasa itu selalu hadir untuk merayakan persebaya. Merayakan secara fisik bisa datang ke stadion mentransfer semangat suporter kepada pemain. Atau hanya menyalurkan doa dan dukungan melewati live streaming karena masih banyak tuntutan pekerjaan. 

Itu biasa, jika cinta persebaya masih bermasalah dalam kehidupan para bonek. Berarti cintanya masih diragukan lagi. sebab, cinta sepak bola itu bisa dinikmati dimana saja dan kapan saja. Dimanapun dan apapun keadaannya kita sebagai pecinta sepak bola harus selalu merayakan sepak bola. Memahami sepak bola dengan cinta memang tak umum. Sepak bola sering dimaknai sebagai olahraga, bisnis, karier, bahkan media. 

Jarang ada yang memaknainya sebagai cinta—cinta yang dirayakan dalam setiap pertandingan, antara dua peluit panjang, apapun hasilnya.

Tentang Penulis

Nama: Jembar Tahta Anillah

Pekerjaan: Mahasiswa

 

Akun Socmed: @jmbr_anillah

Mesin Serbaguna Napoli di Era Conte
Artikel sebelumnya Mesin Serbaguna Napoli di Era Conte
Artikel selanjutnya
Artikel Terkait