Font size:
Di era 1980an, Chile pernah memiliki seorang eksekutor bola mati handal bernama Franklin Lobos. Kemampuan Lobos mengeksekusi tendangan bebas jarak jauh dengan memanfaatkan tendangan keras membuatnya menyandang julukan el Mortero Magico, Si Meriam Ajaib.
Di masa jayanya Lobos bermain untuk Cobresal, sebuah kesebelasan yang memiliki kedekatan dengan kaum penambang. Nama Cobresal sendiri berasal dari kata cobre (tembaga) dan sal (garam), barang tambang yang dihasilkan dari tambang-tambang di kota El Salvador, tempat asal Cobresal. Kedekatan Cobresal dengan tambang juga terlihat dari logo kesebelasan; helm tambang berwarna kuning di atas bola sepak. Relasi antara sepakbola dengan dunia pertambangan sebenarnya bukan cerita baru. Anda bisa menyimak cerita-cerita yang menautkan antara sepakbola dan dunia tambang dalam banyak artikel-artikel yang sudah kami tuliskan. Bahkan salah satu derby paling keras dalam sepakbola, yaitu Derby Lembah Ruhr antara Dortmund dan Schalke, juga punya latar belakang sejarah yang terkait dengan dunia pertambangan. Tapi kali ini kami akan khusus bercerita tentang beberapa nama yang memang punya kaitan intim dengan dunia tambang, salah satunya adalah kesebelasan Cobresal tadi, dengan Lobos menjadi salah satu pemainnya. Lobos sendiri, karena latar belakangnya sebagai bocah yang tumbuh di tengah keluarga penambang, tahu benar bahwa ia bermain sepakbola mewakili para penambang. Namun semua itu tidak membuat Lobos mengerti dunia tambang. Setelah pensiun sebagai pemain sepakbola, barulah ia menyadarinya.
Baca juga tulisan kami mengenai hubungan sepakbola dengan para penambang dan kelas buruh: Partai Buruh sebagai Jembatan di Tengah Perseteruan Liverpool vs Manchester Alex Ferguson – Manajer Terakhir dari Kelas Buruh Kisah Lima Buruh yang Membidani Lahirnya CorinthiansDudek sendiri tidak langsung berjanji kepada ibunya hari itu, karena ia tidak tahu dunia lain selain tambang. Knurów, kota tempat tinggalnya, adalah kota tambang. Ayahnya penambang, begitu pula dengan kakeknya. Dudek hanya tahu dunia tambang dan sejak berusia 17 tahun mulai berlatih menjadi penambang. Sepakbola menyelamatkannya. Dua pekan sebelum masa pelatihannya berakhir, presiden Concordia Knurów (saat itu berlaga di divisi ketiga Liga Polandia) datang merekrut Dudek. Sebagai gantinya, sang presiden memberi dua orang penambang kepada pengelola tambang tempat Dudek menjalani pelatihan. Selebihnya adalah sejarah yang kita ketahui bersama. Walaupun sukses sebagai pemain sepakbola, Dudek tidak melupakan latar belakangnya. Saat Concordia Knurów merayakan ulang tahun ke-80 pada 2003, Dudek mengajak beberapa rekannya di Liverpool dan tim nasional Polandia – termasuk di antaranya Milan Baroš dan Vladimír Šmicer – masuk ke dalam tambang. Reaksi para pemain yang dibawa oleh Dudek sama: mereka tidak ingin lagi masuk ke dalam tambang yang gelap, sempit, dan membuat mereka secara mental menderita kelelahan.