Font size:
Real Madrid akan memenangi Liga Champions untuk ke-10 kalinya jika berhasil menghempaskan rekan sekotanya Atletico Madrid pada Final Liga Champions, Sabtu (24/5) petang. Kalau pun kalah, Real Madrid tetap akan dikenang sebagai pengumpul trofi terbanyak di Liga Champions dengan sembilan kali juara.
Dari sembilan raihan juara tersebut, lima di antaranya direbut pada lima kali edisi perdana Liga Champions secara beruntun. El Real menjadi juara pada periode 1955-56 hingga 1959-60. Lima tahun berselang pada 1965/66, Real Madrid kembali merengkuh gelar juara Liga Champions. Tapi tahukah Anda, enam gelar juara yang dimiliki Real Madrid tersebut diraih ketika Jendral Franco berkuasa? Apa hubungan Franco dengan Madrid? Nama lengkap pria itu adalah Francisco Franco Bahamonde, seorang diktator yang menguasai Spanyol sejak 1939 hingga akhir hayatnya pada 1975. Jendral Franco—begitu ia sering disapa—menginginkan sebuah ideologi tunggal di Spanyol. Ia ingin Spanyol tumbuh dengan nasionalisme yang satu, bukan nasionalisme regional. Ini tentu bertentangan dengan kondisi politik di Spanyol yang memiliki beragam suku bangsa seperti Andalusia, Basque, Catalunya, dll. Jendral Franco sejatinya adalah penggemar Athletic Bilbao, El Real hanyalah sebuah alat untuk melanggengkan kebijakan-kebijakan politik Franco. Dengan perhatian-perhatian palsunya, Franco bisa menciptakan suatu iklim yang membuat Madrid berkembang sedemikian rupa. Sudah jadi kecenderungan, diktator akan selalu memusatkan sumber daya mereka di ibukota. Baik itu resource berupa polisi, militer, dan (atau) alat birokrasi. Ini juga berlaku bagi Atletico Madrid yang mendapatkan perhatian serupa. Setelah hancur lebur karena perang saudara, Spanyol malah dikucilkan sehingga menjadi negara miskin. Pertengahan dekade 50-an, Franco mulai melunak untuk membuka bantuan internasional. Franco butuh alat untuk mencitra bahwa negaranya baik-baik saja dan setara dengan negara-negara Eropa lainnya. Dan tugas itu dibebankan pada Real Madrid. Lewat Real Madrid, Spanyol disulap menjadi sebuah negara yang memiliki tim sepakbola hebat. Pada masa itu, hubungan Franco dan Madrid begitu erat. Ia menggelontorkan dana segar agar mereka bisa mendatangkan pemain-pemain top seperti Raymond Kopa, Ferench Puskas, hingga Alfredo Di Stefano. Ia pun tak pernah absen hadir saat Madrid bertanding di Bernabeu. Televisi juga digunakan sebagai media propaganda agar seluruh Spanyol dipaksa bangga atas identitas Real Madrid. Bersama Franco, Madrid menyabet gelar Piala Champions hingga 5 kali berturut-turut. Sebuah sejarah yang tak akan pernah terulang. Tapi Franco tetaplah bukan fans Real Madrid. Ia hanya membuat Madrid sebagai alat untuk melanggengkan kekuasaan. Setelah Franco tiada, prestasi Real Madrid di Liga Champions pun nihil. Mereka baru juara 32 tahun kemudian atau pada gelaran Liga Champions musim 1997/98. Semasa dipimpin era Franco, gelar juara yang didapat Real Madrid di Liga Champions selalu saja menuai kontroversi. Pada Final Liga Champions 1956-57, Real Madrid menghadapi klub asal Italia, Fiorentina. Bertanding di Stadion Santiago Bernabeu, Madrid kesulitan untuk menembus pertahanan Fiorentina. Petaka bagi La Viola terjadi pada menit ke-69. Hakim garis telah mengangkat bendera tanda off-side ketika pemain Madrid, Enrique Mateos, dilanggar pemain Fiorentina di dalam kotak penalti. Namun, wasit asal Belanda Leo Horn mengabaikan tanda dari hakim garis tersebut. Ia malah menunjuk titik putih! Albert Di Stefano akhirnya membawa Real Madrid unggul. Kemenangan El Real akhirnya digenapkan Gento pada menit ke-75. Real Madrid menjadi penguasa Eropa untuk kedua kalinya. Sejak La Liga dimulai pada 1929 hingga kematian Jendral Franco pada 1975, Real Madrid telah mengoleksi 16 gelar juara. Sementara Barcelona sembilan kali juara. Gelar terbanyak Madrid diperoleh pada medio 1953 hingga 1975 dengan raihan 16 kali juara. Atau 80% gelar La Liga yang diraih Real Madrid berada pada era tersebut. Di awal kekuasaanya, Jendral Franco tidak begitu tertarik terhadap sepakbola. Perhatiannya terpusat ketika Spanyol mulai membangun kembali kondisi finansial negaranya pada era 1950-an. Di situ, Franco menyadari bahwa sepakbola dapat menarik massa yang besar. Terlebih, pada saat itu sudah mulai digunakan teknologi siaran televisi di Eropa. Sehingga, partai Final Liga Champions dapat disaksikan tidak hanya di Spanyol, tapi juga di Eropa. Kesuksesan Real Madrid di bawah kekuasaan Jendral Franco juga berakibat pada prestasi mereka di Eropa. Dengan sejumlah pemain top, Madrid lima kali secara berturut-turut menguasai Eropa. Jelang raihan gelar ke-10 bagi Real Madrid, selain berterimakasih kepada Sang Pencipta, suporter Madrid juga harusnya berterimakasih kepada Sang Jendral yang membantu mereka meraih gelar ke-10 Liga Champions. Sumber gambar: Espnfc.com [fva]