Oleh: Brama Adintyo*
Dalam sepakbola, di balik narasi-narasi mengenai siapa yang juara, siapa yang menjadi topskor, siapa yang akan pindah dan kemana pindahnya, dan hal-hal semacamnya, terselip narasi mengenai perpisahan yang berada di sisi lain dalam sepakbola; tidak terkecuali oleh dan untuk Jurgen Klopp.
Penggemar Borussia Dortmund mengucapkan perpisahan terakhir lewat video berjudul âDortmund Fans Pay Tribute to Klopp in Emotional Farewellâ yang tayang di Youtube. Video tersebut menggambarkan bagaimana kebanggaan penggemar Dortmund pernah hadir dan menerima Klopp di Signal Iduna Park. Seisi stadion menyerukan perpisahannya kepada Klopp. Tidak lupa sebuah gambar besar dengan wajah Klopp menghiasi tribun berdiri.
Perpisahan tersebut amatlah berat bagi penggemar Dortmund. Selama tujuh tahun berada di sana, Klopp membangun sebuah pendapa megah di atas tanah Borussien. Bahkan, dalam empat musim terakhir, Klopp mampu menggoyang dominasi kesebelasan tanah Bavarian.
Dalam video tersebut, seorang penggemar sepuh Borussia Dortmund menyebut bahwa âkemanusiaanâ dalam diri Klopp, membuat pelatih kelahiran 1967 tersebut begitu mudah untuk dicintai siapapun. Pernyataan ini ada benarnya, setidaknya bagi penulis yang dalam beberapa musim terakhir begitu menikmati Borussia Dortmund bersama Jurgen Klopp-nya dan mungkin demikian halnya dengan Anda.
Hal paling manusiawi dalam diri Klopp adalah betapa ekspresifnya pelatih kelahiran Stuttgart tersebut. Klopp tidak segan untuk berteriak dan membentak para pemain yang tidak menjalankan instruksiknya. Namun, ia pun tak kepalang tanggung memberi apresiasi lewat lompatan kegembiraannya saat para pemain Die Borussien mencetak gol atau menang dalam pertandingan.
Dalam sesi konferensi pers, Klopp tak segan melempar humor dan beradu tawa dengan wartawan. Hal tersebut menunjukkan sisi manusia seorang Klopp; manusia yang tidak pernah mengingkari perasaanya. Ia menangis saat bersedih dan tertawa saat bergembira.
Ketekunan serta kerja kerasnya membuat Klopp mampu berjaya di tengah gersangnya kucuran dana. Klopp tahu bagaimana cara mengoptimalkan dan menularkan semangat serta etos kerja tanpa pamrih, tanpa batas.
Satu hal yang sulit dipungkiri dari normalnya seorang manusia adalah dia tak bisa hidup sendiri. Perlu kehadiran orang lain untuk memanggul beban berat kehidupan. Klopp menunjukkan pada kita, manusia modern, bahwa kepercayaan bukanlah soal air susu dibalas dengan air tuba. Kepercayaan adalah sesuatu yang laten tapi pasti terbalaskan.
Klopp mempercayai para pemainnya dengan memberi banyak kesempatan bermain. Klopp pun mencoba mengasah bakat-bakat terpendam mereka. Nama-nama mereka pun kian bersinar di tangan Klopp. Balasannya? Tentu yang sudah kita saksikan selama tujuh tahun ini. Para pemain mau mengeluarkan kemampuan terbaiknya, karena mereka percaya pada Klopp. Pun sebaliknya.
Usai pertandingan menghadapi Arsenal pada babak grup musim 2013/2014, Klopp pernah menjawab satu hal saat ia disamakan dengan manajer Arsenal, Arsene Wenger.
âArsenal memiliki pola mengendalikan permainan dan mengatur tempo pertandingan seperti sebuah orkestra. Namun saya tidak akan pernah memainkan permainan seperti itu bersama tim saya, karena saya lebih menyukai musik metal,â tutur Klopp.
Klopp konsisten dengan pernyataan dan keyakinannya bahwa corak permainan menekan serta agresif dari Dortmund yang seperti musik metal itu akan membawa capaian tersendiri. Dan ketika keyakinan serta konsistensi tersebut goyah bisa kita lihat begitu limpungnya seorang Klopp bersama Dortmund-nya yang ia kasihi.
Di paruh awal musim 2014/2015, Klopp yang berusaha mengaransemen alunan metal Dortmund menjadi lebih mengayun lembut, mendapati bahwa dirinya tidak cocok. Para pemain seperti alergi yang membuat prestasi Dortmund terjun bebas hingga tingkat terbawah. Namun, sekali lagi, lewat kerja keras, keyakinan, relasi serta percaya dengan orang lain, Klopp mampu mengangkat kembali prestasi Dortmund.
Semua yang ditunjukkan Klopp, setidaknya adalah yang dibutuhkan oleh seseorang untuk dapat menggenapi aktualisasi diri sebagai seorang manusia. Namun sekali lagi Klopp telah mendedah kita bahwasanya keunggulan manusia dalam budi perlu dihayati dengan sikap mawas diri, dimana salah satunya harus tahu persis kapan harus mengakhiri apa yang sudah seharusnya diakhiri dari sebuah langkah yang sudah dimulai.
(Sumber gambar: mirror.co.uk)
Untuk Klopp, langkah yang ia mulai dan jalani tidak bisa dibilang gagal. Dua gelar Bundesliga secara beruntun, satu titel German Cup dan satu cecapan final di pentas Liga Champions sungguh tidak bisa dibilang sebagai sebuah langkah gagal dari sebuah klub dengan âkapasitas kuda hitamâ seperti Dortmund.
Dan Klopp tahu, ia tidak bisa berlama-lama tetap berpangku tangan saja. Ia tahu ia harus segera menyudahi duduk nyamannya di atas tahta âkerajaanâ yang ia bangun. Ia sadar dan mawas diri âkerajaannyaâ kini perlu dirombak ulang serta yang terpenting dengan rendah hati ia tahu bukan dirinya lagi yang bisa merombak âkerajaanâ itu menjadi lebih besar dan berkembang lagi.
âSaya percaya bahwa keputusan ini sepenuhnya benar,â ujar Klopp saat mengumumkan pengunduran dirinya. âKesebelasan ini pantas dilatih oleh seseorang yang 100 persen tepat untuk pekerjaan ini, dan sebuah keputusan harus diambil.â Anda tidak dapat memandang remeh sebuah pengakuan yang sangat kentara menunjukkan sebegitu rendah hatinya seorang Jurgen Klopp sebagai seorang manusia.
Dengan apa yang telah seluruhnya Jurgen Klopp lakukan dan genapi bersama Borussia Dortmund, kini narasinya tidak hanya berhenti pada narasi perpisahan saja. Jurgen Klopp dan 8 tahun petualangannya bersama Si Kuning-Hitam, sangat pantas menjadi suri tauladan ketika jalan pintas kini menjadi primadona dan harap-harap semu banyak orang yang ingin instan mencapai puncak, dimana hal itu bersanding dengan sikap tinggi hati dan minim mawas diri.
Sampai jumpa, Kloppo! Balutan training-kit, sepatu kets, topi dan kacamata besar ala hipster-mu akan segera kami harapkan kehadirannya lagi! Dengan warna berbeda tentunya.
*pengais makna pada apa saja dan memaparkannya pada altrouismo.wordpress.com. Twitter: @bramskoy
Sumber gambar: bundesliga.com
(/fva)
Komentar