Kategori: Editorial

Gulir ke bawah untuk selengkapnya

Memahami Para Pecundang Sepakbola melalui Teori Kambing Hitam

Blunder adalah bagian tak terpisahkan dari sepakbola. Sebab tak ada manusia yang sempurna, sebagaimana tak ada kesebelasan yang selalu tampil sempurna. Tapi kambing hitam selalu saja ada di lapangan hijau. Simak teori Rene Girrard mengenai kambing hitam s

Plata o Plomo: Paradoks Sepakbola Amerika Latin*

Jelang final Copa America 2015, simak lacakan mengenai paradoks sepakbola Amerika Latin yang berada dalam tegangan antara keindahan dan kebusukan, realisme dan surealisme, kejayaan dan kehancuran, kehidupan dan kematian. Pendeknya: plata o plomo, uang ata

Muntari dan Bonera Seperti Kumis yang Lucu di Wajah AC Milan

Muntaro dan Bonera sering menjadi olok-olok bahkan oleh Milanisti sendiri. Justru di situlah pentingnya mereka berdua.

Pirlo sebagai New Yorker

Andrea Pirlo, priyayi dalam gaya bemain, bisalah dikatakan mewakili elegansi khas sepakbola Italia. Apa jadinya jika ia bermain di New York, atau menjadi seorang New Yorker? Jangan-jangan ia akan menjadi alien, a legal alien?

Pemain Inggris Itu Seperti Junk Food-nya Sepakbola

Jika diandaikan kepada sepakbola, pemain-pemain Inggris bisa disebut adalah hasil pembelian dari restoran junk food: harganya mahal, rasanya biasa saja, tapi “nilai tawar”-nya tidak terlalu banyak.

Jangan Remehkan Perempuan-perempuan Asia

4 dari 5 negara Asia yang tampil di Piala Dunia Perempuan 2015 berhasil lolos ke babak 16 Besar. Ini menyempurnakan capaian Jepang yang berhasil menjadi juara dunia pada Piala Dunia 2015. Jangan pernah remehkan perempuan-perempuan Asia!

Menyoal Budaya Kritik dalam Sepakbola Indonesia

Jika tak mendukung saat kalah, maka kau tak berhak bersorak saat menang adalah sebentuk penyederhanaan yang bisa membutakan.

Akuilah Kalau Sepakbola Indonesia Memang Kelas Gurem!

Seseorang harus menyadari dulu dirinya pecundang agar bisa mendorong diri sendiri hingga batas terjauh agar ingin merasakan seperti apa rasanya menjadi jagoan. Kalau sudah merasa jagoan, jika sudah merasa berprestasi, ya repot untuk berkembang. Mau berkem

Pasca-Blatter: Jangan Biarkan Blatter dan Kroninya Menarik Nafas

Blatter mundur! Apa lagi? Perlu ditegaskan agar hari-hari mendatang justru tidak digunakan oleh Blatter untuk mengkonsolidasikan "pasukannya sendiri". Membiarkan Blatter melakukan konsolidasi semacam itu, tidak terkecuali merancang calon pengganti dirinya

Ma-FI(F)A!

Agak terdengar miris memang. Di sebuah hotel berbintang lima yang elegan, disaat pembicaraan satu sama lain akan menjadi serius, justru mereka harus dikepung penegak hukum di Swiss yang mengenakan pakaian bebas.